Keyhan menjatuhkan majalah dengan keras di atas dasbor, membuat Seven dan Juni hampir melompat dari duduknya di kursi belakang. Juni bahkan mencoba kabur, yang akan berhasil seandainya saja mobil tidak terkunci.
"Gituan doang kalian gagal? Kok bisa? Di situ ada banyak orang! Masa nggak ada satupun yang ngenalin elo, Sev?" Ia lalu mengembuskan napas keras, tidak habis pikir.
Sementara Seven melirik tidak terima pada Juni. "Lo tanya aja nih cewek. Gara-gara dia─"
"Kok gara-gara saya? Kamu aja kali yang kurang terkenal!"
"APA TADI?!" Seven menaikkan volume suaranya. "Saya? Kurang terkenal?"
"Iya! Nggak kayak Dimas Lukman bweee."
"Kamu pasti tinggal di gua. Iya, kan? Ngaku!"
"Enggak tuh! Saya─"
"STOP!" Keyhan melerai. Saat keduanya terdiam, ia mengambil waktu itu untuk menarik napas sabar dan memijat kening yang terasa pening. "Gue nggak peduli siapa yang salah. Misi kalian gagal and that's the point." Ia lalu menatap Seven tajam. "Perlu banget gue panggil media biar lo bisa umumin langsung?! Itu kalo mereka percaya sih. Ujung-ujungnya cuma lo bakal dituding kepanasan karena Gabby mau nikah terus pengen caper ke media!"
"Gue nggak─"
"Makanya! Gue kasih kalian satu kesempatan lagi. Tapi kali ini harus berhasil."
***
Kesempatan kedua datang dalam bentuk transportasi umum. Mereka naik bus dari halte tepat di seberang kafe. Bus yang penuh membuat berbagai skenario yang telah dirancang menjadi sangat memungkinkan. Well, bus itu bahkan hanya menyisakan satu tempat duduk kosong sehingga Juni dan Seven saling pandang.
"Kamu aja yang duduk, Sayang." Rupanya, Seven mulai menjalankan rencana.
Juni pun coba bermain serta. Ia menggeleng. "Enggak, nanti kamu berdiri sendiran."
"Atau kamu mau aku yang duduk terus aku pangku?"
Juni melotot, ia hampir saja menonjok pria itu jika tidak ingat hutang. Namun berkat the power of hutang, ia tersenyum saja. "Ih apaan sih kamu~" rengeknya manja.
Obrolan mereka rupanya menarik perhatian ibu-ibu yang duduk di kursi kosong dekat Juni. Ia menarik tasnya ke pangkuan agar memberi ruang lebih untuk orang lain. "Sini, Mbak. Duduk sini aja. Masnya kuat kok pasti berdiri. Sampai pagi juga harusnya kuat berdiri." Lalu dia dan ibu-ibu lain di dekatnya tertawa.
Seven tersenyum sopan meski dalam hati dia suka memaki ibu-ibu ini. Ini namanya pelecehan! Ia ingin beranjak pergi, tetapi seseorang dari bangku belakang tiba-tiba berseru.
"Kamu Seven, ya? Seven Abrisam?!"
Ah, ini dia. Akhirnya! Seseorang yang memorinya masih berfungsi. Seven tersenyum, bersiap mengonfirmasi kebenarannya tetapi ibu-ibu yang duduk di dekat Juni segera berdiri dan menyergah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MenU Project: Choosy Clumsy
RomanceKanigara Juni berpikir dia bisa hidup tenang dengan suami sepihaknya, aktor populer Dimas Lukman serta keenam kucing yang telah ia rawat seperti anak sendiri. Namun ketika musuh besarnya mengumumkan pernikahan, bersamaan dengan Dimas Lukman yang di...