11. Mountain Peek, Mystery Peek

23 3 0
                                    


"Jadi begitu masalahmu" Shaga berjalan menyamai langkah Ben agar tidak tertinggal di belakang. Walau tinggi badan mereka nggak jauh beda, Ben jalannya santai beda dengan Shaga.


"Gue kasih tau Ben, lo harus hati hati berurusan dengan komplotan mereka. Karena mereka itu udah persiapan matang dari lama dan punya rencana selangkah lebih depan. Jadi jangan kaget nanti kalau aku tidak berhasil membantu mu" Ben tersenyum pasrah. Ya mau bagaimana lagi, memang hanya ada satu peluang dan itu memilih diantara yang diselamatkan. Jika satu selamat maka yang lain tidak.



Sebenarnya mereka berdua juga tidak terlalu bermusuhan, cuman tidak bisa percaya satu sama lain. Menjadikan mereka berdua selalu berselisih. Kalau berselisih pendapat dan salah satu ngambek mungkin sudah biasa. Pernah nggak kalian berselisih cuman karena rasa, barang, atau fakta yang berbeda sampai sampai pada bakar bakaran di sekolah, apalagi hampir setiap hari muka mereka berdua penuh luka. Oleh karena itu sekolah memisahkan kelas mereka. Dan mengawasi selalu gerak gerik Ben dan Shaga. Menjaga jarak mereka berdua jangan sampai bertemu. Bahkan jadwal istirahat dan pulang mereka juga berbeda. Udah macem beda sekolah. Padahal sama :)



"Dan sebelum kau menjelaskan lebih lanjut, gue pengin nanya. Temen temen lo kenapa emang? Bukankah lebih terpercaya mereka daripada kau meminta tolong kepada ku?" Shaga masih heran. Dirinya kan rival Ben. Rival loh Rival, R-I-V-A-L, Rival. Mana ada orang minta tolong sama musuh. Bahkan kerja sama.


"Sebenarnya hanya satu alasan. Aku tidak mau melukai teman teman ku pada kasus seperti ini. Jadi mending kau yang mati daripada temen temen gue" Wah wah wah. Shaga mengelus dada menahan amarah. Shaga kira karena emang mau nantangin atau ingin berdamai dengan dirinya. Eh ternyata mau ditumbalin sebagai ganti temennya.


"Ha-ha-ha lucu banget, jadi kalau gue sengaja gagalin karena emang pengin gagalin rencana lu gimana?" Shaga tertawa kaku.


Ben menunjukkan smirk & melipat tangan. "Nggak mungkin karena gue tau, kau tidak akan mau kalah dengan mereka. Kau juga punya dendam pribadi bukannya dengan komplotan mereka?" Shaga menunjukkan wajah tanpa ekspresi setelahnya. Nggak salah si kata kata Ben. Tapi lebih besar dendamnya pada Ben ketimbang ke komplotan mereka.


Mereka berdua diam diaman sampai tanda istirahat di tengah perjalanan berdering. Mereka berdua mendapat tatapan aneh dari semua siswa-siswi. Mungkin bunyi hati mereka sama "tumben akur"


"Napa? heran hah?? Pengin gue sleding satu satu?" Shaga hampir saja gelut, kalau tidak dihadang Jevan.


"Nggak usah heran kalian, kayak mau dapet doorprize saja. Harusnya bersyukur mereka akur" Jevan memberikan Shaga dan Ben minuman dingin untuk menghilangkan haus. 2 orang itu menerima dan meneguk minuman dingin tersebut hingga kandas. Ben mengecek jam dan siswa yang hadir di kelasnya. Siapa tau ada yang ngilang atau tidak datang. Baru saat dirinya berdiri. Ben merasakan tatapan menusuk dari arah samping. Tanpa menengok pun Ben tau itu Heaven, Notch dan William.


Ben baru saja melangkahkan kaki 0,5 cm dari tempat duduknya "Mau kemana? Buat masalah lagi terus ngilang kek setan" Heaven sudah bertanya macam macam sambil menurunkan tongkat baseball di tasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE EKS(X)PERIMEN(T) | txt feat. 01LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang