Halo~ sebelum tahun berganti, izinkan saya menumpang update : )
Enjoy!
***
Juni berdiri di dekat jendela kaca besar di ruang tamu apartemen Seven. Sebenarnya, pemandangan gemerlap gedung-gedung dan jalanan dari lantai enam belas sangat memukau. Bahkan di saat sekarang, di antara kekacauan, Juni masih tetap terkesima. Pemandangan di sini berbeda sekali dengan kos sempit miliknya yang jendela kecilnya tidak berguna, tidak bisa dibuka karena rapat menghadap tembok rumah tetangga.
Dia lalu mendesah lelah. Ada dua masalah yang sekarang bercokol di kepalanya. Pertama, kapan dia bisa merasakan jadi orang kaya dan punya tempat tinggal senyaman ini. Kedua, dan ini yang utama, Apa yang ... baru saja terjadi di hidupnya?
Dalam kurun waktu kurang dari dua jam, semuanya terjadi. Para wartawan yang mengerubungi, kepanikan yang Juni rasa, lalu Seven, serta Kevan yang mengebut melewati jalanan yang masih cukup padat. Dan mereka kembali berakhir di sini. Di tempat yang, minggu lalu tidak pernah Juni bayangkan akan bisa dia datangi.
"Duduk dulu, Jun." Kevan datang dari arah dapur, membawa tiga kaleng cola dan dua botol air mineral. Ia meletakkan kesemuanya di atas meja lalu melambai pada Juni untuk mendekat. Seven duduk di sebelahnya, sibuk main game di ponsel.
"Kamu pasti kaget ya dikerubungin wartawan tadi?" tanyanya begitu pantat Juni menyentuh sofa yang, sumpah, empuk sekali.
"Belum seberapa itu. Belum pernah kan dikeroyok ibu-ibu?" Seven menimpali. Pertanyaannya terdengar sarkastik.
Juni melirik sedikit, dan membuat wajah terganggu. Benar dugaannya selama ini, artis memang beda, suka arogan. Kecuali Dimas Wisnu karena dia aslinya adalah definisi lampu hijau berjalan.
"Pokoknya tahan aja," Kevan mengabaikan ucapan Seven. "Ini cuma sementara kok. Sampai gossip-gosip reda dan publik diyakinkan dengan hubungan kalian. Setelah kontrak abis, kalian bisa umumin putus dan lo bisa menjalani hidup normal lagi."
Juni menyipitkan mata. Ada rasa tidak percaya dalam kepalanya tentang ucapan Kevan. Apa benar seseorang bisa menjalani hidup normal setelah terekspos media sedemikian rupa? Sebagian orang terutama mereka yang sempat mengenalkan tentu akan tetap penasaran, kan? Namun kembali lagi, Juni tidak punya pilihan. Tidak mungkin dia menjual ginjal demi bayar hutang, kan?
Jadi dia hanya mengangguk-angguk kalem.
Mungkin Kevan melihat kediaman itu hingga ia kembali menegur. "Lo pasti udah kecapekan, ya? Biar dianter pulang, ya?"
"Oh, oke."
Usai menenggak setengah botol cola dan berniat membawa sisanya pulang, Juni cepat-cepat berdiri, tidak sabar ingin cepat tiba di rumah dan melepas temu rindu dengan kasur dan kucing-kucing tersayang. Tetapi rupanya, Kevan tetap duduk santai di tempatnya. Justru dagunya dianggukkan pada Seven.
"Sev, anterin."
"Hah?" Ada jeda sejenak. Lalu Seven mengangkat wajah dari ponselnya, game yang ia mainkan terpaksa di-pause demi menatap Kevan tidak percaya. Seolah, pendengarannya baru saja membuat kesalahan. "Gue?"
"Iya. Anterin Juni sana. Udah malem, kasian."
"Kok gue?" "Kok dia?!"
Keduanya saling tatap, segera setelah protes yang mereka layangkan bersamaan.
Sementara Kevan hanya mengendik. "Lo pacarnya, inget? Masa gue? Ntar ketahuan settingan. Pokoknya, lo harus totalitas."
"Nope. Gue sibuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
MenU Project: Choosy Clumsy
RomansaKanigara Juni berpikir dia bisa hidup tenang dengan suami sepihaknya, aktor populer Dimas Lukman serta keenam kucing yang telah ia rawat seperti anak sendiri. Namun ketika musuh besarnya mengumumkan pernikahan, bersamaan dengan Dimas Lukman yang di...