Suara shower nampak mengganggu Hanni yang tengah tertidur, ia mengerjapkan kelopak matanya perlahan hingga sinar lampu berhasil menangkap netra kecoklatan wanita tersebut.
Kepalanya sontak bergerak ke sebelah; kosong. Minjinya mandi lebih awal hari ini, padahal baru pukul 7 pagi di Jepang sekarang. Jemari mungil Hanni mengeratkan selimut yang sedari semalam membalutnya hangat. Cuaca di negeri sakura pagi ini terbilang dingin, menambah mood-nya untuk lengket dengan kasur. Sepertinya jadwal wanita pendek tersebut hanya berbaring seharian di atas kasur-- ada beberapa faktor yang membuat dirinya memutuskan untuk berdiam diri di kamar. Satu, dingin. Dua, ia tidak bisa berjalan dengan proper.
"Sayang, nanti malem ada acara. Kamu ikut, kita dinner." Ujar Minji setelah melihat sang istri telah bangun. Minji mengambil beberapa potong baju santai dari dalam lemari lalu dengan cuek memakainya di depan Hanni yang masih menatapnya.
"Berangkat sendiri emang ga bisa Ji?" Tanya Hanni malas, ia membalikkan tubuhnya membelakangi Minji yang nampak terburu memakai baju hitam polos dengan logo centang putih kecil di bagian kanan atas dadanya. Minji mengira Hanni masih marah padanya.
"Sayang, aku kan udah minta maap semalem. Aku minta maap udah boongin kamu, aku harus apa biar kamu maapin aku?" Minji desperate sekarang, ia hanya butuh permintaan maafnya di iyakan.
"Jii, aku mau tidur, diem." Hanni menggeram kesal ketika Minji ikut memasukkan dirinya ke dalam selimut lalu memeluknya dari belakang. Ia biasanya tak segan membalas pelukan hangat istrinya, namun keadaan tubuhnya yang telanjang dan beberapa bagian tubuh Hanni yang nyeri membuat Hanni enggan terkesan menolak pelukan tersebut. Karena demi apapun saat ini Hanni hanya butuh istirahat.
Mendengar perintah istri mungilnya Minji mengerucutkan bibirnya sebal tanpa mau melepas lengan di sekitaran pinggang Hanni. Mereka berada di posisi seperti itu dalam beberapa menit hingga suara telepon yang berasal dari ponsel Minji menginterupsi keduanya.
Minji mendecak; dengan tak rela ia melepas Hanni lalu meyingkap selimut yang membuat bagian belakang tubuhnya yang masih telanjang ikut terekspos.
"Ck, kebiasaan," Hanni dengan kesal menarik kembali selimut putih tersebut ke belakang tubuhnya.
Samar-samar Hanni mendengar suara Minji berbincang di telepon, ia tak menghiraukannya lalu lanjut tidur.
Siangnya Hanni terbangun, ia menggeliat sejenak sebelum beranjak duduk.
Minji..?
Hanni menghela napasnya lalu mengeratkan selimut di dada, ia lupa mereka di sini bukan untuk berlibur. Hanya suara gemerisik bahan selimut yang kini membalut tubuhnya yang terdengar saat mulai berdiri dari kasur.
Hanni melangkah pelan-- sangat pelan menuju kamar mandi, setelah sampai di kamar mandi tepatnya di depan wastafel dengan kaca besar di depannya, ia mulai membuka selimutnya.
Hanni menghela napasnya lagi kali ini sambil mengurut pangkal hidungnya setelah menatap tampilan tubuhnya di refleksi cermin.
Ia tahu akan separah ini, terasa dari seberapa sakit diantara pahanya sekarang. Semalam Minjinya benar-benar menunjukkan bagaimana kuatnya stamina wanita tersebut. Hanni menyesal menanyakan apakah istri beruangnya itu sudah puas, yang kemudian dibalas dengan gelengan polos dari wanita tersebut. Puas yang dimaksud Hanni dengan puas definisi Minji itu berbeda. Obviously.
Wanita pendek dengan penampilan tanpa helai benang itu pun mendesis saat menyentuh leher dan dadanya yang nampak banyak tanda merah kebiruan. Dominan di dekat dada hampir mendekati putingnya, sisanya di bagian sisi leher, pinggang dan paha dalam.
Cih.
Tak berapa lama, Hanni memutuskan untuk mandi. Lagi dan lagi ia harus menahan sakit diantara pahanya itu sambil terus terguyur dengan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] Delicate
RandomKeseharian Minji dan Hanni sesudah mereka dinyatakan sah sebagai pasangan istri dan istri. Warn : fiksi cui. wlw. mature content, pls be wise. written language; indo, broken english. alurnya ga berat, biar realita aja yg berat.