"HAHAHAHA!"
Suara tertawa keras yang dihasilkan dari mulutnya Raka menggelegar memenuhi kelasku yang saat ini masih banyak penghuni didalamnya. Gizza yang tengah membawa buku langsung saja melemparkannya ke arah Raka yang masih asik tertawa dengan mulut terbuka lebar juga memejamkan mata.
Aku mendengus kesal, terlebih lagi teman-teman kelas yang menatap kearah kami dengan tatapan tidak mengenakkan membuatku langsung mengucapkan permintaan maaf hanya karena ulah Raka Sakti!
"Sadar diri dong, monyet! Lo tuh lagi dikelas siapa?!" Gemas Adara sembari tangannya menjewer cowok berseragam olahraga khas sekolahku itu.
Saat ini Raka berada dikelasku, sebenarnya bukan lagi jam istirahat namun bertepatan kelas kami sedang free. Sembari menunggu jam waktu olahraga kelasnya, ia dengan percaya diri memasuki kelasku sendirian lalu menarik salah satu kursi yang ada disana untuk bergabung bersama kami. Kebiasaan Raka yang tidak pernah absen.
"Seriusan, kalian ngira kita tuh geng?" Tanyanya dengan tangan yang bergerak mengusap air mata dikarenakan ia yang tertawa terbahak-bahak tadi. Padahal menurut kami, tidak ada yang lucu dari cerita tersebut.
"Ya kalau bukan geng, apalagi coba?"
"Emang Jidan bilangnya apa ke lo?" Pertanyaan yang sudah jelas mengarah kepada siapa membuatku memusatkan atensi sepenuhnya.
"Bilangnya ya cuma komplotan biasa doang!" Jawab Adara. "Terus yang kata kalian geng itu tau info dari mana? Persepsi kalian sendiri?"
Aku spontan menggaruk rambutku yang memang gatal, dibuat bingung dengan satu cowok tersebut juga tatapan bingung Adara dan Hana. Gizza sih bagian mendengarkan saja dengan kepala yang berada diatas meja. "To the point aja Ka, kita bingung!"
Ucapku yang malah dibalas kekehan tidak jelas dari Raka. "Leoner yang kalian bilang geng itu, salah besar! Jadi, alumni-alumni kita dulu punya kegiatan yang nggak pernah absen. Meskipun udah lulus, ya adik kelas bawahnya yang ngelanjutin kegiatan sampai angkatan seterusnya."
"Kegiatannya itu kayak penggalangan dana, terus ke panti asuhan atau panti jompo, ngasih Jumat berkah atau bingkisan buat orang jalanan, kerja bakti apapun itu. Pokoknya yang berbau sosial lah! Kita itu semacam organisasi gitu, dan kita namai Leoner,"
"Lah, terus yang katanya Atlas ketua-ketua itu apaan?" Gizza bertanya, mulai tertarik dengan topik ini terbukti dari ia yang menegakkan badan menatap Raka antusias.
"Yang namanya kumpulan juga harus ada yang bisa ngatur jalannya dong! Apalagi kumpulan besar dengan anggota banyak, kalau nggak ada yang ngatur, mana bisa semua berjalan lancar. Yang ada malah hancur. Intinya, kayak kelas kita yang butuh ketua kelas atau wali kelas, gitu!"
Kami kompak menganggukan kepala mengerti. Jadi, penjelasan waktu itu salah besar! Jangan salahkan aku! Salahkan saja Adara yang menyebar hoax. Aku hanya percaya saja pada dia yang memang langsung dapat informasi dari pacarnya. Ternyata malah salah tangkap apa yang dimaksud.
Sebenarnya tadi kami tidak membahas tentang hal ini, hanya saja Adara sedikit menyinggung Leoner yang berkaitan dengan Jidan, pacarnya. Sontak saja penjelasan dari kami langsung dihadiahi tawaan keras dari Raka.
"Kenapa Atlas yang ditunjuk jadi ketuanya?" Pertanyaan tiba-tiba dari bibirku langsung disambut dengan godaan dari keempat manusia itu. Hei, aku hanya sekedar kepo! Tidak lebih. Daripada terus dihantui rasa penasaran, mending bertanya saja. Toh, pertanyaanku juga biasa-biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLAS
Teen FictionTidak ada yang tahu menahu perihal perasaan. Tidak ada yang bisa memaksa perasaan namun mampu menolak perasaan. "Perihal perasaan cinta, gue masih bisa gantung itu diatas kepentingan apapun. Tapi perasaan ikhlas, sampai detik ini masih gue coba asah...