🌲 Sisi Empat

211 37 0
                                    

“Kerja di travel enak gak Put?” tanya Anjani ketika Rosie sedang sibuk memakai skincare malamnya.

“Enak enak aja sih, jadi sering jalan-jalan walau kadang dapat klien resek.”

“Kamu bakal stay di Bali?”

“Kayanya iya, soalnya Jeremy asli sana.” Rosie menyebutkan nama tunangannya yang kata Jovan mas-mas dokter. Anjani pernah melihat wajahnya karena Rosie cukup sering memposting kebersamaan mereka entah itu dalam bentuk foto atau video. Bahkan banyak orang yang mengikuti akun Rosie demi melihat konten keuwuan mereka.

Selesai memakai skincare Rosie mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur, membenahi ranjang di sebelah Anjani lalu berbaring di atasnya. Ia menatap langit-langit kamar, tak bisa tidur padahal tadi rasanya sudah mengantuk.

“Kamu sama Terong sering ketemu ya Jen?”

“Ehm ....”

“Aku pernah lihat story kalian lagi makan. Awalnya agak kaget sih gak nyangka kalian masih kontakan, terus baru tahu kalau kalian kerja di kota yang sama.”

“Mungkin karena aku gak punya banyak teman jadinya malah akrab sama Terong.”

Terdengar tawa kecil yang keluar dari mulut Rosie. Perempuan itu menaikkan selimut sampai ke dada. Sepertinya mereka mengatur suhu ruangan terlalu rendah.

“Lucu yang kalau dipikir-pikir. Dulu bahkan kamu nggak akur sama Terong, eh tapi kalau boleh jujur kamu emang nggak akur sama siapa-siapa sih kayanya.”

“Dulu aku nyebelin ya Put?”

“Banget.”

“Sori.”

“Ya, namanya juga masih muda. Rasa egois kita terlalu tinggi. Dulu aku selalu menganggap diriku lebih baik dari kamu, tapi kalau dilihat lagi sekarang ternyata nggak juga. Seenggaknya kamu gak pernah lepas dari tanggung jawab kamu, selalu menyelesaikan tugasmu terlepas dari bagaiamana prosesnya. Sedangkan aku sempat ilang-ilangan dan berlindung dengan kata sibuk. Kalian selalu memaklumi tanpa siap ngebackup aku semisal tugasku keteteran.”

“Nyatanya kamu memang sibuk kan? Kamu aktif di dua organisasi, kamu juga sering diundang jadi MC di berbagai acara.”

“Iya, tapi sejujurnya nggak sesibuk yang kamu kira. Kalau aku mau, aku bisa memanajemen waktu lebih baik biar gak berat sebelah. Aku nyaman di Mapala, tapi dulu aku merasa lebih punya power di UKM Radio dan itu yang bikin aku malas buat terus stay karena di atasku masih ada kamu, Jipang dan Terong yang lebih berpengaruh. Kupikir ada atau nggak adanya aku sama aja.”

“Awalnya aku juga merasa kalau aku lebih baik dari yang lain, tapi semakin lama aku jadi sadar kalau aku bukan apa-apa. Aku nggak bisa ngehandel semuanya, ada banyak hal yang gak bisa aku lakuin sendiri. Padahal dulu aku selalu percaya sama diri sendiri, aku gak pernah merasa aku butuh bantuan orang lain. Tapi di Mapala justru aku merasa kecil Put. Aku nggak bisa seberwibawa Liwet kalau aku jadi korlap, aku nggak bisa semenyenangkan kamu kalau ditunjuk jadi MC, aku juga gak terlalu bisa basi kaya kalian, aku nggak sekuat anak-anak cowok, pemahaman materiku juga nggak seluas mereka. Mungkin aku sering dibilang rajin dan bertanggang jawab karena itu adalah salah satu upayaku biar bisa sejajar sama kalian. Sebenarnya aku iri sama kelebihan-kelebihan kalian yang nggak aku miliki, makanya pas kalian ilang-ilangan tuh aku kesal banget karena menganggap kalian menyia-nyiakan kemampuan kalian.”

“Serius kamu ngerasa kaya gitu?” Rosie menoleh pada Anjani dengan raut terkejut. Perempuan itu sama sekali tak menyangka bahwa orang seperti Anjani pernah merasa iri padanya, pada teman-temannya hingga ia merasa kecil seperti yang sering dia rasakan.

Segi Delapan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang