|9| Pencuri hati

20 3 0
                                    


Senara, Anggara, dan juga Ragas, saat ini mereka berdiri di depan pos security. Dengan Senara yang masih memakai gaun pengantin nya, kedua lelaki itu menundukkan kepala nya sambil mengatakan maaf berulang kali. Sedangkan Senara hanya menunjukkan cengiran tak bersalah nya.

Anggara sudah menyarankan kepada Ragas untuk menelpon Ronald beberapa menit yang lalu. Tetapi cowok itu mengatakan akan mengurusnya sendiri tanpa melibatkan Ronald.

"Seperti yang mas dan mbak tau, jika ketahuan mencuri di toko kami maka harus membayar barang tersebut 10 kali lipat. Atau, jika mas dan mbak nya gak sanggup membayarnya saya bisa membawa kasus ini ke kantor polisi," ujar sang Kepala toko itu tegas.

Senara baru ingin menyahut, tetapi di potong oleh Ragas.

Cowok itu tersenyum tipis. "Kami akan bertanggungjawab atas apa yang terjadi hari ini. Sebelumnya saya ingin meminta maaf dulu untuk pihak-pihak yang di rugikan karena kecerobohan teman saya," Ragas menyerahkan kartu namanya kepada Kepala toko tersebut, "Mbak bisa menghubungi nomor yang ada disana untuk ganti ruginya, sebelumnya terimakasih."

Senara membulatkan mata nya melihat Ragas. "Kak, gak bisa gitu dong! Kan gaun nya gak rusak, lagian ini juga bakalan gue beli. Gak adil dong kalau kita bayar 10 kali lipat!"

Ragas memberi isyarat kepada Senara untuk diam.

Senara tidak membiarkan itu. Ia mengangkat sedikit gaun panjang yang di pakainya, kemudian melangkah menghampiri Kepala toko tersebut.

Wanita berumur sekitar 25 tahun itu menatap Senara tanda tanya. Tanpa di duganya, Senara mendorong sedikit bahunya lalu menjambak rambutnya.

"LO PIKIR LO SIAPA BISA MERAS UANG KAK AGAS, BANGSAT!"

Wanita itu terkejut. Namun ia tak membalas Senara, ia hanya menahan kepalanya untuk menghindari rasa sakit pada kepalanya.

"SEPULUH KALI LIPAT LO BILANG? MENDING GUE DI BAWA KE KANTOR POLISI DARIPADA HARUS NGEBAYAR GAUN MURAHAN INI!" Senara tampak murka.

"Mbak, lepasin. Saya hanya mengikuti prosedur."

"WOI, SENARA! LEPASIN! GILA LO." Anggara berusaha menarik Senara, namun terlihat sia-sia karena tenaga gadis itu bertambah kali lipat ketika marah.

Ragas yang melihat itu dengan cepat menarik tubuh sang Kepala toko yang sudah merintih kesakitan itu. Berhasil, ia langsung menyembunyikan tubuh wanita itu di belakang tubuhnya.

"Senara, stop. Masuk ke mobil gue sekarang." Ragas menatap Senara datar. Ia menatap Anggara memberi intrupsi untuk membawa Senara masuk ke mobil.

Dengan cepat Anggara membawa Senara masuk ke dalam mobil. Meskipun Senara memberontak, ia tetap mengikuti Anggara dengan napas tak beraturan.

"Gila lo, Nar." Anggara langsung mengucapkan ketika mereka telah di dalam mobil.

"Dia tuh yang gila! Tampang wanita bayaran kayak dia pasti mau morotin kak Agas!" ujar Senara nyolot.

Senara mengingat jelas gimana gestur wanita yang menjabat sebagai Kepala toko itu tadi ketika di dalam Mall. Wanita itu sengaja menggoda Kak Agas nya dengan pakaian ketat nya, Senara bahkan melihat wanita itu sengaja membiarkan kancing atas kemejanya terbuka hingga memperlihatkan buah dada nya.

Senara tak bisa membiarkannya begitu saja. Karena hal itu bisa menjadi alasan nya untuk menjambak wanita itu, Senara pun menjambak nya tanpa ampun.

"Iya, Nar, iya. Lo doang yang benar." Anggara menyandarkan punggungnya ke kursi penumpang, ia memperhatikan Senara dalam diam. Gadis itu sungguh luar biasa di mata Anggara.

Senara yang mulai risih dengan gaun nya menggerutu kesal. "Ini gaun nya juga gak bakal gue pakai. Gue lelang aja kali ya."

"Daripada lo lelang mending lo kasih ke orang yang kurang mampu."

"Diam lo monyet," ujar Senara kesal. "Mending lo bantu bukain ni gaun, panas banget gerah gue."

"Sini gue bantu buka. Balik badan buru!" perintah Anggara.

Sambil berdecak Senara membalikkan badan nya. Ia memiringkan kepalanya, menyingkirkan rambutnya dari punggung. Memberi akses kepada Anggara untuk membuka resleting gaun nya.

"Gue hajar lo sialan kalau sampai lo mikir hal mesum ke gue."

Dengan cepat Anggara menoyor Kepala Senara. "Bahkan gue gak doyan sama dada tepos lo!"

"ENYAH LO RARAAA!!" teriak Senara.

****

"Ya, thanks buat hari ini. Lo cukup merepotkan gue hari ini, Anggara." Senara berucap sambil memutar kedua bola matanya. Ia memberikan jari tengah kepada Anggara ketika cowok itu memelototkan matanya.

Senara kemudian menatap Ragas. Gadis itu tersenyum ngerasa bersalah. "Maaf ya, Kak, hari ini gue nyusahin lo. Buat bayaran ganti rugi nya pake uang tabungan gue aja."

Ragas mengangkat sebelah alisnya. Apa ia tidak salah dengar? Senara akan membayar gaun itu dengan tabungan nya? Bahkan gaun nya tidak di bawa nya pulang. Ia serahkan kepada Anggara tercinta karena Senara tidak sudi memakainya.

"Gue aja yang bayar. Gaun yang lo beli gak semurah yang lo pikir."

"Berapa emang?" tanya Senara.

"Gak perlu tau." Ragas melewati Senara, kemudian ia menghampiri Ronald yang baru keluar dari balik pintu.

"Halo, Om." Ragas dan Anggara menyalimi Ronald bergantian.

"Sudah pulang? Tumben pulang nya malam begini, Om kira Senara nya mau nginap di rumah kalian." Ronald tertawa jahil sambil mengatakannya.

"Maaf, Om, pulang nya kemalaman. Tadi ada insiden kecil pas mau pulang, tapi udah selesai kok, Om," jawab Ragas tidak enak.

Anggara berdecih pelan, "ya gara-gara anak tercinta, Om."

Senara yang mendengar nya tidak terima, "Maksud lo apa, Rara?!"

"Lah emang bener kan, gara-gara lo!"

"Gak usah nuduh yang enggak-enggak lo!"

"Terus maksud lo gara-gara gue gitu?!"

"Ya, iya lah!" teriak Senara.

Anggara akan membalas nya lagi, namun Ragas segara berucap. "Maaf, Om. Anak berdua ini tadi buat sedikit masalah, tapi udah saya urus kok, Om."

Ronald hanya menggelengkan kepalanya. "Hati-hati loh kalian berdua, biasanya yang berawal dari sering berantam entar jatuh cinta."

"OGAH!" jawab Senara dan Anggara bersamaan.

Ronald tertawa geli. Ia sangat dengan senang hati jikapun iya, karena Ronald sudah mengenal kedua anak bujang itu sejak kecil.

"Pah, gak usah ngomong aneh-aneh. Gak mungkin aku suka sama dia, ya meskipun dia ganteng, Pah. Aku bakal perjuangin kak Agas buat jadi pacarku."

"Macam iya aja kamu, Nar."

"Iya, dong, Pah."

Ronald tidak menggubris lagi ucapan Senara. Ia menatap kedua cowok itu, dan mengajak kedua nya untuk mampir dahulu. Namun di tolak secara halus oleh Ragas karena ada urusan yang harus di selesaikannya.

"Maaf, ya, Om. Kami pamit dulu."

"Hati-hati di jalan ya, titip salam buat papa mu."

"Siap, Om."

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two ProtectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang