11.

5 2 0
                                    

Ketukan gelas kopi menjadi sambutan untuk Taeyong yang baru tiba, duduk di sisi Yuta, temannya itu sudah menyiapkan ponsel untuk merekam La-Vegas yang akan tampil, permintaan Ten sebenarnya. Si pendek hampir seharian tidak mau keluar kamar, sibuk mencari cara untuk mengembalikan penyimpanannya supaya bisa seperti semula, ingin mendapatkan lagi apa yang sudah di curi. Tapi sampai sekarang pun, Ten hanya menemui jalan buntu.

Lantas pengap di dalam ruangan, dia memilih mengikuti jadwal penampilan band nya sekaligus menenangkan diri, walau sempat beradu debat dengan Lucas yang keras kepala memintanya istirahat.
Tapi saat ini sudah duduk nyaman, memainkan gitarnya sebelum memulai satu nyanyian, seperti biasa Ten dan auranya yang senang sekali tebar pesona, menyapa yang kebanyakan untuk para wanita.

"Lo kenapa nggak jenguk Ten pas dia sadar?" Beralih pada Taeyong dan Yuta. Sebelah alis sengaja Taeyong naikan, tatapannya menuntut jawaban dari Yuta yang membiarkan beberapa saat di telan bungkam.

"Gue ada urusan mendadak."

Untuk itu Taeyong mengangguk, dia mulai menikmati lagu yang di bawakan oleh La-Vegas. Sebelum netranya kembali di fokuskan pada Yuta.

"Lo dateng ke kos Ten?"
Tidak mau curiga, tapi ketika Yuta berdeham sembari meneguk kopinya dengan serampangan. Taeyong mendelik.
"Kos Ten kayaknya di bobol, untung bagus barang-barang dia nggak ada yang ilang. Cuma data pribadi hampir semua yang dia simpen di komputernya, ilang." Lanjutnya, mendesis kala Yuta memainkan jari-jarinya.

"Serius? Gue nggak tau soal itu."
Yuta menghembuskan nafas beratnya, berusaha menetralkan nada bicaranya.

"Urusan mendadak lo apa? Nggak biasanya nyimpen masalah sendirian." Terlampau penasaran, pun perangai Yuta yang seperti di timpa gugup membuat Taeyong semakin ingin tau temannya ini sudah berapa hari tidak bertemu, tidak menghubungi juga, padahal sudah di beri tau kalau Ten keluar dari rumah sakit.

"Yong, nggak selamanya juga lo tau semua masalah gue." Yuta mendengus, jengah menghadapi Taeyong sepertinya.
Dia mulai menyimpan lagi ponselnya.
"Berurusan sama setan itu bikin lo jadi sok mau tau gini?" Pijarnya menatap Taeyong kesal, tapi Taeyong terkekeh pelan menanggapi.

"Gue cuma nanya, kenapa lo ngilang di hari Ten sadar."

"Gue udah bilang ada urusan, sat!"

"Yut, gue berharap banget lo nggak ngerusak pertemanan."

"Kalo gini caranya lo yang ngerusak Yong, mulai sekarang lo urus sendiri setan lo itu."

Dengan itu Yuta angkat kaki, meninggalkan Taeyong yang belum lepas memandang bahunya.

Tepat ketika Yuta hilang di balik pintu keluar, Taeyong melirih. Tangannya merogoh saku kemeja, mengeluarkan tali hitam kecil dengan bulan sabit sebagai bandul. Seingat Taeyong ini gelang milik Yuta. Dan sialnya dia menemukan benda ini di kolong meja komputer milik Ten.

Sesekali mendesis, memijati keningnya ketika semua persoalan mendadak menjadi rumit. Taeyong harus memahami kalau saat ini bukan sekedar untuk hiburan atau seru-seruan lagi. Jika memang Yuta yang memasuki kos Ten tanpa izin, artinya temannya itu yang sudah mencuri data perusahaan milik keluarga Ten.

Taeyong mengerang sambil memukuli meja kafe, kepalanya terasa berputar.

"Yuta mana?"

Cukup lama sampai tidak sadar La-Vegas sudah menyelesaikan penampilan mereka, Taeyong menatap Ten yang menghampirinya.

"Cabut."

"Akhh, gue minta dia fancam in gue padahal." Ten melenguh, mengambil kursi di hadapan Taeyong kemudian.
"Kenapa? Muka lo kusut amat, perasaan gue yang lagi pening."

"Ten, menurut lo gue ini terlalu ikut campur ya?"

"Iya." Ten menjawab tanpa perlu waktu, tangannya mencomot kentang goreng yang mungkin milik Yuta. "Tapi kalo mau nyerah soal Jung Naya, gue gantung lo."

"Lo ketembak, perusahaan keluarga lo bisa jadi dalam masalah,"

"Soal ketembak kesampingin dulu,"

Taeyong dengan wajah kusut memandangi Ten yang tidak meneruskan kalimatnya, justru sibuk menghabiskan kentang goreng.

"Dan masalah perusahaan, bokap gue telpon tadi."

"Terus? Jangan bilang lo bakal di jemput terus di kurung di rumah gede lo itu?"

"Drama banget idup lo." Ten mencibir, melempari Taeyong dengan makanannya.
"Bukan, data dan penjelasan perusahaan yang selalu bokap kirim tuh, palsu."

Bola mata Taeyong berbinar saat itu.

"Bokap sengaja ngasih gambaran tentang perusahaan supaya buat gue belajar doang, tapi semuanya bukan asli karna bokap tau gue bakal seceroboh ini." Lanjutnya di ikuti kekehan lega dari Taeyong.

"Gue ampir nyerah karna ngerasa bersalah, lo yang paling di seret di sini."

Ten mengangguk kecil.
"Mungkin karna gue sibuk nyari tau soal Jung Naya, tapi gue nggak segampang itu tunduk sama anceman." Ten merubah pandang matanya menjadi lebih serius, dia mulai mengeluarkan ponsel dari saku celana sebelum menunjukkan beberapa hal pada Taeyong.
"Lo tau gue berbakat di hal kayak gini, halte angker itu dulunya bekas asrama kan, dan ini bangunan asrama mereka." Ten menunjukan bangunan tua kehadapan temannya, kemudian dia menyodorkan beberapa lembar foto yang juga di simpannya dalam saku.
"Terus ini, foto-foto Jung Naya, Kim Hera, dan nyokap lo."

Taeyong melebarkan matanya, sedikit terkejut.
"Darimana lo dapet? Informasi Jung Naya bukannya udah ilang semua?"

"Informasi tentang nyokap lo sama Kim Hera, nggak ada yang ilang." Sedikit tertawa, Ten melanjutkan. "Ada yang janggal di pencarian Kim Hera."

"Janggal?"

"Prestasi Kim Hera, stop di akhir semester sebelum kelulusan, padahal di awal tahun sekolahnya. Kim Hera ini bisa di bilang punya masa depan paling cerah dari tiga sekawan."

Taeyong mengkerutkan kening, sama sekali tidak mengerti apa yang tengah Ten bahas.

"Dan setelah prestasi Kim Hera hilang, terus terjadi kebakaran. Kim Hera di nyatakan hilang detik itu, sampe sekarang yang gue tau keluarganya masih nuntut pihak kepolisian karna anak bungsu mereka nggak di ketahui gimana nasibnya, bahkan jasadnya nggak ada."

Ten memandangi temannya ini yang menjadi sedikit antusias. Ten membasahi bibir dengan kopi temannya sebelum lanjut bicara.

"Kalo Jung Naya tau semua ini, Tae, artinya nyokap lo juga tau sesuatu."

Taeyong menghela nafas berat.
"Ini yang mau gue omongin sama lo," jeda dia memperhatikan sekitar memastikan mereka aman tidak ada yang akan menguping pembicaraan.
"Waktu pelaku yang nembak lo mati keracunan di kantor polisi, gue sempet kelepasan ngomong sama Hera di depan ibu." Sadar bahwa sosok itu tidak ada di sisinya, Taeyong bisa dengan gamblang menyebut namanya.
"Ibu aneh banget, dia ketakutan, nyuruh gue buat tutup mulut dan berenti ngelakuin apa yang lagi gue lakuin."

"Ibu lo juga nyimpen sesuatu?"

Taeyong menatapnya sedikit tidak yakin.
"Gue nggak tau."

"Nanti kita cari tau," Ten bergegas merapihkan penampilan ketika Kun sudah memanggilnya untuk kembali ke atas panggung.
"Btw, gue takut di keroyok lagi di kos, jadi malem ini gue nginep di rumah lo."

Taeyong terkekeh sebentar kemudian mengacungkan jempolnya tanda persetujuan.

TBC.

Behind The Shadows [Lee Taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang