Bersamaan emosi yang membakar seluruh bagian tubuhnya, mobil Land Rover dengan tipe Range Rover Evoque melesat dan meninggalkan tempat itu begitu saja. Mobil mewah itu dikendarai hingga kecepatannya menyentuh 90 km/jam.
Amarah sang pengemudi tersalurkan dengan baik pada setir mobil yang dicengkeram kuat. Kakinya juga tetap setia menginjak gas, menyebabkan semakin meningkatnya kecepatan mobil berwarna hitam elegan itu.
Nafas Seungcheol juga semakin berat dikarenakan emosinya yang tak kunjung stabil. Deru nafasnya seakan-akan berpacu dengan kecepatan kendaraan yang sedang dia kendarai itu.
Seiring dengan mobilnya yang tengah membelah jalanan sepi, Seungcheol kembali teringat pada ucapan temannya beberapa waktu lalu. "Sampah," desis Seungcheol kesal. Tak mengejutkan bila Seungcheol melontarkan kata itu.
"Mereka yang minta Shua buat datang malam itu, lalu mereka juga yang bilang mereka ketemu dan ngomong sama Shua. Omongan sampah," kata Seungcheol. Bagi orang yang mendengarnya, kalimat dari Seungcheol memang terdengar cukup kasar.
Kepalan tangannya sendiri dia pukulkan pada setir mobil ketika mengingat kondisi seseorang yang dia sukai, "Mereka yang bikin Shua koma, mereka juga bilang mereka ketemu roh Shua dan kalimat bodoh lainnya. Kalau iya, kenapa gue sendiri yang gak ditemui sama Shua?"
Bila ada orang yang melihat ekspresi wajah Seungcheol, mereka akan langsung mengira Seungcheol memang sedang terbakar api amarah. Ditambah pula kalimat-kalimat yang dia lontarkan, membuat orang lain merasa semakin yakin dengan dugaan mereka.
Hanya saja, ucapannya tidak selaras dengan hatinya. Seungcheol memang sengaja mengucapkan kalimat bernada menghardik yang tertuju pada teman-temannya. Namun, Seungcheol lakukan hal itu hanya untuk menutupi rasa bersalahnya.
Rasa bersalahnya terlalu besar, bahkan sudah menyelimuti seluruh tubuhnya. Dengan posisi ketua kelas yang juga dianggap sebagai ketua dari hubungan pertemanan mereka, seharusnya mudah baginya untuk melindungi Joshua.
Seharusnya. Seharusnya dia bisa. Seharusnya dia sanggup. Namun, kenyataan pahit tentang dia yang tak berhasil melarang Joshua untuk datang itulah yang harus dia telan bulat-bulat. Pada dasarnya, dia merasa gagal untuk melindungi pemuda yang dia sukai.
"Shua..." Lirihan itu kini terasa menyakitkan seiring dengan otaknya memutar kenangan bersama teman-temannya, termasuk Joshua. Ekspresi menggebu-gebunya perlahan luntur, menyisakan raut wajah sendu tanpa akhir.
Pikirannya kerap ditarik kembali pada hari itu. Tak bisa sedikit pun Seungcheol bisa mengerjakan kewajibannya sehari-hari tanpa memikirkan malam itu. Malam yang nyaris merenggut nyawa sang terkasih.
Sayangnya, semua hal yang sedang berputar dalam kepalanya harus berhenti ketika parkiran rumah sakit menjadi pemberhentian mobil mewah itu. Setelah Seungcheol memarkirkan mobilnya dengan presisi, dia pun sesegera mungkin keluar dan masuk ke dalam rumah sakit. Seungcheol juga tak perlu waktu lama agar bisa mengetahui tujuannya.
Sungguh, Seungcheol benci bau obat yang begitu menyengat. Maka dari itu, dia tidak bisa terlalu berlama-lama di dalam rumah sakit. Apa daya, salah satu orang yang dia taruh hatinya mengalami nasib buruk dan harus dirawat intensif.
Tangannya terangkat, berniat untuk mengetuk pintu yang ada di hadapannya. Niatnya tiba-tiba urung saat matanya menangkap tubuh Joshua yang terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit dari balik kaca ruangan.
Lagi, ada perasaan pedih yang begitu mendidih dalam hati Seungcheol. Seungcheol seakan-akan ikut merasakan betapa sakitnya fisik Joshua yang terluka, ditambah rasa bersalahnya yang tak kunjung lenyap.
Nyali Seungcheol kembali menciut. Keberanian yang sudah dia kumpulkan sedari tempatnya berkumpul dengan teman-temannya mendadak lenyap saat tatapannya terpaku pada kedua orang tua Joshua.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] And Then We Were None | Joshua Centric
Fanfic[Seventeen BxB Fiction] All Seventeen Member x Hong Jisoo *** Mereka berbagi kenangan yang sama. Mereka berbagi tawa yang sama. Mereka jatuh cinta pada orang yang sama, orang yang juga mempertahankan mereka agar tetap bersama. Ketika orang itu pergi...