Livia mengamati sebuah rumah duka dengan perasaan tidak enak. Kenapa pula surat penugasan harus di tempat seperti ini? Livia mengekori pria di sampingnya ke manapun mereka pergi.
"Siapa yang sebenarnya meninggal?" Tanya Livia setengah berbisik. Pria itu melirik Livia sesaat.
"Aku tidak ingat namanya, tetapi dia adalah akuntan yang izin selama 2 hari kemarin." Terang pria itu dengan suaranya yang lirih, Livia membeku sesaat. Entah mengapa ia merasakan sesuatu yang salah, benar-benar salah!!!
Setelah bercakap-cakap dengan keluarga dari akuntan-entah siapa-, Livia mengikuti pria bersetelan mewah itu ke mobil bmwnya, kemudian mereka sama-sama pulang kembali ke kantor.
Selama di perjalanan, Livia mengaitkan jemarinya dengan erat, 'tidak, masih ada orang lain. Mereka pasti membuka lowongan untuk tenaga kerja baru. Pasti'
"Ada apa?" Tanya pria itu dengan santai. Livia mengamati jalan raya di hadapannya dengan tegang.
"Perusahaan akan mengambil akuntan baru kan?" Tanya Livia masih dalam ketegangannya. Ia mendengar dengusan geli dari orang di sampingnya.
"Tentu saja mereka akan merekrutmu." Gumam pria itu telak membuat Livia menatapnya ragu-ragu.
"Sementara?" Tanya Livia penuh harap.
"Memangnya kenapa? Bukannya kau malah naik pangkat?" Tanya pria itu keheranan. Livia meneguk ludahnya dengan susah payah.
"Kurasa akuntan tidak cocok denganku. Aku lebih cocok di bagian pemikiran konsep pemasaran." Terang Livia membuat pria di sampingnya terkekeh pelan.
"Kalau begitu aku akan membuatmu cocok menjadi akuntan." Putus pria itu tanpa menyadari perasaan dan ekspresi Livia yang telah berubah menjadi mendung.
Di dalam hatinya Livia meruntuki nasibnya sendiri, sampai dia mendapatkan julukan yang pantas untuk pria di sampingnya. 4-angka sial! Pembawa malapetaka!
Sesampainya dikantor, Livia buru-buru ke meja kerjanya-meninggalkan 4-, sampai ia terperangah mendapati semua berkas dan barang-barangnya lenyap. Hanya tersisa komputer, mouse, keyboard, cpu, dan printer. Hanya itu! Kemana barang-barangnya?
"Livia, barang-barangmu baru sajadi pindahkan." Gumam Nakamura dengan ekspresi wajahnya yang sulit di baca oleh Livia, tetapi buru-buru Livia tidak memperhatikannya lagi, dan pergi keluar ruangan untuk mencari CEOnya.
"Aku meindahkan mejamu di lantai 25," terang CEOnya membuat Livia menatapnya dengan sedih.
"Kenapa kau tidak mencari orang yang memang hebat dalam spesailis ini?" Tanya Livia dengan penuh harap.
"Kepercayaan Livia." Terang CEOnya membuat Livia menatapnya dengan heran. "Kepercayaanlah yang membuatku memilihmu dari pada yang lainnya." Terang CEOnya membuat Livia memejamkan matanya kemudian menarik nafasnya dalam-dalam.
"Kalau memang itu pilihanmu, aku ingin kau memberiku cuti selama satu minggu." Terang Livia sukses membuat CEOnya menatap Livia dengan keheranan.
"Tetapi.." CEOnya belum selesai berkata, Livia sudah menyelanya "Aku mohon, karena aku sungguh-sungguh membutuhkan liburan ini." Terang Livia kemudian, membuat CEOnya menarik nafas dengan berat.
"Baiklah, hanya seminggu dan tidak lebih." Putus CEOnya kemudian.
•°•
Livia mengamati bangunan bergarasi besar, dan berlantai satu dengan menerawang. Undak-undakan kecil sebelum menuju pintu membuatnya teringat masa lalunya yang lampau. Ya, rumah ini penuh dengan kenangan.
Perlahan Livia berjalan, menaiki satu demi satu anak tangga, kemudian di ketuknya pintu dengan perlahan. Tak lama kemudian pintu di buka, dan Livia mendapati seseorang yang tidak di kenalinya telah berdiri di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Warm Sky
RomanceLangit musim semi Tokyo, dihiasi dengan kelopak-kelopak bunga sakura, yang perlahan-lahan akan berjatuhan. 5cm/s kecepatan sebuah kelopak bunga sakura berjatuhan. Kira-kira akankah kelopak yang jatuh dan di hanyutkan sungai dapat kembali ke tangkain...