AS 8

776 174 65
                                    

WARNING!!!
CERITA INI ASLI DARI IMAJINASI SENDIRI
MAAF KALAU ADA KESAMAAN PADA NAMA DAN TEMPAT
HANYA SEBUAH FIKSI DAN JANGAN DIBAWA KE KEHIDUPAN NYATA
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN
JANGAN LUPA SHARE KE TEMAN

♡♡♡

Happy Reading♥︎♥︎

Naya tersentak saat Jefri memeluk dirinya dari belakang. Naya yang sedang mencuci piring bekas makan mereka pun langsung membalikkan tubuh.

"Apa yang kamu lakukan? Nanti Rena bisa melihat kita," ucap Naya berusaha melepaskan pelukan Jefri.

Pria itu makin mengeratkan pelukannya. "Dia tidak rewel saat sakit."

"Rewel?" tanya Naya terkekeh.

"Tenanglah, dia tidak akan turun. Dia sedang tidur sekarang."

Naya mengernyitkan dahi. "Belum sampai sebulan kamu sudah mengerti ya tentang Rena."

Jefri tersenyum tipis, ia usap kerutan pada dahi itu. "Kenapa? Apa kamu cemburu?"

"Tidak," balas Naya, lalu keduanya terdiam beberapa saat.

Jemari Jefri sibuk mengusap wajah manis itu. Kedua bola mata sipitnya tak pernah lepas dari Naya, sedangkan si pemilik wajah menutup matanya merasakan usapan kasih sayang seorang Jefri.

"Ayo tinggal bersamaku di apartemen," ucap Jefri membuat Naya membuka matanya kembali.

"Apa yang kamu katakan? Orang tua kamu...," ucapan Naya terpotong saat Jefri menyelanya. "Mereka sudah tau segalanya tentang kamu dan kita."

"Kenapa bisa sampai sejauh itu, Jef?"

"Setidaknya kamu memiliki keluargaku, Na. Mereka menerimamu dengan baik," ucap Jefri melihat tampang kecemasan pada kekasihnya.

"Papa bahkan tidak pernah mau mendengarkan kamu. Bagaimana bisa mereka sudah menerimaku?"

"Aku tidak tahu kamu akan percaya ini apa tidak. Papa yang meminta kamu tinggal bersamaku," ucap Jefri menjelaskan.

Jefri mengusap pipi yang sudah berisi itu. "Bunda bukan orang tua yang baik, Na."

"Aku tahu Bunda tidak baik, tapi dia masih orang tuaku. Aku tidak mau meninggalkannya lagi."

"Kamu tidak meninggalkannya. Bunda yang mengusir kamu."

Air mata itu mengalir saat Jefri mengingatkan posisinya kembali. "Aku tidak mau kamu disakitin terus," ucap Jefri melanjutkan.

"Tidak secepat ini, Jef. Biarkan Bunda merasa puas dengan menyakitiku. Ke-ketika aku benar-benar merasakan capek, aku akan datang padamu. A-ku berjanji."

Jefri menggeleng pelan, ia bawa tubuh ringkih itu ke dalam pelukannya. "Jangan saat merasakan capek saja. Aku adalah milikmu. Kapan pun kamu butuh, aku akan selalu ada."

♡♡♡

Naya tersenyum saat Rena terbangun dari tidurnya. Ia bantu Rena untuk duduk. Ia periksa kening itu. Ternyata demamnya sudah turun.

"Syukurlah panasnya sudah turun. Apa Kakak sudah merasa membaik?"

Rena mengangguk pelan. "Terima kasih sudah merawatku."

"Tidak, sudah kewajibanku."

"Aku menganggapmu keluarga. Tolong jangan mengatakan itu."

Mungkin maksud Rena kewajiban yang di katakan Naya adalah sebagai pembantu, namun Naya menganggapnya kewajiban sebagai seorang Adik pada Kakaknya.

Assalamu'alaikum (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang