08.

6 2 0
                                    

Sorenya Taeyong pulang dengan keadaan basah kuyup di timpa hujan, kalau biasanya dia lebih menghindari air yang berjatuhan dari langit, kali ini memilih menerobosnya.

Tepat ketika mesin motor di matikan, Taeyong melihat Kim Hera berdiri di depan pintu rumahnya dengan pandangan yang tidak lepas dari gantungan kunci milik ibu.

Sejenak ragu, begitu tungkainya dia bawa mendekat, Taeyong diam dalam sejenak memperhatikan punggung gadis itu yang terlihat meluruh, baru kali ini ketika cukup sering bertemu dengannya, tapi baru kali ini Taeyong melihat sosok itu begitu lemas.

"Ki- hey." Sadar akan terakhir kali gadis itu menghilang ketika Taeyong menyebut namanya, sapanya dia ganti, tepat ketika Hera menoleh, senyumnya tersungging.

"Si pendek ganteng, baik-baik aja?"

Pendek ganteng, cih. Dalam hati mencibir, tapi mengangguk untuk beri jawaban.

"Kayaknya masih belum sadar, tapi kesayangan lo itu baik-baik aja." Sambil melepas sepatu, Taeyong juga membuka jaketnya untuk dia gantungkan di teras rumah supaya tidak membuat lantai dalam basah nanti.
"Seharian ini lo kemana?"

"Kangen aku?"

"Najis," cibirnya, begitu saja Taeyong melewati tubuh Hera yang menghalangi pintu.

"Kamu, beneran nggak mau bantu aku?"

"Lo liat muka gue?" Taeyong berbalik, mendekatkan wajah keduanya ketika Hera beringsut mundur.
"Ada nggak muka gue nunjukin kalo mau bantuin setan kayak lo?"

Hera mencebikan bibirnya kebawah.
"Kirain mau berdamai, aku minta maaf tapi aku tepat waktu ngasih tau kamu keadaan pendek ganteng aku kan."

Taeyong mengkerutkan keningnya melihat gadis ini santai sekali mengangkat wajahnya.
Setan juga bisa keras kepala, pikirnya.

"Kenapa nggak lo cari tau sendiri aja? Lagian orang mati harus banget gentayangan ya kalo nggak tau alesan matinya apa?"

"Taeyong," Hera menyela, mendekatkan dirinya pada Taeyong, tangannya terulur kedepan wajah Taeyong dengan senyum mengembang dia menunjukan jari telunjuknya yang hilang.
"Aku nggak tau dimana jasadku."

Detik itu, Taeyong lupa cara berbicara, detik ketika Hera menunjukan rupa aslinya. Tubuhnya hancur, wajahnya tidak berbentuk, kata cantik yang selama ini Taeyong lontarkan untuk sosok ini lenyap seketika. Dan ketika Hera dengan sosok menyeramkannya mendekatkan wajah seperti yang Taeyong lakukan sebelumnya.

Lee Taeyong menjerit sekuat mungkin.

"IBU, ADA SETAN!"

Seisi rumah dia buat kacau lagi.

__________________

Di jewer oleh ayah, di pukuli sapu lidi oleh ibu adalah bantuan dari jeritannya lima menit yang lalu.

Taeyong duduk dengan wajah tertekuk sempurna, rasanya seperti di sidang waktu ayah lipat tangan di hadapannya.

"Teman kamu itu kenapa sampe bisa kena tembak?"

Mendengus, "Bukannya anak buah ayah ada nahan pelaku yang nembak Ten? Kenapa nggak tanya dia."

Ayah menarik nafas panjang sambil memijati keningnya.
"Dua orang melarikan diri, dan yang berhasil di tangkap meninggal siang tadi, keracunan."

Bola mata Taeyong melebar,
"Bangsat!"

"Bicara mu Taeyong!"

Abai, Taeyong menarik ponselnya dari saku, secepat kilat menekan nomor Lucas, bahkan ketika ayahnya kembali mau bersuara Taeyong meninggalkannya di ruang tamu sendirian.

"Ten, Ten gimana?!"

Dari sebrang sana, Taeyong bisa dengan jelas mendengar decihan.
"Apanya yang gimana?"

"Serius bangsat! Lo ada di ruangan dia kan?!"

"Gue di kantin rumah sakit, beli kopi. Kenapa?"

"Di ruangan Ten ada siapa?!"

Tidak bohong, tubuh Taeyong bergetar sepenuhnya.

"Tadi sih dokter, abis meriksa Ten."

"Tolol lo!"

Tidak perduli makian Lucas ketika Taeyong mengumpatinya, dia kembali di serang panik ketika buru-buru lagi mau meninggalkan rumah, jika saja Hera tidak menghadangnya.

"Minggir dulu."

"Sabar Taeyong, jangan ceroboh."

"Ceroboh apanya? Tahanan itu kabur!"

"Ck, aku bisa aja rasukin kamu lagi."

"Gue sebut nama lo sekarang juga."

Hera menciut, acungan jari tengah dia berikan pada Taeyong yang masih kelabakan.

"Ada Kun, di ruangan pendek ganteng ada Kun."

Seperkian detik dia habiskan untuk memandangi raut wajah Kim Hera, begitu tidak menemukan penipuan, Taeyong menarik nafas lega.

"Sumpah, bakal gue ancurin Jung Naya kalo masih berani nyentuh temen temen gue."

Brak.

Taeyong membeku, Kim Hera juga terdiam.

Di depan pintu kamar, ibu terpaku dengan segelas teh hangat yang mungkin mau dia berikan pada putra semata wayangnya.

"Kamu sebut siapa?"

Disana, ibu pucat pasi. Seolah baru saja di hadapi oleh hal yang paling dia takuti.

Taeyong menimbang, melihat reaksi ibu seperti itu, dia putuskan untuk mencari tau.

"Ibu tau Jung Naya?"

Secepat kilat ibu menggelengkan kepala, Taeyong mengerutkan kening untuk reaksi ibu yang menurutnya terlalu berlebihan.

"Kalo Kim Hera?"

"Taeyong!"

Nafas ibu memburu, Taeyong sama terkejutnya setelah bentakan ibu menggema.

"Apapun itu yang lagi kamu lakuin, ibu gatau karna penasaran atau cuma mau tau. Tapi tolong, tolong selesain Taeyong." Tatapnya penuh harap, begitu Taeyong mendekat untuk menggenggam tangannya yang semakin gemetar saja, ibu belum mengubah sorot matanya.
"Bahaya Taeyong, bahaya."

Deg.

Jadi yang perlu mereka curigai itu, Jung Naya?

__________________

Kamar kos Ten sedikit berantakan, komputernya yang masih menyala dengan pencarian utama Jung Naya di hilangkan dalam sekejap, semua data yang sudah di simpan dalam salinan juga dia lenyapkan. Nafas berat terdengar seiring dengan netranya yang menatap segelas kopi yang belum tersentuh sama sekali membuatnya terkekeh kecil, membayangkan bagaimana Ten yang melarikan diri dari kamarnya sendiri.

Kemudian meja kecil di samping komputernya, dia melihat bingkai foto berisi tiga remaja dengan seragam SMA yang sama, Ten, Yuta, dan Taeyong. Tiga orang itu memang sudah tumbuh bersama.

Sambil meringis dia mengusapi bingkai tersebut.

"Gua bener-bener minta maaf, tapi ini demi lo, demi kalian."

TBC.

Behind The Shadows [Lee Taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang