【 O8 】

169 32 0
                                    

Dan dia mengatakannya. 

Suatu hal yang mengganjal dalam hatinya sejak Rin menerima ajakan untuk melatih bermain bola.

Padahal pertemuan keduanya baru terjadi kemarin, tapi rasanya (Name) sudah pernah terhubung dengan Rin, entah kapan dan di mana.

Dengan segenap keberanian yang sudah terkumpul entah kapan, (Name) menanyakan hal tersebut tanpa basa-basi dan langsung masuk ke inti.

"Sebelum itu," Rin menggantung kalimatnya, tak tau apa tujuan membuat lawan bicara menunggu dengan rasa penasaran di hatinya.

Tangan Rin masih setia menggegam botol yang tadi sempat diminumnya.

Lagi dan lagi (Name) terpaku pada keberadaan Rin yang ada bersamanya.

"Bisakah kau berhenti memanggilku dengan panggilan Itoshi?" Nada ketus Rin terdengar saat mengucapnya.

(Name) sedikit terkejut tapi memilih untuk menjawab cepat pertanyaan dari Rin. "Eh.. tapi bukankah Itoshi itu namamu?"

"Aku, Rin. Kau cukup memanggilku dengan nama itu." Rin nampak bertitah dengan perkataannya, membuat (Name) paham kalau dia harus menurutinya.

"B-baiklah.." Cukup ragu menjawabnya, membuat (Name) mengucap kata hati dalam batinnya.

"Apa orang ini punya suatu masalah dengan keluarganya?" Begitulah yang diucapkan kata hati (Name).

Keadaan kembali jadi sunyi. Terlihat bahwa (Name) jadi sungkan untuk menanyakan hal lain pada Rin karena sebelumnya ia merasa telah dimarahi.

Hawa lelahnya perlahan berubah menjadi kantuk yang hampir membuat seluruh tubuhnya terbaring di tanah.

Rin mengetahuinya, itu karena dia memperhatikan gerak-gerik (Name) semenjak tadi.

Dengan lihai Rin mulai mengambil aksi di sana.

Mendekat kemudian menaruh lembut kepala (Name) di bahunya. "Kalau mengantuk tidurlah sebentar." 

Tenaganya bagai diambil alih seluruhnya, (Name) tak mampu memberi waktu untuk pergi dan memindahkan kepalanya dari bahu Rin.

Semua itu terjadi begitu singkat, sampai tak disangka kesadarannya sudah lenyap sepenuhnya.


● ● ●


        ● ● ●

                 ● ● ●


Indra penglihatnya samar-samar terbuka, sedikit terusik dengan pemandangan yang menilisik lewat kelopak mata.

Kesadarannya dipaksa kembali ke tempat, tubuhnya masih belum mengumpulkan seluruh tenaga, mencoba mengamati sekitar dengan segenap kekuatannya.

Melihat ke depan, terlihat langit yang sudah mengganti warna. Melihat ke bawah, terlihat kakinya yang bersila di tanah lapangan. Melihat ke samping kiri, terlihat sosok Itoshi Rin—

"HWAAA!" (Name) memekik kaget, kali ini kekuatannya 100% telah kembali pada tubuhnya. 

Bagaimana bisa dia tidak sedikit berteriak setelah mengetahui bahwa kepalanya sudah bertumpu sempurna pada bahu seorang lelaki? 

"Akhirnya kau bangun." Rin berucap seraya berdiri kemudian merengangkan tubuhnya.

Tak bisa dipungkiri (Name) masih terkejut, terlebih usai melihat reaksi Rin yang terbilang kelewat santai. Jujur saja dia bahkan tak bisa mengingat apapun tentang kejadian sebelum dia terbangun.

"Kau tertidur dengan bersandar di bahuku selama satu jam." Rin kembali menginterupsi suasana, membuat (Name) kembali mengingat dan merangkai kejadian di tempat.

Yang sedariawal panik menghela nafas panjang secara perlahan dan mendalam, "Maaf, aku tak ada maksud berprasangka buruk padamu." Kini giliran (Name) yang bukan suara.

(Name) menatap tanah yang ditapaki sementara Rin menatap (Name) yang baru saja merasa bersalah padanya.

Cakrawala oranye dalam diam menyaksikan interaksi antar keduanya. Kalau diberi izin buka suara, cakrawala pasti akan turut menghiasi obrolan saat itu.

"Besok di kantin sekolah aku akan mentraktirmu!" (Name) berucap seketika.

"Kenapa tiba-tiba?" Celetuk Rin terheran pada lawan bicara.

"Anggap saja ini balasanku atas kebaikanmu selama dua hari ini, aku sudah sangat merepotkanmu karena permintaanku ini."

"Kau terlalu melebihkannya."

"Biar apa katamu! yang penting,"

"Terima kasih Rin."

𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐏𝐋𝐀𝐍 ー⌗RinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang