[10] Choosy Agreement

4.4K 1K 118
                                    

28/4/23
In loving memory of Astro Moonbin
.
.
.
Thank you for being the bright star you are. Rest now. Be happy. We will keep you in our heart and memory 💙

Menjadi bagian dari dunia selebritas, bukanlah sesuatu yang pernah dan akan pernah Juni impikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjadi bagian dari dunia selebritas, bukanlah sesuatu yang pernah dan akan pernah Juni impikan. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian, tahu dirinya canggung jika diperhatikan. Ia lebih suka bekerja di belakang layar, mengolah data, membuat konten tulisan, mabuk revisi, semua itu masih lebih oke daripada harus tampil di depan banyak orang.

Jika orang-orang mengira dia adalah pacar baru Seven, sudah pasti dia akan dirujak para netizen yang budiman, kan? Orang-orang hanya akan menggali informasi tentangnya hanya untuk mengata-ngatai, kadang-kadang menyebarkan gosip palsu yang tak berdasar. Juni tahu benar karena ia sudah menghabiskan lebih dari sepuluh tahun mengabdikan diri untuk membela aktor idolanya, Dimas Lukman dari semua ujaran kejahatan.

Jadi penawaran untuk menjadi kekasih palsu seorang Seven Abrisam tidak begitu menggiurkan. Lain cerita seandainya itu Dimas Lukman. Juni tidak menyuarakannya, tentu saja, ia hanya meminta waktu untuk berpikir. Dan sekarang, ia hanya punya waktu beberapa jam tersisa untuk memutuskan, untuk mendapatkan uang ganti rugi atau menerima dimanfaatkan seperti itu.

"Mungkin sebaiknya cari pinjaman dulu."

Juni meraih ponselnya dan mencari nama Sempak di antara kontak. Papanya itu pasti akan luluh dan langsung memberinya uang jika Juni meminta. Ia hanya harus berhati-hati agar mamanya tidak tahu.

Lalu, setelah menunggu selama hampir satu menit, telepon itu tersambung.

"Sempak!" Sapa Juni segera. Lalu, seolah baru teringat tujuannya menghubungi, ia buru-buru meralat. "Eh, Papa sayaaang~"

Sejenak tidak ada sahutan, namun Juni dapat merasakan pangkal hidung Samudera mengerut di seberang sana. "Kamu mau minta apa, hm? Pasti ada maunya nih!"

Ups, ketahuan! Papa memang terlalu mudah membacanya.

"Uhm... gini, Pa..."

Terdengar bunyi berisik di sana, Papa seperti tengah berbicara dengan seseorang. Tidak berapa lama, ia lalu kembali ke sambungan telepon. "Oh, iya. Pas banget kamu nelpon, barusan Papa mau nelfon kamu. Juni sudah tahu kalau nenek masuk rumah sakit lagi?"

"Hah? Nenek Bandung apa Nenek Samarinda?" Nenek yang tinggal di Bandung itu mamanya Papa, sementara yang tinggal di Samarinda adalah nenek dari pihak mama.

"Nenek Samarinda. Tadi pagi dibawa Om Idam ke rumah sakit."

"Nenek sakit apa, Pa?"

"Itu ... kan nenek punya benjolan di muka itu kan? Taunya tumor. Kemaren malem pecah, terus itu barusan dioperasi, tapi sudah baikan, katanya. Mama kamu kelabakan nyari pinjaman karena nenek masuk jalur mandiri, dari kemaren diajakin pakai asuransi nggak mau."

MenU Project: Choosy ClumsyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang