🌲 Yogyakarta

278 46 1
                                    

Aroma laut yang khas langsung tercium begitu Jovan memarkirkan mobilnya. Mereka berdelelapan keluar satu persatu. Ada yang meregangkan badan, merentangkan tangan sambil menghirup napas dalam-dalam, mengernyitkan dahi karena teriknya matahari, ada juga yang sibuk mengeluarkan barang-barang dari dalam tas.

Berjam-jam perjalanan dalam mobil akhirnya menuntun mereka ke sebuah panorama yang begitu indah. Birunya langit yang menyatu dengan lautan, segerombol awan yang menghiasi angkasa, angin laut yang menyegarkan, serta suara deburan ombak yang kencang namun menenangkan.

Pantai pertama yang mereka kunjungi adalah pantai Watulawang. Karena mereka datang bukan di hari libur, jadi pantai itu tak begitu ramai—sangat sempurna untuk dinikmati.

 Karena mereka datang bukan di hari libur, jadi pantai itu tak begitu ramai—sangat sempurna untuk dinikmati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Livi berlari ke bibir pantai, disusul Rosie sambil memegang topinya agar tidak terbang. Kepenatan yang menumpuk akibat kerjaan rasanya hari itu menghilang terbawa ombak ke tengah lautan. Rosie sih sudah sering pergi ke tempat-tempat wisata, tapi Livi yang hari-harinya hanya dihabiskan untuk bekerja merasa sudah lama tak merasa sebebas ini. Senyumnya lebar sekali ketika ombak menyapu kakinya yang sudah telanjang. Sepatunya ia tanggalkan begitu saja di belakangnya.

“Inget umur loh kalian, masih aja lari-lari kaya bocah.” Yuskhaf menyusul. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku, muka bantalnya terlihat jelas di bawah sinar matahari, tapi dia berlagak cool.

“Liat temen lo Put, gayanya sok  banget.”

Rosie tergelak.

Tatapan mereka kini beralih pada Jovan yang berjalan di belakang Yuskhaf dan tak kalah "sok-nya". Ia memakai kaos putih berbalut kemeja pantai pendek sebahu yang kancing-kancingnya tidak ia kaitkan. Ia menyugar rambut, kacamata hitam membingkai wajah tanpa senyumnya. Sebuah kamera menggantung di dadanya. Kalau orang lain yang melihat mereka, mungkin akan terpukau melihat dua sosok lelaki tampan, tapi bagi Livi dan Rosie yang sudah sangat mengenal baik buruknya mereka sampai muak, hal itu justru terlibat sangat biasa dan malah mengundang untuk dikata-katai.

“Lama gak ketemu kok kalian jadi najisin gini ya?” Itu kata Livi yang geleng-geleng kepala sambil menatap Yuskhaf dan Jovan dengan raut setengah jijik setengah heran.

“Bukannya tambah cakep ya?”

Livi memberikan gestur pura-pura mau muntah begitu mendengar ucapan Jovan.

Di belakang mereka, Sora dan Tristan muncul. Tristan memegangi payung untuk Sora yang kerepotan menahan dresnya yang berkibar diterpa angin. Rosie tiba-tiba menyikut lengan Livi. Dagunya mengarah kepada Tristan dan Sora.

Livi menoleh. Tatapannya berkata “Apa?”

“Biasanya kalau kita main ke pantai gini si Talas paling semangat. Tumben banget hari ini dia kalem.”

Livi mengedikkan bahu. Agak heran juga dengan sikap Tristan yang tidak biasa. Lelaki itu sudah terlihat jauh lebih dewasa daripada yang terakhir dia ingat.

Segi Delapan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang