VI

307 24 0
                                    

Kekasihnya terbaring di tempat tidur, tubuhnya terasa panas. Wajahnya tampak pucat dan matanya sayu. Demam telah menyerangnya dengan kekuatannya yang mematikan. Hatinya terasa berat melihat keadaan kekasihnya yang tidak sehat.

Dew duduk di samping tempat tidur-jasnya sudah ia tanggalkan. Meninggalkan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku-tidak jadi pergi ke kantor.

Memegang tangan kekasihnya dengan lembut. Hangatnya tangan itu membuatnya terasa nyaman, tapi juga mengingatkannya pada kondisi yang tidak baik ini. Dia mengelus perlahan punggung tangan kekasihnya, berharap bisa memberikan sedikit kenyamanan.

Dalam hatinya, kekhawatiran dan kecemasan bercampur aduk. Dia merasa tidak berdaya melihat kekasihnya yang sedang menderita. Pikirannya melayang ke momen-momen indah yang mereka lewati bersama, saat-saat kebersamaan dan tawa yang tak terhitung jumlahnya. Sekarang, kekasihnya lemah di depannya, dan dia tidak bisa melakukan banyak hal untuk membantu.

Nani mengerjapkan matanya yang berat. Matanya berair karena panas di tubuh dan sedih. Kekasihnya adalah seorang malaikat. Hatinya memburuk membayangkan jika Dew akan meninggalkannya setelah tahu tentang apa yang sudah dia lakukan dibelakangnya.

"Dew, maaf." Suara Nani serak, tercekat. Dew mencoba menenangkan kekasihnya dengan kata-kata penuh kasih sayang. Mengusap surai kekasihnya. Tidak mengambil pusing dengan kalimat kekasihnya.

Dia berbisik, "Aku di sini, sayang."

Nani menggeleng lemah, mulutnya ingin jujur. "Aku..."

"Aku akan menjaga dan merawat mu disini. Jangan khawatir." Potong Dew dengan senyum lembut. Mencium kelopak mata Nani. Rasa hangat menyentuh kulit bibirnya.

Siang berlalu, dan malam pun tiba. Kekasihnya masih terbaring di tempat tidur, demamnya masih belum mereda. Kehabisan akal. Dew menelepon ibunya, lagi.

"Bu."

"Bagaimana? Sudah reda?"

Dew bisa mendengar suara cemas ibunya di seberang telepon. "Belum."

"Bawa ke rumah sakit saja."

"Tidak, Bu. Nani benci rumah sakit."

"Yasudah. Obatnya saja diminum. Jaga kebersihan kamarnya. Juga, ramuan herbal. Kau masih ingatkan resepnya?"

"Iya."

Panggilan di tutup. Dew tak lupa untuk mengabari Jeff dan Ibu Nani. Malam itu, Dew tidak tidur. Bahkan tak sempat untuk mandi, hanya mengganti pakaiannya saja.
Dia tertidur di lantai dengan posisi duduk, kepalanya terkulai di sisi kanan kekasihnya.

Pagi harinya, Nani terbangun dengan cahaya matahari yang menembus gorden kamarnya. Kepalanya masih berat, tapi tubuhnya terasa lebih baik. Dia mendesah lembut saat melihat Dew yang tidur. Kelelahan, pasti.

Tangan kanannya terangkat, membelai surai Dew. "Dew, pindah lah." Ujarnya membangun kan Dew.

Dew menyipitkan matanya, bangun. Lantas tersenyum saat melihat wajah kekasihnya bersemu merah dan mata penuh binar. Tidak seburuk tadi malam. Lega.

"Sudah mendingan, 'kan?" Tanya Dew meyakinkan dirinya sendiri.

Nani tersenyum, berusaha bangun diiringi Dew yang ikut bangun dan membantunya. Duduk di sisi nya. "Terimakasih." Ucapnya tulus.

Dew tersenyum lagi. Tidak ada yang lebih baik dari menjaga kekasihnya. "Sama-sama, sayang."

"Lelah kan? Beristirahat lah." Dew menggeleng ringan, menempelkan dahinya dengan dahi kekasihnya. Memejamkan matanya sejenak.

[BL] Antara Cinta dan Pengkhianatan [DewNani]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang