AS 15

419 96 155
                                    

WARNING!!!
CERITA INI ASLI DARI IMAJINASI SENDIRI
MAAF KALAU ADA KESAMAAN PADA NAMA DAN TEMPAT
HANYA SEBUAH FIKSI DAN JANGAN DIBAWA KE KEHIDUPAN NYATA
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN
JANGAN LUPA SHARE KE TEMAN

Happy Reading♥︎♥︎

"Halo, apa kau sudah sampai rumah?" tanya Guntur menyapa Rena di telepon.

Rena mengangguk, walaupun percuma saja karena Guntur tak akan melihatnya. "Uhm, ya. Aku...."

Guntur yang di sana menunggu lanjutan dari Rena. "Aku ingin meminta nomor Ibumu."

"Kau ingin bertemu dengannya? Ayo temui dia bersama-sama."

Rena menggeleng. "Tidak, Guntur. Kau cukup menemani ku dari kejauhan. Aku ingin bicara banyak hal padanya. Aku tidak mau ketika melihatmu, dia akan berakhir berbohong."

Tidak ada balasan dari sana, Rena menghela napas. "Kau bilang ingin membantuku."

"Tidak dengan berpisah begini, Ren. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?"

"Aku berjanji akan menjaga diriku. Kau hanya cukup mengikuti perkataanku saja. Aku mohon."

Guntur memejamkan matanya sejenak. "Baiklah, tapi kau harus berjanji akan langsung meneleponku ketika terjadi sesuatu padamu."

"Uhm, ya."

"Aku akan mengirimkan nomornya padamu."

"Terima kasih."

"Aku yang seharusnya berterima kasih, karena kau mau memberikan ku kesempatan."

"Ah, ya."

Guntur tersenyum tipis saat mendapatkan balasan canggung dari Rena. "Aku tutup dahulu teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Awalnya Rena terkejut saat Guntur mengucapkan salam. Biasanya pria itu langsung menutup teleponnya tanpa berpamitan ataupun mengucapkan salam.

♡♡♡

Kafe 7 bersaudara...

Rena menatap tajam wanita di depannya. Atensinya tak pernah lepas dari wajah damai itu. Ia tidak tahu setenang apa wanita di depannya sampai orang-orang mudah tertipu olehnya.

"Nyonya Dona Asheeqa Widyatamaka. Apa saya benar?" tanya Rena membuka percakapan.

Wanita itu tersenyum tipis. "Ya, kamu benar."

"Anda tahu siapa saya?"

"Putri Winda Hernia Aditama."

"Anda berteman dengan Ibu saya sejak kalian satu panti asuhan, tapi ketika kalian beranjak dewasa hubungan pertemanan itu kian renggang. Anda sering keluar malam dan pulang esok hari. Apa Anda sedang menjual diri sendiri?"

Dona sedikit terkekeh mendengar perkataan Rena. "Saya tidak pernah menjual diri."

"Bagaimana bisa Anda mendapatkan uang banyak sampai menjual Bunda saya pada pria berhati batu itu?"

"Saya tidak pernah menjual Bunda kamu."

Rena mengepalkan tangannya di bawah meja saat Dona tak mau mengaku.

"Saya bertemu Ibu panti. Saya bicara banyak hal padanya. Ibu panti sudah mengatakan semuanya pada saya. Jangan coba-coba menipu saya. Saya sangat mengenal orang seperti Anda!"

"Bagaimana bisa Anda mendapatkan uang banyak sampai menjual Bunda saya?" tanya Rena dengan kalimat yang sama.

"Berulang kali pun kamu bertanya, jawaban saya akan tetap sama. Saya tidak pernah menjual Bunda kamu," balasnya dengan tenang.

Assalamu'alaikum (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang