"BAGAIMANA?" tanya wanita yang tengah mengenakan gaun tersebut. Ditatap oleh banyak orang, membuat ia menjadi gugup dan overthinking tentang pendapat orang lain soal penampilannya. Ditambah, tidak ada yang menanggapi pertanyaannya, apa jangan-jangan penampilannya benar-benar buruk?
"Coba berputar, Mbak." Pelayan itu yang masih memasang wajah aneh meminta hal demikian. Tanpa menunggu lama, Sela segera memutar tubuhnya cepat.
Di mata Bagas, putaran itu menghentikan waktu berputar, ia melihat dengan jelas berputaran itu dengan perlahan. Kilauan emasnya silih berganti ke setiap arah dan itu benar-benar menganggumkan semua orang.
Bagas segera tersadar, ia tahu bahwa yang terjadi barusan hanyalah imajinasinya saja. Tidak mungkin ia bisa melihat pergerakan cepat itu dengan begitu lama. Pasti ia terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini. Namun, Bagas sungguh terpukau dengan penampilan Sela sekarang. Ia tidak tahu jika wanita itu begitu menawan bak bangsawan jika mengenakan gaun seperti itu. Hal itu mengubah pandangannya terhadap Sela.
Sela beralih ke pelayan yang menemaninya berganti busana tadi. "Mbak, bisa kita berganti gaun? Sepertinya gaun ini tidak cocok denganku."
"Itu cocok." Bagas langsung mengayunkan tangan ke depan, seperti berusaha untuk menghentikan Sela. Ia segera tersadar dengan tindakannya, dan menurunkan tangannya cepat. "Maksudku, kupikir itu akan cocok untukmu."
"Kau yakin, Bagas? Tapi menurut wajahmu, kau tidak berkata demikian." Sela hanya mengada-ada, ia tidak mengerti sama sekali dengan raut wajah yang Bagas tampilkan saat ini. Baik sekarang maupun di masa lalu, Sela tidak bisa mengindetifikasi raut wajah Bagas. Ia selalu salah mengartikan mimik wajah yang Bagas tampilkan. Hal itu membuat salah paham antar keduanya dan berakhir menjadi pertengkaran.
"Apa maksudmu?"
"Tidak. Maksudku, aku ingin mencoba beberapa gaun lagi, jika kau tidak keberatan." Sela kembali melirik beberapa gaun yang terpajang di tubuh manekin.
"Ah, begitu." Bagas sedikit kecewa, padahal dia begitu menyukai gaun yang sedang digunakan oleh Sela saat ini. Namun, apa boleh buat, dia tidak punya hak untuk memaksa Sela mengikuti kemauannya. Ingatlah, ini semua demi Ibu, Bagas.
Sela menunjuk beberapa gaun dan pelayan tersebut membawakannya. Ia melihat kedua gaun itu, membandingkan satu sama lain. Kemudian ia menunjukkannya pada Bagas.
"Bagaimana menurutmu? Mana yang lebih baik?"
"Terserah padamu, Sel. Aku akan menyetujui apapun yang kau mau kenakan." Bagas berserah diri, hatinya tidak bisa menerima jika Sela akan mengenakan gaun yang lain. Dia sudah begitu menyukai gaun yang Sela pakai saat ini. Benar, ia seperti melihat bidadari yang turun dari surga.
Sela segera menangkap kekecewaan Bagas. Ia tahu jika lelaki itu tidak menyukai kedua gaun yang ia tunjukkan barusan. Mungkinkah dia sudah menyukai penampilannya saat ini? Tapi, dengan mimik aneh seperti itu, Sela selalu merasa ragu dengan pikirannya tentang Bagas.
"Ah, Maaf." Sela segera mengembalikan kedua gaun itu kepada pelayan. "Maaf jika aku sudah melewati batas. Baiklah, aku akan mengenakan gaun ini saja. Maaf jika kau harus menunggu lama hanya untuk hal ini."
Sela tersadar jika dia sudah keterlaluan. Tidak seharusnya ia mengajukan pertanyaan itu kepada Bagas. Bodoh kau, Sela. Sadar dirilah, kau bukan siapa-siapanya lagi.
"Ah, tidak maksudku...."
"Pilihanku sudah bulat, Gas. Aku akan mengenakan gaun ini saja."
"Sela, maksudku...."
"Tidak perlu dijelaskan, aku sudah tahu itu." Ia membuang wajah.
"Baiklah, jika kau mau begitu."
Bagas tidak ingin menghancurkan lagi hubungan yang sudah perlahan mulai kembali utuh. Dia berharap, hubungan ini akan terus tersambung. Sebagai teman.
Sela menghela napas ringan. Hampir saja sebuah perdebatan terjadi, ia sedikit bersyukur karena Bagas bisa mengendalikan egonya, tidak seperti dirinya yang masih membiarkan egonya mengendalikan dirinya.
"Bisakah kita pergi sekarang?"
"Kau gila?!" Lagi-lagi Sela lepas kendali, ia berteriak kencang terhadap Bagas tanpa menghiraukan sekitarnya. Ia segera tersadar akan tingkah lakunya dan segera menurunkan nadanya. "Mak, maksudku jangan pergi seperti itu. Pakaian kita tidak serasi."
"Itu benar, tuan." Pelayan itu menambahi, ia berbicara dengan kehati-hatian. "Tidak adil rasanya jika Anda pergi dengan wanita bergaun sedangkan Anda seperti hendak ke Mall."
"Haruskah?" Bagas berdecak kecil karena di desak oleh keadaan. Jika seperti ini, mau tak mau ia harus mengenakan setelan berjas itu. Bisa saja ia lepas kendali karena pakaian yang tidak nyaman.
"Untuk kali ini saja, Bagas. Aku yakin Ibumu pasti menginginkan penampilan terbaikmu." Sela menambahi.
Tapi penampilan terbaikku bukanlah mengenakan setelan jas.
"Oke." Hanya untuk kali ini saja. "Berikan aku setelah jas terbaik kalian."
"Sesuai permintaan." Pelayan itu membawakan jas hitam pekat berkilauan yang menampilkan kesan mewah saat Bagas selesai mengenakannya. "Bagaimana, tuan?"
"Sepertinya oke," Pendapat Bagas tentang jas yang ia kenakan. Padahal, dalam hatinya ia tidak bisa melihat sedikit kemewahan dengan apa yang ia kenakan saat ini. Namun, untuk mempersingkat waktu, ia harus menganggap bahwa inilah jas terbaik.
Meski bagi Bagas penampilan saat ini biasa saja, tetapi bagi Sela tidak demikian. Baru kali ini, ya dia mengakui jika Bagas sangat cocok memakai setelan berjas. Dengan jam tangan mewahnya, postur tubuh yang begitu ideal membuatnya bak pangeran perusahaan.
Sela membandingkan penampilan pria itu, dulu dan sekarang, hasilnya jauh berbeda. Ia seperti melihat orang lain, yang dimana Bagas dahulu tidak suka berdandan. Bahkan ketika Sela sengaja menghadiahkannya sebuah kemeja, Bagas langsung mengembalikannya tanpa sempat mencobanya dahulu.
"Nah, sekarang kalian begitu cocok untuk disebut pasangan. Kalian hanya perlu pergi ke gereja dan bapa pasti langsung menyambut serta mendoakan kalian. Aku yakin tentang itu." Pemilik Toko salon terkagum dengan pelanggan ini. Dia tidak pernah melihat pasangan yang begitu serasi dalam pemilihan pakaian. Umumnya, pria memiliki selera buruk dan tidak pandai dalam mencari pakaian yang sepadan dengan pasangannya. Tapi hal itu tidak berlaku untuk kedua pelanggan ini.
"... Bu Siti pasti bangga dan akan segera mengadakan acara besar-besaran. Aku yakin soal itu." Lanjutnya, tanpa menyadari jika kedua pelanggannya itu memalingkan wajah satu sama lain. Meski hal itu bukanlah sesuatu yang begitu memalukan, tapi tetap saja ....
"Terima kasih banyak atas pujiannya. Sekarang ijinkan kami pergi." Bagas menarik tangan Sela tanpa persetujuannya dan segera meninggalkan salon tersebut.
"Ya, semoga kalian berbahagia!" Pemilik salon sampai melambaikan tangannya dan ia sangat bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan kedua orang tersebut.
Bagas masuk mobil setelah membukakan pintu untuk Sela. Mereka duduk bersebalahan. Diam, tidak ada percakapan. Suasana begitu menegangkan sekarang. Hanya kesunyian malam dan bunyi mesin kendaraan yang mengisi suasana sekitar.
"Aku ak, akan menjalankan mobil."
"Ya, silahkan." Sela sama gugupnya dengan Bagas. Jantungnya berdetak kencang dan lebih parahnya lagi wajahnya memerah dan ia sedikit ketakutan karena hal itu bisa saja merusak make up yang sudah susah payah dibuat.
***
Sorry kalo lama updatenya🙏

KAMU SEDANG MEMBACA
Melajang
RomanceBagi Bagas, menikah bukanlah keharusan! Baik kebutuhan lahir dan batinnya sudah ia bisa penuhi dengan bermodalkan gaji standar pekerjaannya. Ia rajin menabung dan bersih-bersih. Namun, setelah kedatangannya pada Acara Alumni, semuanya berubah kacau...