Ketika kelopak mata terbuka, sinar putih memenuhi pandangannya. Sejenak, kebingungan menghampiri dirinya sambil ia membiarkan pandangannya melayang ke sekitar. Tidak ada yang hadir selain keabadian warna putih yang meliputi segala hal, melukiskan kehampaan seolah-olah ia tenggelam dalam kebutaan.
Menghela nafas dalam, ia berusaha merasakan kehadiran lingkungan yang mengelilinginya. Namun, semuanya tetap diliputi oleh putih yang tiada tara, seperti kabut halus yang menutupi segala jarak, mengusik pandangan dengan ketidaknyamanan.
Dalam keheningan yang penuh misteri, kakinya melangkah menyusuri setiap hamparan putih sepanjang mata memandang—tanpa akhir. Ia merenungkan tentang tabir putih yang menyelimuti setiap sudut pandangnya.
Pikirannya hampir kosong, tak mampu merasakan keadaan dan situasi yang melingkupinya.
Cukup lama berjalan dalam gelombang kebosanan yang hampir memadamkan semangatnya, ia menemukan sinar harapan dari kejauhan yang memancarkan sesuatu yang berbeda dari warna putih.
Di sana, terlihat sesuatu yang belum jelas, berwarna kehijauan yang memikat. Semakin ia mendekat, entitas itu semakin tampak jelas. Terlihat semacam pohon maple besar berdiri dengan anggun, di sampingnya mengalir sebuah sumur kecil yang memancarkan kejernihan. Di dahan-dahan pohon itu tergantung buah-buah yang menyerupai apel, namun berwarna ungu pucat yang menawan. Di sebelahnya, tergantung sebuah ayunan sederhana yang terbuat dari papan dan tali tambang.
Ia mendekati pohon dengan langkah penuh harap, merasakan kelembutan rumput yang menyambut telapak kakinya.
Berjalan di samping sumur kecil, ia melihat cerminan dirinya yang tercermin di permukaan air yang begitu jernih. Kulitnya pucat dan bersih. Surainya berwarna putih dengan beberapa helai hitam yang tampak agak berantakan namun lembut. Manik matanya berwarna merah bagaikan batu mulia, begitu menawan dan memancarkan kepolosan murni.
Tangannya mencoba menggapai air, namun digagalkan oleh suara sesuatu yang jatuh dari pohon.
"Gyaaahhhh!"
Duk!
Saat matanya terarah ke sana, ia terpaku sejenak pada pemandangan seorang balita berusia 5 tahun yang sedang mengusap pipi gemilnya yang penuh debu. Beberapa apel ungu berjatuhan di atas kepalanya yang tertutupi topi dinosaurus berwarna jingga cerah, memberikan kesan lucu dan menggemaskan.
Dalam kesaksian mata yang memandang, ia mengamati anak itu dengan seksama, menyadari bahwa usia sang balita tampak serupa dengan usia dirinya sendiri.
Anak berambut putih itu mendekati anak bertopi dinosaurus tersebut, kali ini tertegun cukup lama menyadari wajah mereka serupa layaknya sedang bercermin. Hanya surai mereka yang berbeda, berwarna saling berlawanan. Dia yang putih, sang teman yang cokelat kehitaman.
"Kamu baik-baik saja?" tanya anak berambut putih sambil berjongkok di depan anak rambut cokelat tersebut.
Anak berambut cokelat merengut sambil mengusap-usap surainya. Lalu senyum menggemaskan merekah di bibirnya. "Oboi ngak apa-apa, hehehe..." Mata bulat berwarna cokelat itu semakin membulat saat menatap si anak berambut putih.
Buru-buru anak itu berdiri. "Uwohhh, muka kamu macam Oboi! Kita macam kembar! Siapa nama kamu? Aku Boboiboy!" tangan kecilnya terulur ke wajah sang teman berambut putih.
"A-aku... Reverse. Hehehe, kita mirip lah!"
Mereka berdua bersalaman khas seorang balita dan saling memandang dengan rasa kagum serta keingintahuan.
Tanpa keraguan sedikit pun, kedua balita itu merangkak bermain di bawah rindangnya pohon, mereka mengejar satu sama lain dengan riang gembira.
Setelah lelah bermain, mereka duduk bersandar di pangkuan pohon sambil berbincang-bincang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cruel 『Reverse & Boboiboy』 ( ✓ )
FanficBoboiboy lelah dengan omong kosong menjadi hero dari Bumi, pelindung power sphera atau apapun sebutannya. Dia hanya ingin kehangatan dan lari dari semua ketakutan yang dia simpan sendirian. Dia ingin bersama Reverse. Itu saja... Dia hanya ingin bers...