"Aku keluar, ya."
Itulah ucapan (Name) yang terakhir terdengar, sebelum keluar dari rumah. Ia akan pergi menuju mall sebab ada barang yang harus ia beli. Ia tidak mengajak Oboi, sebab sudah ada ayahnya yang Oboi ajak di rumah. Bahkan sepertinya Oboi tak peduli pada sang kakak--sudah beberapa hari tak bertemu sang ayah, ia pastinya hanya akan menghabiskan waktu dengannya.
Setibanya di mall, (Name) segera bergerak menuju kios tujuan untuk mengambil barang-barang yang perlu ia beli. Sebagian besarnya merupakan keperluan (Name), dan itupun tak banyak sebab memang tidak banyak barang yang (Name) beli saat ini.
(Name) berniat membelikan beberapa pakaian baru untuk adiknya. Mengingat adiknya yang terus tumbuh dan pakaiannya yang saat ini pun mulai tidak muat dipakai. Lagipula, jarang sekali adiknya memakai pakaian baru, sebab memang sangat jarang mereka membeli pakaian bayi. (Name) pun pergi menuju lantai tiga, gudangnya kelengkapan bayi di situ.
Sepasang netra (e/c) itu berbinar menatap deretan pakaian yang kecil dan imut di sana. Rasanya ingin (Name) borong semua--padahal mah, hanya Oboi yang merupakan bayi di rumah. Segeralah ia memilih pakaian untuk sikecil mungil nan gemoy itu.
"Padahal yang lucu tuh harusnya diketawain, bukannya dibeli." gumam (Name) selama memilih pakaian di situ.
Setelah memilih beberapa, ia berpindah menuju tumpukan alas kaki bayi di dekat situ. Untuk laki-laki dan perempuan digabung, jadinya (Name) harus sibuk memilih.
"Hmm ... merah? Eh, ga deh, ada hiasan bunga begini. Pasti ini buat cewek." (Name) kembali meletakkan sepatu kecil itu di tempatnya.
"Biru?? Lucu sih, adem warnanya. Tapi.. kayaknya Oboi kurang suka," (Name) kembali mengingat saat ia membelikan baju berwarna biru tua untuk adiknya, eh malah dilempar sebab ia kurang menyukai warna itu. (Name) sedikit sakit hati sih saat itu, tetapi ia biar deh. Tetap ia simpan baju kecil itu, siapa tau nanti berguna untuk anaknya.
"Aduh, ini yang warna oranye atau coklat ... langka banget. Padahal 'kan Oboi sukanya itu," (Name) sibuk mencari-cari alas kaki incarannya. Sampai-sampai ia hampir mengobrak-abriknya.
Hingga akhirnya (Name) hampir menyerah, matanya tak sengaja melihat sepasang sepatu berwarna coklat-putih. Seketika ia bersemangat, ia pun mengambilnya, lalu sesaat kemudian ada tangan pria yang juga ingin mengambil itu. Sebab itulah, kedua tangan itu tak sengaja bertemu.
(Name) reflek menarik tangannya sedikit. Ia pun menatap sang empunya tangan ... dan tak salah lagi, itu adalah si duda anak satu. Kaizo.
"Ah ... kau mau mengambilnya?"
Tangan Kaizo mendorong pelan sepasang sepatu itu ke arah depan--lebih tepatnya ke arah (Name). "Kau saja yang ambil. Lagipula, Pang kurang menyukainya."
"Eh?" gumam (Name). Ia sedikit heran sih ... tapi, daripada ia susah lagi, ia pun mengambil sepasang sepatu itu.
Ternyata, di samping (Name) berdiri ada seorang laki-laki kecil yang juga ikut memilih alas kaki untuk dirinya. (Name) pun tersenyum lalu menyapanya, dan dibalas dengan tak kalah semangatnya oleh laki-laki kecil itu, Pang.
"Emm ... Pang tadi mau ini?" ucap (Name) seraya menunjukkan sepasang sepatu kecil di tangannya.
Pang memperhatikan sepatu itu, lalu menggeleng. "Nda uka." (Gak suka.)
(Name) bersyukur untuk itu. Karena artinya, perjuangannya daritadi hanya untuk sepasang sepatu tidaklah sia-sia.
Pang tampak memegang sepasang sepatu, dan sepasang sendal. Sepatunya berwarna magenta, serta sendalnya berwarna biru tua.
"Mama! Gusan ana??" (Mama! Bagusan mana??)
"Erk ... dua-duanya bagus kok. Pang suka?" sahut (Name) sambil tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Widower [✓]
Romance୨⎯ Kaizo w/ Female!Readers ⎯୧ Menikah dengan duda? Memangnya bisa? Jangankan menikah. Saat pendekatan saja, sangat sulit. Ia sudah memiliki seorang putra yang masih kecil. Putranya tersebut cukup dekat denganku dari awal, bahkan meng-klaim diriku se...