ENJOY!!
********
"Loh, nasi uduk kamu belum dimakan?"Aku yang tengah berbaring di kasur langsung melihat sekilas ke arah Deskara yang berdiri di pintu kamar yang terbuka.
"Belum," Jawabku lemah.
"Masih mual?" Deskara berjalan mendekat ke arahku, lalu duduk di pinggir kasur yang aku tiduri. "Muka kamu pucet banget, harus makan dulu baru boleh makan seblak."
Aku yang mendengar kata seblak langsung tersenyum lebar dan bangkit dari posisi berbaring miringku dengan penuh energi.
"Nggak boleh." Deskara langsung menyembunyikan bungkusan yang ia bawa ke balik punggungnya. "Makan nasi dulu," lanjutnya.
Aku cemberut, aku bukannya nggak mau makan, liat nasi aja aku mual.
"Udah keras uduknya, masa aku makan."
Deskara menghela napasnya, "Aku ke warteg sebentar, jangan dimakan loh seblaknya."
Saat Deskara hendak bangkit aku menahan lengannya, "Nggak usah, aku nggak bisa makan nasi yang ada nanti mual."
"Tapi kamu harus makan, kamu belum makan apa-apa. Susunya udah diminum belum?" Deskara menoleh ke samping kiri di mana ada meja kecil di sana dan ia menatap kesal pada gelas susu yang hanya mampu aku minum satu per empatnya saja.
"Mual banget ya?" Tanya Deskara namun dengan tatapan lembutnya, lembut sekali hingga rasanya aku ingin menenggelamkan diri di dalamnya.
"Iya, nanti aku minta terus kalau dipaksa."
"Unna, mau apa?"
Aku berpikir sebentar, aku sebenarnya lapar sekali, aku juga ingin makan tapi rasa mual itu benar-benar tidak bisa aku tahan. Aku ingin makan seblak tapi Deskara benar, aku nggak boleh makan seblak kalau belum mengkonsumsi nasi lalu bayangan bubur yang disiram kuah kuning membayangi pikiranku, bubur ayam yang dicampur dengan kerupuk dan kecap tanpa ayam.
"Aku mau bubur ayam, tapi nggak pakai ayam. Harusnya yang masih anget."
Deskara mengkerutkan alisnya bingung, ia melihat jam tangan yang ia kenakan.
"Unna, kamu liat ini udah jam satu siang, mana ada tukang bubur."
"Tapi... Aku mah bubur."
Deskara mengusap rambutku yang aku yakin terasa lepek karna sudah lama aku tidak keramas, beberapa hari ini aku malas mandi, benar-benar yang semalas itu bahkan terkadang aku hanya basuh-basuh saja atau hanya berganti baju.
"Belum mandi ya? Jorok."
Aku pun berdecak lalu memilih untuk berbaring lagi.
"Aku masak bubur dulu, tapi kamu mandi ya. Bau tau, Ibu hamil nggak boleh jorok."
"Males, dingin."
Deskara menatapku kaget, "Mana ada dingin, kamu nggak lihat keringetku."
Kutatap paras Deskara, bulu matanya masih selentik dulu, bibirnya masih berwarna merah muda dan lembab, wajahnya mulus meski sekarang tumbuh kumis-kumis tipis yang aku yakin lupa ia cukur saking sibuknya ia bekerja dan mengurus rumah. Meski sekarang bekerja sebagai tukang kurir aku belum melihat tanda-tanda kusam dari wajah atau tangganya, Deskara pandai merawat diri berbanding terbalik denganku yang aku yakin sudah jelek, kumel, dan bau.
"Nanti aku mandi abis makan," Jawabku.
Deskara tersenyum tipis lalu ia bangkit pergi meninggalkan kamar membawa serta kantong berisi seblak, sebelum ia benar-benar menutup pintu kamar Deskara berujar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam Dalam Dasar [END]
Romance"Aku hamil." Serunna menatap Deskara yang tengah duduk di sofa. Laki-laki itu terdiam, merenungkan apa yang Serunna ucap. Serunna menghela napasnya, dari sekian banyak laki-laki di bumi, kenapa harus dia? Deskara Abigail, dia...Gay! Uke pula!