8. Uneasy

2.9K 176 12
                                    

Perlahan kelopak matanya tertutup. Ia tak kuat, perasaan cemas dan khawatir tersebut berangsur hilang karena sekarang rasa kantuknya mengambil alih.

Ia hanya bisa berdoa semoga istrinya tak mengalami hal buruk saat menyusuri jalan pulang.

15 menit kemudian...

Kenop pintu bergerak perlahan, wanita bersurai hitam pekat panjang mengintip sejenak sebelum masuk ke dalam. Ia terkejut melihat seseorang yang tertidur dengan posisi duduk di atas sofa, tatapannya melembut menatap sang istri yang menunggunya di ruang tamu hingga tertidur.

Minji mendudukkan dirinya tepat di sebelah Hanni, ia mengelus surainya kemudian turun ke pipi tembam milik Hanni.

Setelah puas menatap wanitanya, Minji berdiri dan berhenti tepat di depan Hanni. Ia sedikit membungkuk lalu menyelipkan sepasang tangannya di masing-masing ketiak bagian bawah wanita yang tengah tertidur; menggendongnya seperti balita. Minji melakukannya perlahan hingga Hanni menempel sempurna di depan tubuhnya, ia menyangga tubuh Hanni dengan tangannya yang berada di bokong milik Hanni lalu membawanya menuju kamar mereka.

Baru saja Minji membuka pintu kamar, wanita di dekapannya bergerak,

"Minji," panggil Hanni parau, ia mengeratkan lingkaran tangannya di leher Minji. Wajahnya makin tenggelam di leher Minji; mencoba mencari kenyamanan di sana. Hanni hanya mengigau, ia tak terganggu sama sekali setelah Minji merebahkannya di atas kasur mereka.

"Maaf sayang," bisik Minji, lalu mengecup puncak kepala Hanni beberapa kali lalu beranjak ke kamar mandi.

***

"I told you the truth," Minji berujar lembut, ia masih mencoba menenangkan istri mungilnya yang tersedu perkara hal semalam dan Minji yang lebih memilih berangkat terpisah dengannya.

Saat ini mereka berdua telah tiba di negeri sakura, yang seharusnya Hanni senang dengan tibanya ia di negara maju ini, wanita berparas lucu tersebut malah menangis setelah beberapa menit mereka menginjakkan kaki di kamar hotel. Sebabnya hanya Minji, Minji dan Minji. Sebenarnya Hanni sempat berpikiran untuk diam di rumah saja, tidak ikut serta dengan Minji tapi perasaannya mengatakan untuk tetap pergi, toh dia udah nyiapin kebutuhan dia di koper. Terlanjur pikir Hanni.

Jauh di relung hatinya, Minji sangat terluka melihat orang yang ia cintai menangis karenanya. Malam kemarin setelah memindahkan wanita mungil tersebut ke kamar mereka, Minji terus dilanda rasa bersalah. Bahkan hingga sekarang pun sama.

"It doesn't make any sense.. Did you just forgot that you have a wife?? Kamu punya prioritas sekarang..." Hanni menjeda sejenak perkataannya, "aku gak ngerti sama kamu, Minji." Ia menggelengkan kepalanya, merasa tak habis pikir dengan wanita tersebut.

"Bukan gitu sayang, it's just.. related about work, nothing else." lirihnya.

Setelahnya hanya ada keheningan di ruangan tersebut.

Baik Minji maupun Hanni, pikiran mereka sama-sama berkecamuk, yang satu memikirkan kesalahannya sedangkan di kepala yang lain terus memikirkan perkataan sang istri beberapa menit lalu. Mungkin ada benarnya perkataan Minji, tapi ia tak sepenuhnya percaya. Minji hanya menceritakan ia dan Bae berbincang sejenak guna meneruskan obrolannya yang sempat tertunda tempo hari lalu. Istrinya itu tak mengatakan dengan spesifik ingin berbincang apa dengan rekan seperusahaannya itu. Maksudnya, Hanni tau mereka membicarakan tentang pekerjaan(?) tapi, di luar jam kerja bahkan masih harus dibahas? Itu yang membuat Hanni merasa janggal. Mungkin nanti ia akan bertanya pada Sullyoon tentang hal ini.

Pergerakan dari kasur di seberang membuat wanita berperawakan tinggi itu menoleh heran, sebab wanitanya kini beranjak ke arah koper mereka yang sudah tersusun rapi oleh pegawai hotel lalu sekarang malah menggeretnya.

[M] Delicate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang