Januari 1995, Pradiptha Darmawangsa.
"Duh, penuh kantinnya!" Rengutan Hera di balas tawa, gadis itu masih mencebik mulai mengambil tempat di sisi Bora sambil memberikan dua bungkus roti pada teman-temannya.
"Ini aja gue rebutan sama anak-anak IPS, pelit banget nggak mau di sisain!"Lagi-lagi Bora tertawa, mengusak gemas surai Hera, bermaksud menghilangkan kesalnya.
"Makasih ya, lagian lo yang janji kalo nilai lo di atas kita lagi, seminggu penuh jajanin kita jam istirahat."
"Pemerasan!"
"Itu kesepakatan."
Tertawa, keduanya seolah mengabaikan atensi Naya yang sedari tadi diam, membuka bungkus rotinya tanpa minat kemudian di lemparkan begitu saja kedalam kolam ikan. Rengutan protes Hera jelas terdengar.
"Jung, gue capek-capek beliin lo ke kantin, malah di buang!"
Naya mendengus, menatapnya tanpa minat kemudian bangkit dari tempatnya.
"Berisik!"
Lantas dia bawa tungkainya menjauh dari Hera yang terdiam memandangi punggung temannya.
Mereka sudah berteman cukup lama, awal perkenalan di tahun pertama, Hera yang sendirian di dekati oleh dua gadis lainnya. Kim Hera cuma siswa pemalu yang kehadirannya jarang sekali di minati, orang-orang banyak tau dia pintar, bisa di manfaatkan. Jadi banyak dari teman sekelas yang hanya akan mendekati Hera kalau mendekati ujian, kalau ada soal-soal berdatangan. Hera selalu banyak teman di saat-saat seperti itu.
Tapi ketika Naya dan Bora mendekatinya, Hera tidak berani membalas tatapan mereka, rasa tidak percaya diri memenuhi isi kepala sebab tau Naya dan Bora adalah siswa yang cukup menonjol, banyak teman, pembawaan diri yang ceria. Jadi dia berpikir kalau tujuan dua orang itu sama dari yang lainnya, meski kala itu memang benar Naya dan Bora meminta bantuannya mengerjakan tugas matematika.
Lantas hari-hari berikutnya, Hera mulai merasa menyukai kedua orang itu. Dua orang yang tidak hanya mendatanginya cuma karna ingin jawaban, dua orang yang juga senang menemaninya makan di kantin, mengajaknya bergabung di setiap ada kegiatan kelompok, bahkan mengajaknya bermain keluar di akhir pekan.
Lambat laun, rasa tidak percaya diri Hera di kubur oleh mereka berdua, ketiganya menjadi banyak di minati oleh ramai orang, cukup sering menjadi pembicaraan. Pertemanan yang menyenangkan kata sebagian orang.
Kemudian di tahun terakhir mendekati kenaikan kelas tiga, Naya berubah.
Ketika meminta Bora menemaninya membeli hadiah untuk ulangtahun kekasihnya, Bora datang dengan Hera. Waktu itu Naya masih bisa tersenyum, kemudian ketika Bora mengundang Naya ke acara makan malam keluarga seperti yang biasa mereka berdua lakukan, Hera juga ada disana.
Dan ketika Naya menghabiskan akhir pekan untuk tidur seharian, Lee Bora mengunggah postingan bersama Hera.Setelah itu Jung Naya tidak lagi sama, sikap hangatnya menghilang di gantikan dengan perangai kasar, terlebih jika itu berhadapan dengan Kim Hera.
Tapi hari masih terus berlangsung, Hera yang perlahan merasa perubahan dari Naya mendatangi gadis itu, dengan sekotak susu coklat kesukaan temannya dia menanyakan masalah apa yang tengah Naya hadapi.
Di atap sekolah, Naya yang bersandar pada dinding gedung tersentak setelah punggungnya di ketuk pelan. Senyumnya mengukir, berpikir jika Bora yang menemuinya.
"Naya, lo lagi nggak baik-baik aja?"
Dan senyum itu luntur, Naya meremas tangannya ketika Hera yang berdiri disana.
"Ini, gue bawain susu coklat soalnya tadi lo nggak ada di kantin, gue sama Bora nyariin kemana-mana padahal,"
"Nyariin?" Naya tersenyum sarkas, kedua tangannya mulai dia lipat depan dada.
"Bukannya seneng banget ya lo haha hihi sama temen gue?" Sebelah alis dia naikan, mengejek Hera yang mengkerut tidak mengerti dimana arah pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Shadows [Lee Taeyong]
FanfictionDi bawah hujan tengah malam, kali pertama menjumpai kejanggalan. Tangan yang terulur menjeritkan bantuan, begitu di genggam dia justru di tarik kedalam misteri yang perlu di pecahkan. "Menurut lo, gue terlalu ikut campur?" "Telat kalo mau mundur se...