⚠️usai revisi, terdapat banyak perubahan ⚠️
•
Mohon tandai bila ada typo.
.———--happy reading--———
Perlahan alena melangkah mendekati pintu keluar kamarnya dengan gitar listrik merah sebagai senjatanya. Pintu terbuka dan mendapati ibunya dan bi Hanum berdiri di hadapannya dengan membawa kue.
"Happy birthday anak kesayangan mama."ucap Rena-ibu alena memperlihatkan kue yang ia bawah dengan lilin berbentuk angka 18 pada Alena. Bi hanum turut bertepuk tangan antusias menunggu Alena meniup lilin namun sang empu hanya diam tanpa ekspresi.
"Tiup dong lilinnya."titah Rena pelan. Alena menurut membuat Rena tersenyum senang dan bi hanum kembali bertepuk tangan meriahkan meski hanya mereka bertiga di ruang tamu luas itu.
"Udah? Alena capek."ujar Alena lesuh.
"Gak mau makan kuenya dulu?"tanya Rena terdengar sedikit kecewa. Alena melirik kue itu sebentar lalu menggeleng menolaknya.
Rena mengangguk mengerti. "Ya udah kamu istirahat gih, jangan lupa habis itu makan malam."tutur Rena mengangkat tangannya berniat mengusap surai cream milik Alena namun dengan cepat gadis itu menjauh.
Alena mengangguk dan menutup pintu kamarnya.
Hembusan nafas terdengar di ruang sunyi itu. Seluas apapun ruangan itu masih saja terasa mencekik membuatnya tak nyaman.
Pandangannya tertuju ke sebuah foto yang memperlihatkan kedekatan seorang anak gadis dengan anak lelaki berbeda satu tahun dengannya. Terlihat sang kakak laki-laki berdiri tegak dengan jas hitam formal menggenggam tangan sang adik begitu erat.
Alena membasahi bibirnya menutup mata membiarkan cairan bening itu menetes. Ia mendongak merasa rahangnya yang terasa keluh menahan tangis. Hari yang penuh tawa baginya hanya angan-angan, yang tak akan pernah terjadi.
Tangisnya pecah, ia tak kuasa mengingat hari kejadian itu yang sampai saat ini menghantuinya entah sampai kapan.
"Kenapa harus lo, bang? Kenapa lo lakuin itu? Bodoh, harusnya lo gak usah lakuin itu buat gue."lirihnya terdengar gemetar.
Kedua tangannya naik mengusap kasar wajahnya mengelap air mata itu. Alena menggeleng.
"Fuck! gue ngapain? Nangisin orang tolol kayak lo?"tangisan gadis itu berganti menjadi tawa sinis menatap foto tadi, tepatnya pada sang kakak laki-laki.
"Gue gak butuh lo, gue bisa tanpa lo."gadis itu berkata yakin namun mata sendunya memperlihatkan yang sebaliknya.
Alena menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan perasaan benci terhadap dirinya sendiri. Memukul-mukul bantal menyalurkan emosinya.
"Dasar cengeng, diem bego! Gak ada gunanya lo kayak gini!"kesalnya pada diri sendiri. Ia membalikkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya. Tangannya naik memukul-mukul dadanya sesak.
"Bangsat, gak bisa berhenti!"jerit gadis itu begitu pelan tak mau orang lain mendengarnya. Meraih bantal yang berada di dekatnya, ia lalu menutup wajahnya dengan rapat.
🖤🖤🖤
Deru mesin kedua motor balap memekakkan telinga terus bersautan menunggu aba-aba akan hitungan ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruined Canvas
أدب المراهقينAnmalva Helena. Perempuan berparas cantik, dengan rambut panjang hazelnut khasnya dapat memikat para kaum adam dengan mudah, tak terkecuali Biru dan Samudra. Namun di balik kecantikan dan kepopulerannya nyatanya malah membuat Alena benci dengan hidu...