"Maaf Rin, apa kamu sudah lama menunggu?" Pertanyaan terlontar sesaat (Name) mendapati Rin yang terduduk seorang diri pada salah satu meja di kantin.
Rin memandang (Name) beberapa saat sebelum akhirnya menimpali, "apa kelasmu baru saja selesai?" Rin memilih 'tuk balik bertanya.
"Sebenarnya tadi sebelum istirahat aku diajar oleh pak Ego, kalau dia yang mengajar pasti selalu terlewat sedikit dari waktu belajar yang sudah ditentukan."
(Name) kembali mengingat momen di mana sang guru—pak Ego, selalu melebihkan jam mengajar sendiri dan membiarkan para muridnya terlambat untuk ke luar dari kelas mereka. Itulah alasan mengapa mata pelajaran pak Ego adalah salah satu yang tidak disukai para murid, termasuk (Name).
Rin hanya mendengarkan dan tak merespon apapun pada pernyataan (Name) barusan.
"Kalau begitu apa yang ingin kamu pesan, Rin?" Sesi pertanyaan kembali dimulai. Kini (Name) bertanya setelah basa-basi singkat antar keduanya.
Rin kembali menahan suara. Berikan jeda buat sampaikan sesuatu yang diinginkan untuk makan siang.
(Name) menunggu. Mengetahui wajah Rin yang sedang berpikir tentang makanan yang akan dimakannya siang itu.
"Aku makan apa saja yang kau pesan." Rin melontarkan jawaban selepas jeda singkat yang diberikan.
"Apa maksudnya itu? kan sudah kubilang aku akan mentraktirmu hari ini!"
Rin menopang dagunya.
Kalau tiba-tiba diminta memilih makanan, semua orang pasti akan bingung tentang apa yang diinginkannya. Sama halnya dengan Rin saat ini.
Rin kembali dibuat berpikir untuk kedua kalinya. Apa memang sesulit ini hanya untuk menentukan makan siang apa yang tepat untuk mengisi perutnya?
Saat Rin sedang melirik ke sana ke mari, matanya menangkap suatu barang yang (Name) terus pegang di tangannya sedari ia datang menghampiri. Lantas buat ia inisiatif buka suara.
"Apa yang di tanganmu itu bekal makanmu?" tanya Rin.
"Ini? iya, ini bekal makan punyaku," jawab (Name) sedikit melirik benda yang dia bawa.
"Kalau begitu aku makan itu saja."
(Name) terkejut mendengar kalimat yang diungkap Rin. "Eh.. aku rasa lebih baik kamu pesan saja makanan di kantin."
"Kenapa? apa aku tidak boleh merasakan bekal milikmu?"
(Name) sedikit panik setelahnya. Sepertinya Rin salah paham menganggap bahwa bekalnya tak boleh disentuh sedikitpun oleh orang lain selain dirinya.
"Bukan begitu! maksudku, kamu tau kan makanan di kantin lebih enak dan lebih terpercaya rasanya? daripada makan bekal milikku, aku rasa kamu lebih baik beli saja—"
"Kalau aku sudah bilang aku mau makan bekalmu artinya aku hanya mau itu."
Lagi dan lagi dirinya dibuat tunduk oleh kalimat Rin yang terasa mengintimidasi. Akhirnya mau tak mau (Name) hanya bisa patuh dan membiarkan bekal makannya dicicip oleh lawan bicaranya itu.
"Ayo kita makan di rooftop, di sini terlalu ramai."
Karena titah dari Rin, (Name) sekali lagi hanya bisa menyetujui kemudian mengikuti Rin sampai ke tempat di mana rooftop berada.
(Name) terduduk, bersama Rin tentunya. Keduanya belum mengangkat topik sama sekali sejak sampai di atap sekolah yang mereka tempati sekarang.
Saat tempat makannya sudah sampai di tangan Rin, juga dengan sumpit yang siap mengantar lauk pauk sampai ke mulut, getaran di hati (Name) berpacu kian cepat. Takut tapi juga penasaran dengan komentar yang akan diberikan oleh si perasa.
Lauknya semakin dekat dan dekat dari mulut Rin, (Name) kemudian menutup mata saat melihat lauk tersebut akan segara dikunyah.
"Bagaimana? apa terasa aneh di mulutmu?" tanya (Name) disela kegiatan Rin menguyah.
"Apa maksudmu? ini terasa enak di mulutku. Lagipula kenapa kau begitu takut?" Rin menjawab beberapa saat setelah menelan seluruh lauk di mulutnya.
"Syukurlah. Aku membuat ini sendiri, jadi aku takut rasanya tidak pas di mulutmu." (Name) mengucap syukur dengan imajiner air mata kecil ke luar dari kelopak matanya.
Rin melirik (Name) selagi menikmati makan siangnya. "Makanan ini memang enak, tapi aku rasa aku lebih menyukai orang yang membuatnya."
Tak ada respon ataupun jawaban dari empu yang sebelumnya jadi lawan bicara. Rin sekali lagi melirik (Name) dari ujung netranya 'tuk memastikan.
Ternyata (Name) masih asik terbawa suasana setelah tau makanan buatannya disebut enak oleh Rin. Bahkan ia tak mendengar apapun setelahnya karena asyik menitikkan air mata dramatis miliknya.
Sedangkan Rin hanya menghela nafas melihat suasana saat itu.
"Apa kamu mengatakan sesuatu, Rin?" (Name) bertanya setelah mendengar helaan nafas ke luar dari mulut Rin.
"Aku hanya ingin bilang," Rin menggantung kalimat sampai disitu. Mungkin adegan seperti ini akan dianggap klise dibeberapa cerita, tapi Rin ingin membuat suasana di antara mereka sedikit berbeda.
"Terima kasih." Rin tersenyum kecil saat mengucapnya.
(Name) membulatkan bola matanya. Sedikit terkejut di awal karena melihat senyum yang ditampakkan.
Ah, sekarang (Name) merasa rencana cinta yang diungkapkan Meguru di awal tidak begitu buruk baginya.
Bahkan dia sudah lupa kalau sebenarnya momen ini termasuk cara untuk melancarkan rencana upaya merebut kembali benda miliknya yang sekarang ada di tangan Meguru.
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐏𝐋𝐀𝐍 ー⌗Rin
Romance❝love plan? more like shitty plan.❞ ▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀ Now playing: 𝗜𝘁𝗼𝘀𝗵𝗶 𝗥𝗶𝗻 𝘅 𝗙! 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 ♪ 𝟶:𝟶𝟶 ──◍───── 𝟷:𝟹𝟶 ↻ ◁ || ▷ ↺ ♫ Rencana tak terduga yang tanpa sangka...