❝Kita para pendosa. Kita satu keturunan malapetaka. Hidup tanpa akal sehat atau mati secara tidak hormat?❞ —The X
***
"Nda bikin tarlets. Baru belajar sih, mudah-mudahan enak. Kamu makan ya, Zayn. Sekalian bagiin ke Stevan atau Aska, mereka pasti suka," kata Keyla sore waktu itu.
"Tarlets?"
"Iya, waktu itu diajarin resepnya sama Shea. Dia kan pinter bikin ginian. Jadinya Nda nyoba juga," balas Keyla lagi. "Dimakan Zayn. Peanut tarlets."
Zayyan tidak bicara saat Keyla membekalinya makanan itu. Separuhnya untuk Stevan dan Aska, lalu setengah lagi untuk dirinya. Bukan karena nama Shea yang lagi-lagi disebutkan ibunya hingga Zayyan bergeming, melainkan karena peanut tarlets ini. Zayyan alergi parah dengan apapun yang berbahan kacang tanah, dan Keyla tetap memberikan ini untuknya. Padahal wanita itu tau, sudah diberi tahu.
"Nda, ini ada kacangnya."
Keyla mengangguk. "Tau, terus?"
"Zayyan nggak bisa makan itu, Nda. Nanti lidahnya bengkak," jawab lelaki itu.
Keyla berkedip polos, begitu cantik dengan balutan gaun selututnya. "Sejak kapan? Sejak kapan Zayyan alergi kacang? Nggak, tuh. Dari dulu bukannya suka?" tanya Keyla, ia tidak mungkin salah ingat dengan hal-hal yang disukai oleh putranya. Wanita itu paham betul favorit Zayyan. "Ambil gih, nanti makan."
Zayyan menarik napas panjang. "Iya, Nda." Lelaki itu menerima tarlets tersebut, tanpa melanjutkan protes.
Sebab tidak mau mubazir, Zayyan bagikan tarlets tersebut pada semua anggota timnya saat lelaki itu berangkat latihan. Terutama pada Stevan dan Aska, mereka memakannya dengan lahap. Masakan Keyla memang seenak itu. Andai ia tidak memiliki alergi, pasti Zayyan akan menghabiskan menang buatan ibunya ini.
Sepanjang latihan futsal, pikiran Zayyan hanya kembali mengingat senyuman yang terhias di wajah Keyla ketika membekalinya peanut tarlets ini. Setiap hari wanita itu menatap Zayyan seolah harta paling berharga. Harusnya Zayyan Arlen senang, tetapi kembali lagi pada kenyataan jika apapun yang Keyla berikan, itu semua tidak nyata untuk dirinya.
"Kami beda, Nda. Nda nggak bisa menjadikan salah satu sebagai tokoh utama, sementara yang lain dijadikan bayangan."
"Kamu mikirin apa?"
Zayyan menoleh ketika suara Alea terdengar. Gadis itu baru pulang kursus menjahit, dan Zayyan datang menjemputnya kemari.
"Aku boleh masuk?" tanya Alea, masih berdiri di ambang pintu mobil dan Zayyan langsung mengangguk. Lelaki itu membantu memasangkan seatbelt pada Alea. Gadis itu melirik tiga cup tarlets yang disisihkan oleh Zayyan di atas dashboard. "Kamu beli ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA : Last Flower
Novela JuvenilMadava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dikenal sebagai kutukan setan. Ia habis disumpah serapahi, bahkan hingga akhir kematiannya. Awalnya semu...