Sora positif hamil, usia kandungannya sudah memasuki minggu ke-lima, begitulah hasil yang Sora dapatkan setelah memeriksanya ke dokter. Ia menangis haru, tak menyangka sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu.
“Wah, sekali lagi selamat ya Ji. Pecah telor nih kita.” Rosie menggucang-guncangkan tubuh Sora.
“Kondisi kamu sekarang udah gapapa? Udah gak mual?” tanya Jovan.
Sora tersenyum lalu menggeleng. “Udah lumayan baikkan.”
“Mau sarapan apa? Sebutin aja nanti Talas beliin.”
“Lah kok gue?” Tristan protes.
“Bumil loh Las.”
“Iya, iya.”
“Sarapan bareng kalian aja.”
“Kita udah sarapan tadi hehe. Tinggal kamu, Terong sama Anjani.” Jovan nyengir. Tara dan Anjani ikut mengantar Sora periksa ke dokter karena itulah mereka belum sarapan.
“Kita cari menu yang cocok buat ibu hamil aja,” putus Tara.
Selagi mereka sarapan, teman-temannya yang lain leyeh-leyeh sambil nonton televisi. Mereka menghabiskan stok cemilan yang ada dan tak terlihat kesal sama sekali meski mereka tidak jadi pergi ke Bromo.
Tara melirik Sora yang sedang melamun, lantas menjentikkan jarinya di depan wajah perempuan itu. “Jangan kebanyakan melamun,” ucapnya.
“Aku masih gak enak aja karena gara-gara aku kita gak jadi pergi ke Bromo padahal Jenang semangat banget kemarin,” tutur Sora sambil melirik Anjani yang beberapa saat lalu meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya.
“Gak usah terlalu dipikirin Ji, Jenang dan yang lain gak mempermasalahkan. Justru kondisi kamu yang lebih penting. Kita kapan-kapan bisa ke sini lagi, Bromo gak akan pergi kemana-mana.”
Sora mengangguk meski hatinya masih merasa bersalah. Sejatinya Sora memang orang yang gak enakan. Satu hal kecil saja mampu membuatnya kepikiran berhari-hari. Sifatnya yang satu itu sulit ia hilangkan meski sekarang sudah tak separah dulu.
“Tuh kan malah melamun lagi.”
Sora mengerjap. Perhatiannya ia fokuskan pada Tara yang terus mengajaknya mengobrol meski makanan mereka sudah habis. Tara bercerita tentang teman-teman kerjanya.
“Kamu sendiri gimana? Betah jadi guru?”
“Lumayan lah, tapi aku masih perlu belajar, terutama gimana caranya menangani anak-anak yang malas belajar.”
Sora balas bercerita. Ia menceritakan beberapa muridnya yang punya kelakuan super ajaib yang bisa bikin semua guru geleng-geleng kepala. Ia ceritakan pula bagaimana perasaannya saat pertama kali menjadi wali kelas.
“Kamu pasti bakal jadi guru yang hebat,” puji Tara. Perlakuannya pada Sora masih sama seperti dulu. Tara selalu baik padanya, selalu mendengarkannya dan selalu jadi orang yang paling peduli padanya diantara teman-temannya yang lain, dan perlakuannya itu lah yang sempat membuat Sora salah paham dan berakhir menyukai Tara secara diam-diam. Lucu juga kalau diingat-ingat sekarang.
“Kamu udah punya pacar belum Ter?” tanya Sora tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.
“Kenapa?” Tara berdiri, mengambil bungkus kacang polong dari pangkuan Tristan, lalu kembali duduk di depan Sora.
“Penasaran aja.”
“Udah.”
“Serius?” pekik Sora. Tara mengangguk.
“Rencananya tahun depan kita bakal nikah.”
Sora melotot kaget. Sebelum ia sempat membalas ucapannya, Tara buru-buru menyela, “Jangan kasih tau siapa-siapa dulu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Segi Delapan [END]
General FictionJenang, Jipang, Liwet, Rumput, Terong, Talas, Jala dan Yangko adalah anggota Mapala angkatan 18 yang diresmikan melalui pelantikan penuh haru di puncak Gunung Merbabu. Mereka sang juara yang berhasil bertahan setelah melewati serangkaian penerimaan...