10. KOTA PARIWISATA

60 7 1
                                    

Secara tidak terduga, Ellgar dan Daraya telah tiba di Yogyakarta bersama kedua orang tua mereka, di tempat di mana saudara jauh dari pihak ibu tinggal. Ketika mereka tiba di sana, keduanya terpukau saat berdiri di depan rumah bibi mereka, menatap dengan kagum struktur bangunan yang megah.

Dengan ornamen-ornamen artistik, Pintu dan jendela rumah kaya dihiasi dengan ukiran yang rumit dan desain yang artistik, bangunan kokoh yang nampak modern-tradisional, warna yang tetap kental akan tradisional-modern, serta Rumah itu tidak kalah besar dari tempat tinggal mereka sendiri, bahkan mungkin terlihat lebih luas. Mereka tidak bisa menahan rasa kagum saat melihat halaman rumah yang luas dan tampak depan rumah yang begitu mengesankan.

Bahkan di depan halaman, disambut dengan patung manusia tua memakai topi tradisional, berdiri di tengah dengan lingkaran air membentuk air mancur di sekelilingnya.

Dengan rasa hormat dan keterpesonaan, Ellgar dan Daraya mengamati setiap detail rumah bibinya dengan pandangan yang penuh kagum. Mereka merasakan sentuhan nostalgia ketika membandingkan struktur bangunan itu dengan rumah mereka sendiri, dan terkesima oleh keindahan dan kemegahan rumah tersebut. Kehadiran mereka di sana dihiasi dengan aura kekaguman dan rasa hormat terhadap tempat tinggal keluarga besar mereka di kota tersebut.

Di hadapan rumah yang mengesankan itu, Ellgar dan Daraya merasakan kebanggaan dan rasa syukur atas kekayaan sejarah keluarga mereka. Mereka merenung, terinspirasi oleh warisan keluarga yang begitu megah, dan berjanji untuk menjaga dan menghargai akar-akar keluarga yang kuat itu. Dengan penuh rasa hormat, mereka memasuki rumah itu, siap menjalani momen berharga bersama keluarga yang dicintai.

"Ayo, masuk, anak-anak. Jangan melamun di luar!" tegur Evellyn, memperhatikan kedua anaknya bengong ke sekitar, tidak menyadari kalau orang tua mereka sudah di depan pintu masuk

Daraya dan Ellgar menggeret koper bawaan pribadi, mengikuti perintah sang Mama. Baru setelah itu, pintu terbuka menampilkan sosok perempuan yang berkisar lebih muda dari Evellyn sendiri.

"Sore, Eve. Bagaimana kabarmu? Kamu makin tambah cantik aja,"

"Bisa aja, Nih. Kamu ejek aku, ya? Justru cantikan kamu malahan, tambah kelihatan muda," goda Evellyn balik.

"Sudahlah gak perlu diperdebatkan lagi. Kita memang sama-sama cantik dari dulu." Sepasang Ibu bersaudara tertawa menanggapi candaan itu. "Oh ya, suami kamu sama anak-anak gimana? Sehat?"

Evellyn tersenyum. "Alhamdulliah, sehat. Ini mereka," Menujuk suami dan kedua anaknya.

"Mas, anak-anak, kenalkan ini adik sepupu Mama hanya 1 tahun jaraknya yang bernama Gusti Raden Ayu Naewari Agung Putri, kini menjabat istri raja,"

"Hai, anak-anak. Kalian sudah tumbuh besar ternyata, tampan dan cantik," Istri Raja memegangi muka Daraya kagum dengan kedua anak sepupunya.

Ketika pipi dipegang, sontak beberapa memori kejadian minggu-minggu ini tergambar jelas di indera Daraya. Dalam keadaan seperti ini, visionnya tidak bisa terkendali aman. Selalu bikin hidup sendiri, sebentar lagi terkena masalah, tebaknya.

Daraya memejamkan mata, menerima beberapa gambaran yang diterima bikin semua anggota keluarga, bertengkar dengan pikiran masing-masing apa yang akan terjadi setelah si bungsu sudah seperti ini, berharap untuk tidak bikin masalah sementara waktu. Berdoa akan baik-baik saja.

Naewari yang tidak tau apa-apa justru panik, khawatir terjadi sesuatu dengan anak perempuan saudara, padahal pikirannya tidak melakukan apapun kepada si kecil.

"Hei, Sayang, kamu tidak apa-apa?" lembut Naewari berusaha bangunkan Daraya dengan menggoyang-goyangkan gunakan tangan satunya.

Ellgar yang tepat di samping sang adik, memegang pundak miliknya, menopang supaya tidak roboh setelah vision selesai.

Beberapa detik akhirnya, Daraya kembali sadar, perhatikan satu persatu orang di sekitarnya yang nampak panik, jelas di tampang mereka semua.

"Halo, kamu tidak apa-apa, kan?" kata Naewari mencoba ajak Daraya bicara kembali lagi

Daraya mengedipkan mata dua kali. Bengong sementara waktu. Kembali menjawab. "Maaf, Ratu. Saya tidak apa-apa,"

Senyuman lega terukir di bibir Naewari. Geli sendiri setelah dengar panggilan Ratu keluar dari mulut gadis muda di depannya ini, terasa aneh jika anak dari saudaranya sendiri memanggil dengan panggilan yang biasa dipanggil orang lain di Istana kecil, tampak familiar.

"Kamu gak perlu terlalu formal gitu, Sayang. Panggil aja Mama Agung, ya. Kamu kan masih ada hubungan darah sama Mama, Hm," Usap-usap lembut pipi Daraya penuh kasih sayang dianggap anaknya sendiri.

"Baik, Mama Agung," Hangat Daraya terbata-bata yang sedikit takut dan rasa aneh manggil orang lain Mama.

Dalam panggilan yang menyentuh hati, Naewari merasakan kegembiraan yang memancar, sebagaimana bunga yang bermekaran saat disiram air untuk memastikan pertumbuhannya. Sebab Bibir mungilnya mengucapkan kata-kata yang selama ini sangat diinginkan, meskipun takdir Tuhan memberinya anugerah berupa anak laki-laki semata.

"Nama kamu siapa?" Naewari bertanya ke Daraya. "Ini kakak kamu, ya?"

"Nama saya Daraya panggil aja Raya, Mam. Sedangkan ini kakak saya, Ellgar,"

"Salam kenal, Tante," bungkuk Ellgar hormat

"Panggil saya Mama Agung seperti Raya aja, ya," Ellgar mengangguk mengerti.

"Anak-anak kamu sangatlah sopan, Vier. Gak salah Evelyn jatuh cinta ke kamu, kalian melahirkan keturunan yang mengesankan,"

Pujian kecil Naewari sontak bikin Xavier dan Evelyn merah tomat, senyum menanggapi adik sepupunya ini selalu goda kami berdua bahkan sebelum menikah. Hati mereka sudah berteriak-teriak kesenangan.

"Ayo, masuk, kalian harus istirahat terlebih dahulu baru setelah itu kita makan malam,"

"Kedua pembantuku akan tunjukkan arah tempat tidur kalian," Naewari mengarahkan pelayannya dengan Keluarga Ozig

Setelah memerintahkan pelayan, Naewari kembali ke kamar membersihkan perlengkapan yang tergeletak di kamarnya.

Keluarga Ozig istirahat di kamar yang telah disediakan. Pastinya Ellgar dan Daraya dipisah karena mereka sudah besar. Sebelum tidur, Ellgar mampir ke kamar si bungsu sekedar basa basi sebentar.

"Dek, kamu tadi kedapatan vision apa?"
Duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur besar Daraya

"Biasa, kak. Gak terlalu penting. Hanya cerita kilas Mama Agung yang bahagia dengan kehidupannya, punya 2 anak,"

"Bagus, deh. Semisal kamu dapat vision, urusan yang lebih kompleks, tolong jangan bocorkan, ya. Ini bukan tanggung jawab kita,"

"Di sini hanya liburan sekaligus temani Mama jenguk aja,"

Daraya mengemut permen merah panjang kurangi rasa pahit di mulut. "Santai aja kali, kak. Raya juga malas ikut campur. Ribet kalau politik,"

"Yaudah bagus kalau kamu paham." Serius Ellgar tidak ingin adiknya terkena masalah di kota yang tidak seharusnya dilakukan. "Dek, minta snack-nya!"

Ekor mata Daraya melirik malas. "Memang punya kakak di mana, loh?!"

"Kakak gak bawa, Dek, lupa. Minta dong," Ellgar cengar-cengir seperti jocker ingin rampas snack sang adik.

"Minta, tapi jangan semua! Hanya satu biji aja!" tegur Daraya masih mengapit snack di dada

"Yaelah, Dek. Jajan kamu loh satu koper, kenapa kamu pelit banget?!"

"Suka-suka Raya dong. Kan Raya yang beli," Masih mengemut permen.

"Ayolah, Dek, minta," Ellgar pasang wajah memelas ke si adik

Daraya bergidik ngeri tinjau wajah jelek sang kakak bikin ingin mengeluarkan semua makanan hari ini akibat tingkah konyol tertua.

"Iuh ... jelek banget. Nih, minta aja. Kita makan bareng dan gak usah pasang wajah gitu lagi!"

BERSAMBUNG

Buat: Senin, 19 Februari 2024
Publik: Senin, 19 Februari 2024

NODUS TOLLENS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang