Haooo.
Apa kabar?
Uda siap baca part 4?
Happy reading, gaes.
Jangan lupa ramein!
***
"Hah? Samudera Pasai? Raja?"
Leuca mengerutkan kening tidak mengerti. "Kerajaan apaan tuh, Pak?"
Sepertinya, kepala Leuca harus ditimpuk pake buku sejarah punya Bu Fina biar ilmunya nempel dikit di otak.
Orang itu tak menjawab, masih setia dengan tatap menusuk.
Leuca menggeleng, malas.berpikir lebih lanjut.
"Tidak mungkin kau tidak tahu, Nisanak." orang itu bersuara. Suaranya selalu bikin Leuca kaget.
Untung lah, dia tidak jantungan lalu pingsan.
"Emang gue gak tahu, kok. Kok Anda maksa, Pak?!" Leuca berucap ngegas.
Kalau pak Yahya dengar, guru agamanya itu pasti akan langsung beristighfar setelahnya menasihatinya panjang lebar tentang adab kepada orang yang lebih tua.
"Kau tinggal mengatakan, tidak perlu berpura-pura! Apa yang raja kerajaanmu bawa padaku, Nisanak?" Tatapan orang itu menekan Leuca.
"Membawa perdamaian," jawab Leuca tanpa berpikir.
"Rajamu bersedia menyatu dengan Majapahit?"
Kebingungan Leuca makin menjadi. "Bapak ngomong apa sih, Pak? Gagal paham nih, gue. Tadi Samudera Pasai, sekarang Majapahit. Majapahit tuh yang ada di pelajaran sejarah, kan,?"
Orang itu mengerutkan kening samar mendengar kalimat Leuca yang baginya makin menimbulkan kecurigaan.
"Siapa kau sebenarnya, Nisanak?"
"Bapak nanya nama gue?"
Orang itu menghela napas, mengumpulkan kesabarannya yang mulai menipis.
"Ada syaratnya kalo Bapak mau tahu nama gue," Leuca tersenyum jual mahal.
"Katakan!"
Leuca melirik tangannya yang masih dalam cekalan orang itu. "Lepasin dulu tangan gue, Pak!"
Orang itu melepaskan cekalannya. Leuca langsung memijati tangannya yang ngilu-ngilu karena ulah hantu muka serem.
"Nama gue, Leucaena Leucocephala Subsp Glabrata. Gue dari Jakarta, bukan dari Samudera Pasai." Gadis itu memperkenalkan diri dengan senyum terpaksa. "Udah kan, Pak? Mana tas gue? Gue mau balik ke Dufan nih."
Sebutkan lagi namamu!" Orang itu kali ini merasa butuh pengulangan. Nama Leuca menggunakan bahasa yang sama sekali belum pernah ia dengar.
"Leucaena Leucocephala Subsp Glabrata. Kenapa, Pak? Susah kan nama gue? Keren gak?"
"Namamu aneh. Apa itu berasal dari bahasa Jakarta?"
Leuca tertawa kencang. "Itu bahasa latin, Pak, nama ilmiah. Hantu emangnya gak belajar biologi?"
"Bahasamu asing sekali. Menimbulkan kecurigaan." Orang itu berucap dingin, tak mempedulikan pertanyaan gaje Leuca.
"Asing sekali asing Sekali. Anda aja tuh yang gak pernah belajar, Pak," Leuca Menyahut tidak santai.
Orang itu menggeleng.
Leuca berdecak. "Emang agak susah kalo ngomong sama hantu yang gak pernah sekolah."
"Aku bukan hantu."
"Terserah deh, Pak." Leuca malas melanjutkan, pilih meneliti ruangan tempatnya sekarang berada.
Sepertinya, ruangan itu berfungsi untuk menerima tamu. Meja dan kursi dengan ukiran indah, juga cangkir berlapis emas membuat Leuca tergiur membawa kabur cangkir itu dan menjualnya. Lumayan, bisa dapet banyak uang jajan.
"Walaupun serem ternyata dia kaya," batin Leuca senyum-senyum. "Palakin gak dosa kali ya?"
"Eh gue mau dibawa ke mana lagii, Paak?" Orang itu kembali menarik tangan Leuca, menginterupsi kegiatannya mengamati ruangan kuno seperti bangunan di filem kolosal.
"ke tempatmu sementara."
"Gak mauu, Pak! Gue mau pulaaang. Lepasin gueee!" Leuca memekik kesal. Orang itu sewenang-wenang sekali asal menyeretnya. Memangnya dia benda mati?
"Kau bisa pulang jika kecurigaan ku tidak terbukti," ucap orang itu tegas.
"Eh, bapak suuzonan amat, sih, udah tua lho Pak."
"Apa itu?" Orang itu memandang Leuca tertarik.
"Hah? Apa, Pak?" Leuca tak paham. Pertanyaan orang serem seringnya membingungkan.
Kata asing."
Suuzon?"
Orang itu mengangguk.
"Berprasangka buruk, Pak. Bapak gak tahu? Ah kudet banget. Bapak siapa sih? Hantu dari dimensi mana?"
"Aku ..." Gajah Mada.".
"Leuca menganga. "Bapak pendiri UGM? Saya kalo udah lulus SMA mau kuliah di sana lho, Pak."
Gajah Mada tak menanggapi. Ocehan gadis itu banyak yang tidak dipahaminya.
"Kau akan tinggal di sini." Gajah Mada membawa Leuca ke dalam sebuah ruangan kecil dengan pintu yang amat kuat dan sepertinya tak bisa ia dobrak. Tak ada perabotan apapun selain tikar pandan.
"Kok ruangannya kayak tahanan, Pak?"
"Memang."
"Gue salah apa?"
"Mahapatih!" suara prajurit Kepatihan di kejauhan mengalihkan perhatiannya. Pertanyaan Leuca tak dia jawab.
"Semua barangmu aku bawa." Gajah Mada melangkah menjauh tanpa menunggu persetujuan.
"Eh, gak boleeh, Paak!" Leuca buru-buru mencegah, tapi dia kalah cepat. Gajah Mada telah menyelarak pintu itu kuat-kuat. Setelahnya, menjauh dengan langkah lebar.
"Yaah, ngenes banget sih guee, dirampok bapak aneh. Kagak pegang duit, kagak ada cemilan, kagak ada HP penghilang gabut, bahkan gak ada alat salat. Semua barang gue dibawa dia. Terus, gue mau shalat pake apaa?" Leuca mengoceh, meratapi nasibnya yang sangat apes hari ini.
"Pokoknya, gue harus bisa keluar dari sini, ngambil barang gue, terus cari jalan pulang. Tapi, gimana caranya? Sebenernya ini di mana, sih?"
***
"Pasukan Laksamana Nala sudah kembali tiba di Kotaraja, Mahapatih."
Gajah Mada mengangguk. "Panggilkan Parjo ke mari!"
Prajurit itu kebingungan. Ada beberapa nama Parjo yang bekerja di istana. Parjo yang mana yang Gajah Mada maksud?
"Parjo yang mana, Gusti Mahapatih?"
"Parjo prajurit Laksamana Nala."
***
Ada yang bisa nebak ini latar waktunya tahun berapa?
Btw, komen, vote, dan kritik saran ditunggu, ya.
See you.
Achan.❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
[Majapahit] Who Are You?
Historical FictionHidup Leucaena Leucocephala Subsp Glabrata yang dihiasi kalimat istighfar dari guru agama, wejangan bermakna guru sejarah, mendadak jungkir balik ambyar. Takdir membawanya ke tempat yang tak pernah dia bayangkan, bertemu dengan orang yang tak dia me...