🔞🤏
.
.
.
Setelah menjelaskan semua kejadian tadi sore hingga semua yang aku dan Sullyoon bicarakan pun turut terucap demi membuat Hanni leluasa akan perasaan was-wasnya. Hanni sudah berhenti menangis, hanya tersisa napasnya yang tersendat membuatku merasa bersalah.
Ia masih asyik memelukku dan sedikit bergetar akibat tangisannya beberapa saat lalu; aku menepuk punggungnya lembut sambil merapalkan kalimat penenang untuknya.
Dan begitu kulihat, Hanni tertidur di dekapanku. Matanya sembab akibat ulahku yang tak memberitahu kesalah pahaman di telepon.
Hanni pasti uring-uringan setelah mendengar suara Sullyoon tadi..
Yah, ia sudah cukup banyak mendengar berita perselingkuhan akhir-akhir ini dan itu yang menurutku membuatnya sedikit trauma. Nanti lagi, aku pastikan ia baik-baik saja terlebih dahulu ketimbang urusanku, karena saat ini Hanni lah yang menjadi prioritasku sekarang. Aku baik-baik saja atau tidak itu tergantung perasaan Hanni yang baik-baik saja ataupun tidak. Karena, jujur melihatnya seperti ini membuatku berpikir bahwa aku pasangan yang buruk dan lalai dalam menjaga perasaannya.
Aku mendekapnya semakin erat sembari mengelus punggung rapuhnya dengan beberapa kali aku berbisik meminta maaf.
Dengan perlahan aku membaringkan tubuh Hanni lalu menyelimutinya sampai dada. Aku mengurut keningku pelan,
tak beberapa lama aku mulai beranjak dari kasur untuk berganti baju, aku mengurungkan niatku untuk mandi. Sebelum itu aku menyimpan piring berisi martabak ke dalam kulkas, ah.. aku yakin rasanya akan berubah jika sudah masuk area kulkas. Tapi tak apa, toh namanya masih martabak.
Sesudah berganti dengan piyama, aku berbaring di samping Hanni; menatap wajahnya sendu, pipi gembulnya sedikit memerah, dan jangan lupakan matanya yang membengkak- aku tidak bisa membayangkan bahwa Hanni pasti menangis sangat lama..
Tak lama aku pun ikut tertidur menghadapnya masih dengan perasaan bersalah.
***
Pagi tiba, aku terbangun karena mendengar suara di sebelahku, benar saja Hanni yang menutup matanya sedang meracau tak jelas; matanya yang menutup rapat sedikit mengeluarkan air mata dan suhu tubuhnya yang panas menandakan Ia demam.
"Sayang, hey, kamu gapapa?" Aku menepuk lembut pipinya yang hangat beberapa kali karena racauannya semakin keras.
"Jangan tinggalin aku.."
Perkataan Hanni membuatku refleks mendekapnya erat, aku menggosokkan pipiku ke pipinya yang basah,
lagi, aku menenangkannya dengan cara merapalkan kalimat penenang untuk membuat mimpi buruknya pergi.
Beberapa menit berlalu, Hanni akhirnya terbangun; ia balas mendekapku,
"kamu demam, aku bikin teh anget dulu ya." Aku berbisik sambil melepas pelukan lalu menatap wajahnya yang menggeleng; menolak perkataanku.
"Sebentar sayang," bujukku sembari mengusap pipi basahnya.
Hanni berangsur melepas lengannya yang melingkar di tubuhku; aku beranjak dari kasur setelah mencium keningnya, ke dapur untuk membuat teh hangat untuk Hanni.
"Sekalian beli bubur kali ya." Aku bermonolog sambil memakai jaket; membeli bubur yang tak jauh dari sini.
10 menit kemudian...
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Delicate
RandomKeseharian Minji dan Hanni sesudah mereka dinyatakan sah sebagai pasangan istri dan istri. Warn : fiksi cui. wlw. mature content, pls be wise. written language; indo, broken english. alurnya ga berat, biar realita aja yg berat.