Chap 09

3 2 0
                                    

Enjoy your time

.

.

.

.

.

Kaleng kosong tergeletak tak berdaya di dekat kaki mereka. James memastikan tabung air mereka sudah terisi penuh dan cukup untuk perjalanan nanti. Malam kian larut, udara kian membeku. Beruntung seragam Aero yang mereka gunakan semacam memiliki sistem untuk menyesuaikan suhu agar penggunanya bisa merasa nyaman.

"Baik, ayo berangkat," ajak Ethan memimpin perjalanan. Dia terus berjalan lurus, Max ke arah kiri, dan James ke arah kanan. Baru beberapa langkah mereka sama-sama berhenti dan memandang satu sama lain.

"Yang benar ke arah sini," seru mereka bersamaan sambil menunjuk arah yang mereka tuju secara bersamaan pula. Tidak ada yang mau mengalah.

"Ayolah, kalian itu buta arah. Jangan membuat kita semakin berputar-putar dan menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna. Kita menyimpan senjata di tempat matahari terbit. Ingat, matahari terbit," jelas James berapi-api. Astaga, berpetualang bersama mereka membutuhkan kesabaran ekstra.

Max dan Ethan mengangguk seolah-olah mengerti. "Karena tadi matahari terbenam di kiri, maka kita harus pergi ke kanan. Benar?" tanya Max memastikan. James mengiyakan lalu berbalik melanjutkan langkahnya. "Lihat, aku benar-benar jenius." James bisa mendengar Max tengah berbangga diri di belakangnya, sedangkan Ethan hanya mendengus sebal. Ayolah, harusnya James yang pantas untuk merasa sebal. "Katakan itu pada orang yang memilih jalur kiri," potong James sebelum perjalanan mereka benar-benar diisi dengan omong kosong Max dan Ethan.

Sejauh perjalanan, mereka benar-benar tidak melihat hal lain selain tanah lapang berlapis baja dan bangunan berbentuk bola. Ethan sempat beropini jika mereka hanya berputar di satu titik saja. Untung saja mereka ingat jika kaleng-kaleng bekas masih teronggok sempurna di tepi sungai, dan sejak tadi mereka tidak melewati kaleng-kaleng itu.

"Apakah ini jalan yang benar?" tanya Ethan yang entah sudah keberapa kali dalam waktu 30 menit. "Muncul pertanyaan itu lagi akan kuisi perutmu dengan air berliter-liter," ancam James yang mulai jengah dengan kelakuan kingnya itu. "Lebih baik kita menggunakan kekuatan saja, lebih menghemat waktu," usul Max saat sudah merasa sedikit lelah. Lagipula tidak ada Aero di sekitar sana, setidaknya mereka tidak akan membuat keributan lagi.

Angin topan kecil muncul mengangkat tubuh berisi Max. James dengan santainya meluncur di atas ombak kecil yang dia buat. Sepatu yang dipakai Ethan mengeluarkan cahaya kuning keemasan. Dengan kecepatannya dia bisa mengikuti James dan Ethan yang sudah mendahuluinya.

Setelah beberapa jam mereka terus bergerak, terpaksa mereka berhenti karena ada yang menghalangi jalan mereka. Sebuah pagar baja yang menjulang tinggi. Sepertinya pagar itu mengelilingi sesuatu yang ada di baliknya. "James, kau yakin ini jalannya?" tanya Max memastikan. "Ini sudah benar, bodoh. Kita menyimpannya di dekat ujung pulau," balas James yang masih mengamati pagar di depannya.

"Baiklah." Max mengambil ancang-ancang andalannya sebelum mengeluarkan pedang anginnya. Yup, dia berniat memotong pagar baja di depannya. Dia menggerakkan pedangnya dengan cepat, menghasilkan tebasan angin menyilang beberapa kali yang segera menyerang pagar baja di depan. Otomatis pagar itu terbelah secara mengerikan, menghasilkan celah besar yang aman untuk mereka lewati. "Nah, beres," ujar Max tenang begitu pedang ditangannya perlahan menghilang. "Temanmu benar-benar gila," bisik Ethan pada James yang ada di dekatnya ikut menonton pertunjukan dadakan Max. "Kau sendiri juga mengerikan, King," kata James mengingatkan.

I Was KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang