7. Menolak

290 33 0
                                    

Suasana di ruang latihan tari selalu ramai dengan berbagai hal. Setiap harinya selalu begitu, mengingat beberapa minggu lagi mereka akan mengikuti perlombaan tari modern. Ruang latihan pun jarang sekali sunyi.

Selalu ada candaan-candaan aneh yang dilempar pada satu sama lain. Juga selalu ada tawa sebagai balasan dari candaan itu. Suara percakapan pun tak kalah dengan suara tawa beberapa orang, membicarakan tentang formasi dan gerakan.

Bagi orang normal yang sedang dalam suasana hati yang baik, keramaian seperti ini adalah hal normal. Kadangkala mereka ikut menertawakan lelucon dan tingkah aneh dari yang lain.

Berbeda dari anggapan Kwon Soonyoung, yang memiliki nama beken Hoshi. Tak ada satupun yang dia tangkap dari percakapan antara rekan segrupnya. Tatapannya yang kosong melihat pantulannya sendiri di cermin berukuran besar.

Semua suara yang tercipta di ruang latihan kedap suara itu tak berhasil masuk ke dalam gendang telinga Hoshi. Dengan tatapan kosong itu, dia hanya bisa terdiam. Terlalu banyak hal yang dia pikirkan, dia sendiri bahkan tidak bisa fokus pada satu hal.

"Oke, oke. Berdiri, semuanya!" Suara dari rekan segrupnya yang bernama Hanwoong membuat Hoshi seketika tersadar dari lamunannya. Dia juga bisa mendengar suara tepukan tangan, tanda meminta atensi.

Hoshi perhatikan Hanwoong yang akan berbicara sebagai ketua dari grupnya. Setelah semua mata tertuju, Hanwoong mulai berbicara, "Ini memang masih awal, masih dua minggu lagi kita ikut kompetisinya. Tapi sebagai persiapan, kita bakal atur formasi awal pakai gerakan-gerakan di awal, oke?"

Sahutan pun terdengar, menandakan bahwa mereka juga setuju atas keinginan sang ketua. Hoshi sadar, dia harus fokus. Semua pemikiran aneh yang ada di dalam kepalanya Hoshi usahakan usir dengan cara menggelengkan kepalanya.

Di tengah aksinya, Hoshi mendadak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Hanwoong. "Kenapa, Shi?" Begitu Hanwoong bertanya, Hoshi menatap Hanwoong kemudian kembali menggelengkan kepalanya.

"Nggak, gue lagi banyak pikiran aja. Gue setuju, kok," balas Hoshi. Perhatian yang awalnya terpusat pada dirinya pun akhirnya terpecah. Hanwoong pun balas mengangguk sebagai respon balik.

"Ya, udah, sekarang bisa dimulai latihannya?" Semuanya serentak mengangguk, kecuali Hoshi. Pemuda itu hanya terdiam dalam persetujuan. Dalam benaknya, dia harus bisa melawan pemikiran-pemikiran aneh itu. Dia harus bisa fokus agar latihan mereka tidak sia-sia.

Sayangnya hal itu hanya berlaku dalam benak Hoshi. Seringkali dia kehilangan fokus sehingga gerakannya tertinggal jauh dari rekannya yang lain. Akibat dari geraknya yang terlambat, formasinya pun menjadi berantakan.

Misalnya setelah melakukan gerak berputar di udara, mereka semua harus membentuk piramida dari akhir formasi zig-zag sebelumnya. Karena Hoshi mendadak kehilangan fokus, Hoshi menjadi panik ketika sadar bahwa dirinya terlambat.

Alhasil, dia mundur dengan cepat ke posisinya yang seharusnya. Di pertengahan aksinya, dia kadang menabrak beberapa rekan segrupnya. Otomatis dia diprotes oleh beberapa rekannya.

"Sorry, guys." Hoshi meminta maaf dengan tulus pada rekannya. Mereka semua bercucuran keringat karena kerap mengulangi gerakan yang sama. Hanya baju kaos Hoshi yang tidak dibasahi keringat.

Hanwoong mengangkat tangannya, menepuk punggung Hoshi yang hanya basah sedikit. "Gak papa, mungkin karena lo kecapekan," balas Hanwoong santai. Setelah meneguk minumannya, Hanwoong berkata pada yang lain, "Guys, kita undur latihannya jadi besok, ya."

"Pasti kalian pada capek, kan, seharian belajar. Gak papa, besok kita latihan lagi. Hari ini, istirahat aja dulu. Gue harap, besok kita lebih kompak lagi. You guys did a great job." Hanwoong melanjutkan sembari memberikan tepuk tangan sebagai apresiasi.

Yang lain ikut bertepuk tangan sebelum mengambil tas mereka dan pergi keluar dari ruang latihan. Hanwoong sebagai ketua memastikan seluruh rekan grupnya meninggalkan ruang latihan.

"Sorry, ya, Woong," ucap Hoshi pada Hanwoong yang langsung dibalas santai oleh Hanwoong. Ada rasa bersalah yang timbul karena Hoshi merasa dia mengacaukan latihan mereka. "Gue latihan lagi, deh, disini. Lo balik aja," tambah Hoshi.

"Beneran? Lo yakin?" Pertanyaan itu dibalas anggukan mantap oleh Hoshi. Hoshi benar-benar yakin dengan keputusannya. Hanwoong pun tak bisa melakukan apapun selain mengikuti mau Hoshi, "Oke, gue balik. Jangan kemaleman, security mondar-mandir jam 5."

Setelah pesan itu, Hanwoong keluar dari ruang latihan. Suara debuman pintu terdengar kencang sebagai pertanda bahwa Hoshi kini tinggal sendiri. Hoshi bersungguh-sungguh atas ucapannya, terbukti dari tubuhnya yang langsung bergerak di depan cermin.

Dia juga kerap melafalkan angka-angka sebagai dasar dari ketukannya. Semua pikirannya tentang hari itu dia hapus sesegera mungkin. Hoshi perhatikan setiap gerak tubuhnya dengan tajam bagaikan mata elang.

Semuanya harus sempurna. Tak boleh ada sedikitpun cela. Dia harus bisa mengalihkan rasa bersalahnya.

Setelah cukup lama mengulang gerakan yang sama, Hoshi melesat jatuh ke atas lantai dengan bertumpu pada lutut serta telapak tangannya. Ini adalah gerakan menuju pertengahan lagu, saat salah satu rekan mereka akan menaiki punggung mereka.

Sayangnya, Hoshi gagal mengingat sisanya. Ketika dia hampir memukulkan kepalan tangannya pada lantai, dia mendadak mendengar suara seseorang. "Itu tali sepatunya diiket dulu, nanti keinjek."

Segera saja Hoshi mengangkat kepalanya, melihat ke arah cermin. Benar saja, dia menangkap seseorang yang sangat dia rindukan duduk di tepi ruangan. Tak butuh waktu lama untuk perhatian Hoshi teralihkan.

"Shua? Kamu kenapa bisa disini?" tanya Hoshi pada Joshua. Dihampirinya Joshua dengan sedikit tergesa-gesa. "Kok aku gak denger suara kamu masuk?" tambah Hoshi.

Hoshi dudukkan tubuhnya saat Joshua menarik tangan Hoshi untuk meluruskan kaki. "Pertama, aku kabur karena aku hampir mati bosan. Nyalip security itu adrenalin booster. Kedua, mungkin kamu terlalu fokus sama dance kamu sampai-sampai gak denger aku masuk," jelas Joshua dengan suara lembut.

Ah, masuk akal. Hoshi pun akan melakukan hal yang sama bila dia ada diposisi Joshua. "Kamu kenapa sendiri aja, Shi?" tanya Joshua balik pada Hoshi yang sedang meneguk minuman isotoniknya.

"Aku sendiri doang soalnya aku terus-terusan salah ketukan. Jadinya, aku mau latihan lebih biar aku besok gak ketinggalan jauh," jawab Hoshi setelah menenggak seluruh isi botol minuman isotonik itu.

Joshua elus punggung Hoshi, "Jangan terlalu dikerasin. Masih ada waktu besok buat pelajarin lebih. Aku tau kamu selalu bisa, Shi." Sisi ini adalah sisi Joshua yang paling Hoshi sukai. Joshua selalu bisa menjadi bahu sandarannya.

"Oh, iya. Tadi, aku gak liat Jun. Jun gak ikut kompetisi?" Nama itu, nama yang Hoshi benci. Selain karena permasalahan di dalam kelas, Jun juga melepas tanggung jawabnya dengan sembarang.

Semenjak pertengkaran mereka, Jun selalu menghindari berurusan dengan Hoshi, begitu pula sebaliknya. Jun begitu ingin menghindari Hoshi sampai-sampai dia memutuskan untuk keluar dari klub tari modern.

"Dia keluar, Shu. Dia lepas tanggung jawab," kesal Hoshi. Kekesalan sedang berada di pucuk kepalanya. Ketara juga dari raut wajahnya yang tertekuk.

Belum sempat Joshua mengeluarkan pertanyaan lagi, Hoshi sudah memotong, "Jangan bahas dia, deh. Aku lagi kesel sama dia. Jalan-jalan aja, yuk, ke daerah sekolah."

[✓] And Then We Were None | Joshua CentricTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang