Tak dianggap

857 44 0
                                    

Anne tidak pernah tau dan tidak pernah berharap hidupnya akan berubah sedemikian rupa.
Awalnya Anne mencoba bersikap biasa saja meskipun hati Anne sakit setiap kali melihat Jihan. Anne yang memang pendiam menjadi lebih banyak diam dan melamun. Anne mencoba ikhlas, banyak bersabar, menurunkan egonya saat berhadapan dengan sang mama.
Hingga kesabaran Anne sudah pada batasnya.

Hari itu Anne makan bersama mamanya seperti biasa. Tak ada yang berubah, Jihan tetap memasak dan Anne yang tetap makan dengan tenang. Hanya saja hawa diruang makan terasa canggung, sepi seperti dua orang asing yang makan bersama.
Jihan hanya menghela nafas tak tau harus bagaimana lagi menghadapi putrinya. Dirinya menyerah.

"Makan, An" Jihan mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Anne. Anne hanya mengangguk sembari bergumam. Mata Anne tak sengaja menatap cincin emas di jari manis mamanya.

"Mama beli cincin baru?" tunjuk Anne pada cincin Jihan yang terlihat asing baginya

"Bukan cuma mainan" elak Jihan menarik tangannya.

"Coba liat?" kata Anne meminta tangan Jihan. Jihan menaruh tangannya di atas tangan Anne.

"Enggak, inimah asli. Emas"
"Mama beli lagi?" tanya Anne menatap Jihan
"Kok nggak bisa dilepas?" Anne mencoba melepas cincin tersebut untuk melihat detailny.

"Emang nggak boleh dilepas" jawab Jihan tersenyum tipis
"Lanjutin makannya" Jihan menepuk pelan rambut Anne

"Terserah" singkat Anne menatap malas Jihan.

Harusnya mamanya bilang, bahkan sampai tahap tunangan pun. Anne yang posisinya sebagai anak tetap tidak tau apapun. Anne merasa Jihan sudah benar-benar tidak menganggapnya sebagai seorang anak.

Sejak hari itu, Anne jarang makan. Bahkan sehari hanya sekali itupun. Anne terkadang makan diluar sendiri. Anne merasa muak melihat sang ibu. Hatinya sakit luar biasa merasa tak dianggap.

"Ma, Anne pergi" pamit Anne untuk keluar rumah

"Kamu jadi pergi? Mau kemana?" tanya Jihan. Kemarin Anne memang ijin keluar padanya. 

"Cafe" jawab Anne lalu pergi meninggalkan Jihan.

Tak lama sepeninggal Anne, sebuah taksi berhenti didepan rumah Jihan. Ibu dan Ayah Jihan yang tak lain adalah oma opa Anne datang karna permintaan sang putri, Jihan.

"Bu, pak, masuk dulu" kata Jihan mempersilahkan keduanya masuk

"Tumben, Han. Kamu minta bapak ibu kesini" tanya ibu menatap putrinya lalu melihat sekeliling mencari keberadaan sang cucu kesayangannya.

"Anne lagi keluar bu, barusan dia pergi" Kata Jihan tau ibunya sedang mencari Anne

"Ah begitu" Ibu Jihan hanya menganggukan kepalanya mengerti
"Jadi kenapa, nak?" tanyanya lagi

"Itu bu, sebenarnya.." belum sempat menyelesaikan perkataannya. Terdengar ketukan pintu.

Tok tok tok

"Bentar ya bu, pak" pamit Jihan berjalan keluar melihat siapa yang datang bertamu.

Tak lama kemudian, Jihan kembali masuk bersama seorang pria usia 50 60 tahunan. Pria itu membawa banyak camilan. Martabak, roti bakar, pisang keju, bakmie.

"Bu,pak kenalin ini mas Budi" kata Jihan mengandeng tangan pria itu

Ibu dan bapak jihan hanya diam tertegun saling menatap.

Disisi lain, Jihan melihat semuanya dari kamera cctv rumahnya.

"Pantes mama seneng banget aku keluar, ternyata aku emang nggak dianggep lagi" lirih Anne.

Anne hanya menghela nahas lelah. Saat matanya tak sengaja melihat 2 orang yang sangat dikenalnya. Ia segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Halo, sayang" Kata Anne saat panggilannya terhubung

"..."

"Oh, kamu lagi sibuk sama skripsi kamu?"

"..."

"Gapapa, kalau gitu aku tutup dulu ya" pamit Anne mematikan ponselnya

"Kamu emang sibuk" Anne menatap penuh luka sepasang kekasih didepannya.

Yah, itu Diego. Kekasih Anne yang tadi ditelpon sedang asik bermesraan dengan seorang perempuan yang tak lain adalah Kayla, sahabat dekat Anne.

"Sayang, kapan kamu putusin Anne?" Kayla dengan manja memeluk lengan Diego. Cafe memang cukup sepi dan suara keduanya cukup keras hingga Anne dapat dengan mudah mendengar pembicaraan mereka.

Posisi Anne tertutup pot bunga besar dipojok ruangan. Sehingga Kayla dan Diego tak bisa melihat sosok Anne.

"Sabar ya sayang, aku butuh otak genius Anne untuk skripsiku. Setelah skripsiku selesai, aku akan putus dengan perempuan culun itu" Kata Diego mengelus rambut Kayla dengan sayang.

Ah, jadi selama ini Anne hanya alat untuk Diego.

Lagi-lagi Anne merasa dikhianati oleh orang-orang terdekatnya.

"Ya tuhan mengapa rasanya sesakit ini" sesak Anne menekan dadanya yang terasa nyeri

Mengulang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang