Keesokan harinya, (Name) bangun saat matahari belum terbit, seperti biasanya. Ia melihat adiknya yang masih lelap. (Name) membiarkannya, sambil membenarkan selimut untuk menutupi tubuh mungil itu. Kemudian, (Name) pergi ke kamar mandi untuk gosok gigi dan cuci muka saja dulu. Setelahnya, ia pergi ke dapur.
Melihat seorang pria berada di dapur, (Name) pun memanggilnya. "Ayah?"
Pria yang diduga Ayahnya pun menoleh. "Ya?"
"Sepagi ini udah bangun. Ngapain?" (Name) mendekatinya, dan berdiri di sampingnya. Ia bisa melihat potongan cabai dkk di atas talenan.
"Tadi cuma kebangun buat ambil air. Tapi lihat jam udah lima, sekalian aja masak."
"Oh, aku bantu ya sekarang," Sang Ayah mengiyakan, mereka berdua pun segera memasak.
"Oboi belum bangun ya?" tanya Amato
"Belum. Tadi, jam satu dia kebangunan karena haus. Sehabis minum tidur lagi." ujar (Name)
"Ayah dengar sih, tapi mata masih lengket banget buat dibuka," (Name) hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.
Jam sudah menunjukkan angka enam. (Name) menyerahkan sisanya pada Amato, karena ia akan ke kamar untuk melihat adiknya yang ternyata sudah bangun. (Name) pun segera mengurusnya. Setelahnya, ia kembali ke dapur.
"Udah selesai, Yah?" tanya (Name)
"Sedikit lagi. Kamu duduk aja sana, sama Oboi."
(Name) hanya menurut. Ia pergi ke meja makan, lalu menarik kursi tinggi khusus bayi yang biasa diletakkan di bawah meja makan. (Name) pun mendudukkan Oboi di kursi itu.
Kemudian, mereka bertiga sarapan bersama. Tak ada yang bersuara selama itu. Hingga selesai sarapan, (Name) yang mengurus cucian. Setelah mencuci, (Name) duduk di sofa saja. Hari Minggu ini, tak ada kegiatan apapun selain melakukan pekerjaan rumah.
"Bosan banget kelihatannya," celetuk Amato di tengah hening tersebut.
"Ya... engga ngapa-ngapain. Bagusnya ngapain?"
"Ayah juga gak tau."
Hening lagi. (Name) mencoba mencari keseruan dari handphone-nya agar tidak terlalu merasa bosan. Sedangkan Amato, ia hanya menonton televisi.
Oboi yang merasa diabaikan, ia pun mencoba menarik perhatian (Name) yang kebetulan duduk di sampingnya. (Name) menatap ke arah adiknya yang sedang caper.
"Kenapa, Oboi?" tanya (Name)
Bukannya menyahut, ia duduk di pangkuan kakaknya. (Name) biarkan saja, lalu tangannya memeluk Oboi.
Lalu, samar-samar ia mendengar ada yang bergumam. (Name) memperhatikan Oboi yang sepertinya sedang menyebut nama seseorang.
"Yi.. Hayiii,"
"Hm? Oboi manggil Hali?"
"Hayi.." Sepertinya bayi kecil ini mulai hafal dengan nama kakaknya.
(Name) terkekeh. Ia memposisikan agar Oboi menghadap dirinya. "Oboi udah tau nama orang, ya. Coba, nama Ayah siapa?" tanya (Name)
Oboi mencoba mengingat. Cukup jarang ia mendengar nama Ayahnya disebut.
"Um.. To-To!"
"Ha? No, Amato. Bukan To-To," ucap (Name), disertai terkekeh gemas.
Amato yang merasa jadi topik pembicaraan, ia menyimak kedua anaknya diam-diam.
"To-To..." Oke, masih saja kekeh menyebut Ayahnya seperti itu.
"Ah, ya udahlah. Kalau nama kakak?" tanya (Name)
Oboi menatap kakaknya lekat. Mencoba mengingat namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Widower [✓]
Romance୨⎯ Kaizo w/ Female!Readers ⎯୧ Menikah dengan duda? Memangnya bisa? Jangankan menikah. Saat pendekatan saja, sangat sulit. Ia sudah memiliki seorang putra yang masih kecil. Putranya tersebut cukup dekat denganku dari awal, bahkan meng-klaim diriku se...