11. BISIKAN MALAM MENCEKIK

30 3 0
                                    

Malam menyapa, menyelimuti Daraya dengan selimut keheningan yang syahdu. Cahaya rembulan yang remang menembus celah tirai, membingkai bayangannya yang bergerak di depan cermin kamar mandi. Air hangat mengalir membasuh tubuhnya, membawa pergi lelah dan penat hari yang panjang.

Daraya memejamkan matanya, merasakan kehangatan air yang menyelimuti kulitnya. Pikirannya yang semula berkelana kini terpusat pada sensasi damai yang menenangkan. Satu per satu, dia membersihkan setiap bagian tubuhnya dengan penuh kesadaran, bagaikan sebuah ritual suci sebelum memasuki alam mimpi.

Dengan gerakan yang perlahan dan anggun, Daraya mengeringkan tubuhnya, aroma terapi lavender yang menenangkan menyelimuti ruangan. Dia mengenakan piyama yang nyaman dan lembut, membungkus tubuhnya dengan rasa aman dan nyaman.

Langkahnya yang ringan membawanya ke tempat tidur, selimut yang empuk menyambutnya dengan hangat. Daraya merebahkan diri, merasakan kelelahan yang perlahan memudar. Dia memejamkan matanya sekali lagi, siap untuk menyambut pelukan malam yang penuh mimpi indah.

Dalam kesunyian kamar, Daraya hanyut dalam lautan ketenangan, siap untuk memulai petualangan baru di alam mimpi. Di sana, dia bisa melepaskan diri dari segala beban dan kekhawatiran, menemukan kedamaian dan inspirasi yang dia cari.

Namun, ilham tidak mendatangkan ketenangan dini hari yang terus dilanda Daraya yang tidak tau pemicunya apa.

Keinginan untuk terlelap mengantarkannya ke ranjang, tetapi pikirannya bagaikan kuda liar yang tak terjinakkan, berlari kencang tak tentu arah.

Beban tak ternama menekan kepalanya, bagaikan kabut tebal yang menghalangi fokusnya. Daraya meraba rambutnya yang lebat, berusaha menenangkan gejolak dalam benaknya. Matanya terpejam rapat, menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir rasa resah yang mendera.

Tak kunjung menemukan ketenangan, Daraya menyandarkan tubuhnya di headboard ranjang, memandangi kegelapan kamar dengan tatapan kosong. Musik klasik yang tenang mengalun dari speaker kecil di sudut ruangan, melodinya yang lembut bagaikan aliran air yang menyejukkan jiwa.

Dia memejamkan matanya kembali, membiarkan musik membawanya ke alam lain. Bayangan-bayangan indah bermunculan di benaknya, membawa kedamaian dan ketenangan yang dia rindukan.

"Ada apa gerangan, Gadis kecil. Kenapa kamu tampak gelisah?"

Daraya sebelumnya melamun, mengedipkan kedua mata satu kali, enggan untuk respon beberapa detik.

"Raya juga gak tau, Tuan. Di sini, seperti ada yang awasi Raya tapi dia gak mau tunjukkan batangnya," lirih Daraya bingung dengan perasaannya sendiri

"Kamu belum memulai perjalanan wahai gadis kecil. Ini baru permulaan yang dibuat si jelek bangka untuk membuat dirimu gak betah,"

"Energinya kuat, Tuan. Bikin Raya sesak. Baru semalam sudah seperti ini, bagaimana dengan hari-hari berikutnya?"

"Sering-seringlah meditasi sekaligus berdoa untuk menetralkan energi negatif itu, Gadis kecil,"

"Jangan sampai kalung yang diwariskan untukmu, kamu hilangkan. Itu adalah jimat dan ruang penghubung yang khusus diberikan keluarga untuk cucunya sejak turun temurun,"

"Mari mendekatlah ke Kakek biar saya kirimkan energi serta penghalang hawa buruk ke kamu,"

Daraya mendudukkan dirinya ke lantai bersila dengan menegakkan tubuhnya, kedua mata terpejamkan nikmati aliran energi terasa masuk perlahan cukup dahsyat.

Dari ujung kaki hingga kepala, terasa deras mengalir kekuatan positif yang diberikan dalam diri yang bagaikan air terjun yang murni semurni samudra.

"Sudah, Gadis kecil. Kakek sudah berikan setengah energi ke dirimu. Silahkan buka matamu dan rasakan energi tersebut,"

Daraya perlahan membuka mata, dengan pupil menyesuaikan diri oleh cahaya remang-remang di kamarnya. Rasa lelah masih menyelimuti tubuhnya, tetapi sensasi hangat positif terus mengalir sejuk bikin dirinya mengantuk sekarang.

Tanpa lanjutkan pembicaraan lagi, Daraya memposisikan dirinya di atas kasur dengan posisi dadanya atau bagian depannya menghadap ke atas.

Penjaga setia Daraya mengawasi setiap pergerakan Gadis kecilnya yang nampak mencari posisi ternyaman untuk tidur sampai benar-benar pulas.

Ketika Tuannya yang sudah tertidur nyenyak, tiba-tiba datanglah sosok tidak diundang datang mengganggu ketenangan diri.

Daraya menggeliat tidak nyaman, merasa terusik seperti ada pergerakan gesekan yang begitu tajam menjamik pipiku yang lembut.

Sebuah sentuhan tak terduga, kasar dan menusuk, membuatku mengeratkan guling yang aku peluk menjadi sangat kuat.

"Grhm," geramku merasa terusik

Sosok dengan rambut panjang terurai kini melayang di udara serta senyum jahilnya mengukir mematikan, menyorot tajam bikin merinding.

Sedangkan di satu tempat yang sama, posisi yang berbeda, Kakek buyut Daraya yang memperhatikan dari jauh, mengeluarkan kekuatannya untuk menjahili balik setan itu sebab tidak terima Gadis Kecilnya dijahili.

Tangan digerakkan, mengeluarkan benda berukuran kecil nan ringan, lalu dilemparkanlah benda tersebut ke dahi Setan, bikin dirinya tengak-tengok ke kanan lalu ke kiri.

Ketika sadar ada yang mengawasi dan melempari sebuah kelereng ajaib, Kuntilanak satu ini memundurkan diri dari Daraya, ketakutan merespon sang Kakek buyut yang nampak membersut tajam dengan energi positif yang tinggi bikin sang Kuntilanak panik melarikan diri tidak berdaya.

Sebelum melarikan diri, Khodam milik Daraya mengaum indah nyaring dan sangat nyaring bikin Kuntilanak yang berada di samping Tuannya, kini berganti di tembok dengan banyaknya lem di dinding, mencabik-cabik kasar tergambar amarah menggebu-gebu.

Ketakutan semakin menjadi-jadi dirasakan Kuntilanak yang telah salah menargetkan ataupun ingin bercanda dengan sosok Gadis manis mungil ini. Dia pikir kosongan dan mudah untuk mengusik anak manusia satu ini karena wanginya yang enak. Namun, ternyata kebalikannya. Justru dialah yang dibikin kaget dan dihajar habis-habisan.

Kapoklah dia, melarikan diri dari kamar Gadis kecil yang sangat Ia jaga baik-baik sampai sekarang, keadaan kembali normal sedia kala kemudian putuskan untuk menghilang biar Daraya pulihkan kembali energinya yang terkuras karena hari esok ada kejadian lebih membahayakan di depan sana siap membabi buta sang cucu.

Keesokan harinya, Daraya dibangunkan oleh sang kakak tercinta nan Possesif dengan sangat sabar karena sulit untuk membangunkan sang adik kali ini masih tutupkan mata.

"Dek, semua keluarga sedang siap-siap sambil nunggu kamu. Ayo, bangun. Ingat, ini bukan di rumah! Jadi jaga sikapmu, Dek ..." Ellgar menepuk-nepuk tubuh Daraya.

"Bentar, Kak, aku ngantuk. 5 menit ya ..."

Ellgar menolak dan tidak sabar bangunkan adiknya. "Tetep gak bisa, Dek. Ayo bangun. Apa kakak gendong, hm? Terus mandikan kamu?!"

Dengar kata mandikan seketika membuka mata lebar-lebar, merinding semua menolak ajakan sang kakak telah berharap mengiyakan jawabannya.

"Jangan ... kakak jangan mandikan Raya. Biar Raya sendiri aja. Raya gak mau kejadian minggu lalu terulang. Gak akan!" Melototkan mata dengan bibir sedikit mengerucut lalu berdiri ambil handuk.

Ellgar tertawa menggoda. "Kakak janji deh gak akan gitu lagi. Tapi kamu gemes banget loh, Dek, sampai coreng banget wajah kamu penuh dengan busa sampoo,"

"Bodoh, Raya benci kakak. Jauh-jauh dari Raya sebentar. Raya mau mandi dulu!" Menutup pintu kamar mandi meninggalkan sang kakak masih tertawa lihat kelakuan sang adik.

"Dek, Dek, kamu selalu bikin kakak tertawa." gumamnya

BERSAMBUNG

Buat : Kamis, 4 Juli 2024
Publik : Sabtu, 3 Agustus 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NODUS TOLLENS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang