tujuh; 7

6 1 0
                                    


































"HARUS banget berantem?"

Disini sekarang, tempat dengan bau didominasi obat-obatan. Aku bergerak mengambil kotak p3k dan membawanya kekasur uks yang sudah ada Atlas duduk dipinggir kasur tengah menatapku heran. Sebelumnya aku tidak pernah terpikirkan untuk mengobati luka itu namun, tingkahku yang menyebalkan membuatku harus bertanggung jawab sebab luka tersebut semakin menjadi-jadi setelah terkena sepatu.

"Tau dari mana gue berantem?"

Pertanyaan Atlas tidak kuhiraukan. Tangan ini mulai membuka dan bergerak mengobati dahinya. Aku dapat dengan jelas melihat ekspresi Atlas tengah menahan sakit dan tatapan kearahku yang tidak berpindah sedikit pun. Bukannya geer, serius. Meskipun aku terlihat begitu sibuk mengobatinya, namun percayalah mataku masihlah sangat jelas melihat ekspresi dan matanya sebab jarak kami lumayan dekat.

Sebenarnya aku tidak kaget ketika sang ketua Leoner itu bertengkar. Namun, sudah beberapa bulan ini cowok tersebut tidak membuat ulah. Tetapi hari ini, apakah masalahnya benar-benar serius sehingga membuat singa tersebut merasa tertantang?

Dibandingkan dengan ketiga sahabatnya, Atlas itu yang paling bisa mengontrol emosinya, dan diposisi kedua ada Albi. Namun jika seperti itu mengapa ia masih sering bertengkar? Jawabannya simpel, ia akan turun tangan hanya untuk membantu sahabatnya jika terjadi masalah. Jadi bukan pure karena ulah dirinya sendiri.

Jadi hari ini apa yang sudah terjadi?

Mengingat ketiga sahabatnya yang tidak bersamanya tadi.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa berantem?" Ia terkekeh kecil, bergerak mengambil kapas dan diberikan kepadaku. Aku beri tahu, rambut Atlas itu modelnya low taper fade dengan rambut depan yang hampir mencapai alis tebalnya. Jadi aku harus menahan rambut tersebut dengan tangan kiri dan tangan kanan yang sibuk megobati. "Biasalah,"

Aku mengangkat satu alisku, berhenti mengobati dan menatap kedua mata elang tersebut. Sial, dia malah menatapku balik dengan salah satu sudut bibir yang terangkat membuatku langsung bergerak untuk mengambil hansaplast.

Lama menahan rambutnya, aku jadi mengetahui fakta bahwa wajah seorang Atlas Daiyan itu bersih tanpa pori-pori. Terlebih, dahi yang lebar nampak begitu paripurna walau bisa dibilang kulit wajahnya itu hitam manis. Namun, hitam manis yang bersih dan tidak kusam.

"Tahan rambut lo itu!" Perintahku yang langsung dilaksanakan seperti aku yang menahan rambutnya hingga terlihat jelas dahi lebarnya. Aku bergerak memasangkan hansaplast tersebut tepat diatas lukanya, lukanya tersebut tepat diatas alis kanannya.

Dan, pekerjaanku selesai.

Tidak. Ternyata belum.

Setelah aku memasangkan hansaplast tersebut, aku merasa ada yang aneh hingga aku berhenti dan meneliti setiap inci wajah Atlas. Nyatanya, di pangkal hidung dan dipipi kanannya terdapat goresan luka juga! Mengapa aku baru menyadarinya?

"Lo tuh habis ngapain aja sih? Liat tuh muka lo!"

"Luka kecil doang,"

Aku menghembuskan napas berat, bergerak kembali mengobati luka tersebut. "Gak papa, biar gue aja yang obatin sendiri,"

Ketika tangan besar itu akan mengambil alih pekerjaanku, dengan segera kutepis dan menahan kedua tangan tersebut dengan tangan kiriku. Dengan bebas sekarang aku dapat mengobatinya dan melupakan fakta bahwa aku masih menahan kedua tangan tersebut hingga selesainya pekerjaan ini.

ATLASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang