"Lo rasakan sesuatu gak? Kek hawa gak enak gitu,"
"Lo aja yang penakut. Apa-apa langsung ngumpet atau gak cari tameng, pantesan gak kuat-kuat lo."
"Gue kuat, ya. Buktinya gue pernah lawan musuh bareng lo sama Dika gitu. Inget?"
Indra menghiraukan pembelaan Taro yang penuh omong kosong. Lebih menjelajahi seni patung, lukisan, serta seni instalasi yang menyilaukan retina. Bangunan yang penuh dengan kaca sebagai tembok, dan pencahayaan sungguh mengganggu mata. Boleh jujur, Dia sangat membenci akan hal ini dan kepingin pulang saja.
"Sabar, sabar. Anak sabar disayang Papa." batin Taro mengelus-elus dada dengan tingkah Indra yang terkesan bodoh amatan sekali.
Indra meluruskan pandangan ke sebuah lukisan yang begitu menarik perhatiannya akibat bisa terisi objek tergabung dengan satu lukisan yang dapat bikin orang terkecoh untuk memandanginya. Mungkin cocok untuk digunakan teks psikologi.
Di dalam lukisan, terdapat tiga objek yaitu macan kumbang terletak di bagian kiri, sedangkan burung terletak di kanan, dan wajah wanita terletak di antara keduanya, bagian tengah.
Saat pandangan jatuh ke lukisan tersebut, Indra melihat seekor burung dengan melotot tajam ke bawah, sorotan mata burung tersebut dipergunakan untuk mata kanan seorang wanita yang ada pada gambar.
"Gue penasaran sama makna gambar ini." batin Indra
Indra melanjutkan dengan gambar selanjutnya yang terletak 4 langkah dari gambar sebelumnya. Gambar kali ini lebih gelap dari lukisan pertama.
Lukisan tersebut penuh keheningan, kedamaian, keresahan, dan keseimbangan hidup yang tidak mudah, layaknya sebagai air melanggak-lenggok memenuhi arus yang ada.
Ketika memperhatikan dengan detail karya yang terpajang, hatinya bersedih, emosi kekecewaan yang terpendam bangkit secara tiba-tiba akibat persilahkan menerima sisi sedih untuk muncul.
Pancaran kosong yang menunjukkan fokus pada pikiran atau perenungan yang mendalam serta kedipan mata yang tidak bergerak, hanyut dalam frekuensi memori masa lalu kelam hidup ini.
"Apakah gue bisa hadapi ini lebih lama lagi?" monolog Indra yang tidak yakin akan selesai sebab permasalahan terlalu rumit
Titik terang dari paparan positif terlintas di kepala Indra. Dia langsung menggeleng-gelengkan kepala tersadar akan pikiran negatif yang seharusnya dibuang jauh-jauh karena paham jika dirinya berpandangan tidak akan selesai, alam bawah sadar akan terus mewujudkan keinginannya dengan mudah.
Oleh sebab itu, dia akan terus menyangka akan membaik seiring berjalannya waktu dan pesimis akan terjadi jika Kita terus berpikiran positif.
"Tar, Tar, kek wajah lo banget, Tar." bercanda Dika sampai terpikal-terpikal
"Omongan lo frontal banget, Babi. Gue gak sejelek itu tau gak lo."
"Persis banget, Woi, coba praktek,"
Taro coba praktekkan apa yang dikatakan Dika barusan untuk buktikan sendiri dengan kekesalan yang menyangkut. Jempol bulat Dika menekan Tombol shutter camera hp sebagai bahan bukti luapan mimik Taro yang konyol dan jelek begitu.
"Anjing, ternyata mirip banget. Jelek banget gue." umpatan kasar Taro muncul frontal tidak terkendali menyaksikan wajahnya menyatu dengan patung sedang hitam tersebut bikin mentalnya down seketika.
Gelak Dika membanjiri museum yang dikunjungi, berubah menggema penuhi tertawaan kedua sahabat Taro. Indra yang menonton adegan temannya yang radak-radak itu, ikut terhibur dan hilangkan gengsi untuk tidak ketawa kencang.