Chap 02

10 4 0
                                    

Enjoy your time

.

.

.

.

.

.

Ethan terus berlari di antara lorong-lorong sempit entah bangunan apa itu. Di belakangnya masih ada beberapa penjaga yang mengejarnya. Sepertinya mereka tidak membawa senjata apapun. Ethan bisa sedikit lega. Masalahnya, Ethan tidak tahu di mana jalan keluarnya. Dia hanya terus berlari mengikuti instingnya.

Entah sudah berapa ruangan yang dia masuki. Di dalamnya hanya menghubungkan lorong-lorong yang tidak terhitung jumlahnya layaknya sebuah labirin. "Aku bersumpah akan mengutuk orang yang membuat bangunan ini. Menyusahkan saja," gerutu Ethan sambil terus berlari.

Jalan buntu. Ada tiga pintu di hadapannya. Pintu paling besar dan kokoh ada di tengah, diapit pintu kecil seperti pintu lainnya. Derap langkah penjaga kian mendekat, Ethan harus segera membuat keputusan atau dia akan dijebloskan ke dalam penjara lagi.

"Baiklah, yang besar selalu benar." Ethan segera memasuki ruangan dengan pintu besar sebelum penjaga menyadarinya. Dia menempelkan telinganya di pintu. Suara bisikan-bisikan kebingungan terdengar dari luar. Tak lama suara langkah ribut menjauhi ruangan dimana Ethan berada.

Belum sempat Ethan berbalik dan bernapas lega, dia merasakan sebuah benda yang ditodongkan di belakang kepalanya. "Oh, mencari jalan keluar, anak muda?" Suara bernada sombong itu, Davon.

"Ya. Bisa kau tunjukkan jalannya?" pinta Ethan tanpa rasa takut. Dia menegakkan posisinya dengan ujung senjata yang masih mengikuti gerakannya.

"Kau mau aku atau salah satu dari mereka yang mengantarmu."

Ethan bisa mendengar beberapa gelak tawa di ruangan itu. Memuakkan. Dia harus bisa segera pergi dari sana. Ethan memusatkan fokusnya, suara orang-orang di belakangnya menjadi samar. Tanpa dia sadari muncul sebuah simbol di lengan kanannya. Sebuah lingkaran berwarna emas dengan gambar sebuah bintang di tengahnya. Energinya telah terkumpul.

"Kalian semua yang mengantarku."

Ethan menunduk dengan cepat. Dengan segera dia menjegal kaki Davon hingga jatuh tengkurap. Senjata Davon yang terlempar segera Ethan amankan. Dia mendudukkan diri dengan tenang di atas punggung Davon sambil melihat senjata yang ia bawa.

Seluruh orang yang ada di ruangan itu terkesut dengan serangan mendadak Ethan. Mereka mengeluarkan senjata yang sama dengan Davon, menodongkannya ke arah Ethan yang masih terlampau santai.

"Sebuah senjata bertenaga batu elemen. Menarik. Memecahnya menjadi bagian kecil dan diberi air mata naga agar bisa aktif. Memasukkan beberapa batu elemen ke dalam satu senjata, kau ingin membuat seseorang bisa menggunakan semua elemen? Dalam bentuk senjata?"

Ethan menodongkan senjata itu di kepala Devon. Sontak saja para pengikut Devon juga bereaksi sama. Menyiapkan senjata dalam posisi siaga walaupun dengan kondisi kaki gemetar.

"Aku tidak dalam kondisi yang baik untuk membunuh. Semoga beruntung." Ethan menyeringai sebentar. Dia mengangkat tangannya. Seketika ruangan diisi dengan cahaya yang begitu membutakan. Melihat kesempatan yang ada, Ethan segera melarikan diri. Dia memasuki pintu kecil yang ada di dekatnya. Beruntung pintu itu mengantarnya ke sebuah lorong panjang yang temaram.

Jujur saja Ethan mulai sedikit frustasi. Dia mulai kelelahan dan energinya mulai berkurang banyak. Ledakan cahaya tadi menyerap hampir setengah energinya. Andaikan batu elemen ada bersamanya.

"Tidak ada pilihan lagi. Semoga kekuatan alam mau membantuku." Langkah Ethan menggema di sepanjang Lorong. Kali ini dia hanya berjalan perlahan, meraba dinding baja sambil menutup mata. Sejauh ini hanya sepi yang dia dengar. Tidak ada suara lain di telinganya.

I Was KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang