20.

6 2 0
                                    

"Barangnya mau di bawa kemana?"

Petugas pengangkut itu mendengus, menatap pria yang memindahkan beberapa kotak kedalam truknya dengan sedikit jengkel.

"Pembangunan di distrik sebelah,"

"Lewat bekas gedung sekolah yang terbakar itu kan?"

Sekali lagi, petugas itu memandanginya dengan sengit.

"Kerjakan tugas mu, jangan banyak tanya."

"Bukan begitu bos," pria itu menghela nafas, membuat raut yang terkesan risau.
"Katanya halte di dekat sana memakan tumbal."

Tepat seperti yang di harapkan, si petugas berdeham gugup.
"Tumbal?" Nadanya terdengar canggung, berbeda jauh dengan perilakunya yang sedikit sombong tadi.

"Iya, saya dengar-dengar ada truk pengangkut juga yang kecelakaan setelah melihat orang terbaring di trotoar,"

"Itu benar-benar orang? Maksudnya, manusia?"

"Bukan lah, bos." Pria itu mendesis, merangkul bahu si petugas yang mendadak kalut.
"Itu hantu, katanya kalau mobil berhenti begitu melihat orang terbaring, yang ada nanti mobil itu jadi korban kecelakaan."

"Ma— maksudnya?"

"Kalau nanti lihat hal serupa di jalan itu, lewati saja bos, jangan berhenti atau bos jadi korban juga."

Antara takut dan patuh, petugas itu terhipnotis untuk mengangguk.

_____________________

Kalut, Taeyong berkendara ugal-ugalan di tengah jalan, pandang matanya menyorot begitu tajam dengan tangan yang semakin menguat menggenggam stang, Taeyong menahan ringisan begitu sampai tujuan.

Motornya dia biarkan terbanting mengenaskan, pijak langkahnya berubah menjadi pacuan lari yang semakin cepat, lantai paling atas, disana Jung Naya menunggunya.

"Sial— sial— sial!"

Harusnya jangan senang dulu, harusnya Taeyong waspada sejak awal.

Lantas disini dia berdiri, dengan nafas memburu tanpa ragu membuka pintu yang membuat segerombol orang di dalam sana terkejut.

Taeyong bisa melihat temannya terkulai dengan nafas tersengal, di sisi kanan kiri ada beberapa orang berbadan besar yang sigap menjaganya.
Taeyong mendesis gusar, menatap tidak sabaran pada Naya yang duduk santai di satu kursi dalam ruangan.

Wanita itu menegaskan wajah, dominasi menguar dari senyum yang dia kembangkan, pandang matanya penuh dengan kelicikan. Sambil tertawa Naya mengadah kan tangan.

"Barangnya?"

"Lepasin dulu temen gue!"

Naya menghela, memijat keningnya sambil bersandar di punggung kursi, satu gerakan dagu membuat instruksi untuk anak buahnya menendang Yuta ke arah Taeyong.

Meski ragu, berpikir ribuan kali, Taeyong menarik nafas sebelum menyerahkan amplop besar ke tangan anak buah Jung Naya.

"Harusnya dari awal saya peringati, kamu perlu menuruti—" Jung Naya tertawa, keji begitu Yuta di pukuli lagi.

"Perjanjiannya nggak gini!" Kalut, nafasnya memburu. Tapi pergerakan Taeyong langsung di batasi sementara dua orang di depan sana terus memukuli Yuta.

"Sayang sekali, Yuta punya janji lebih penting dengan saya." Naya menjeda, mendekatkan diri pada Taeyong yang menatapnya dengan mata memerah.
"Kalau dia gagal membuat kalian diam, kalian bertiga jadi tumbal berikutnya—"
Dengan barang bukti sudah dalam genggaman, Naya bermain-main dengan dua anak muda ini, membiarkan anak buahnya beradu tinju meski Taeyong sadar betul dia kalah jumlah.

Behind The Shadows [Lee Taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang