09.

4 2 0
                                    

Setelah seharian menunggu Yuta di depan gedung fakultasnya, Taeyong akhirnya bisa menyeret temannya kesini.

Perpustakaan utama di kampus mereka, rak rak buku bagian hukum sudah di jelajahi, barangkali menemukan potongan koran tentang kejadian di tahun 1995, atau bisa saja berbagai berita yang berkaitan dengan Jung Naya.

Yang mau Taeyong ketahui saat ini adalah siapa Jung Naya. Tapi sadar kalau mencarinya di media sosial bisa saja menimbulkan masalah yang sama dan mengakibatkannya mengalami hal serupa seperti yang menimpa Ten saat ini.

"Orang bego mana yang mau ninggalin koran tahun 1995 di perpus kampus, Tae." Yuta mendengus, mencari rak-rak buku dengan malas ketika Taeyong justru sangat antusias.

"Dia yang bilang," ujar Taeyong singkat, sambil menunjuk ke sebelahnya sementara Yuta justru di buat merinding sebab mereka jelas-jelas cuma berdua saat ini.

"Kalo lo lupa, gue nggak bisa ngeliat tuh setan."

"Cupu."

"Bangsat, Lee!"

Kekeh jenaka dengan kedua tangan terangkat membentuk perdamaian Taeyong berikan sebelum amarah Yuta sungguhan meledak.

"Intinya bantu gue cari dulu!"

"Jung Naya.." Hera bergumam, ujung jarinya dia tempelkan di pucuk kepala Taeyong.

"Iya Jung Naya, lo juga cari jangan cuma berdiri."
Dengusnya, kesal seiring dengan jari Hera yang berubah mengetuk-etuk kepalanya.

"Taeyong, Jung Naya."

"Iya, Jung Na-"

Bibirnya terbuka dengan kalimat yang tidak di lanjutkan, sebab di ujung rak buku barisan hukum, ada wanita paruh baya yang duduk menghadap mereka, sambil mengembangkan senyuman mengangkat satu gulungan koran yang mungkin sedang mereka cari.

"Yong, kayaknya beneran nggak ada-" Yuta ikut membeku melihat wanita itu yang mulai bangkit dari tempat duduknya.

"Selamat siang, sepertinya kalian sudah mengenali saya, ya?"

Ketukan sepatunya menggema di penjuru perpus, sialnya keadaan saat ini sangat sepi. Tumpukan rak buku hukum memang jarang sekali di minati, dan mereka justru terjebak disini dengan orang yang mereka cari.

"Lee Taeyong, benar? Ibu mu yang punya yayasan di beberapa sekolah menengah, dan ayahmu ketua kepolisian?"

Taeyong menelan ludah gugup sambil mengangguk kecil, dalam hati sedikit memuji wanita yang sudah seusia ibunya ini tapi masih terlihat begitu cantik.

"Bukannya sayang kalau kamu justru kalah? Orangtua juga cuma punya kamu kan di rumah?" Jung Naya tersenyum menyeramkan, ikut menunduk untuk menyamakan wajahnya dengan Taeyong yang terduduk.
"Kalau saya buat kesepakatan mau? Kamu cuma perlu diam, maka dia-" tangannya menunjuk pada Yuta yang sedari tadi tidak bisa bersuara, "dan satu lagi teman mu yang masih ada di rumah sakit, nggak akan saya lukai lebih dari sebelumnya."

Kedua tangan Taeyong mengepal, aura wanita ini benar-benar tajam sampai bisa membuatnya tidak berani berkutik barang sedikit saja, pun sosok Hera di sebelahnya sudah menyembunyikan wajah sambil terus menggumamkan ketakutan melihat raut Jung Naya.

"Dimana," jeda, sebisa mungkin Taeyong mengatur deru nafasnya. "Dimana jasad Kim Hera?"

Kedua alis wanita itu menukik tajam penuh sarat akan ketidak sukaannya pada pertanyaan yang berhasil Taeyong lontarkan.

"Orang yang sudah mati, harusnya nggak perlu kamu pertanyakan lagi kan?"

"Berapa banyak lagi, Kim Hera, Ten, orang-orang yang mati di halte-" tidak memperdulikan ucapannya, Taeyong kembali lantang kan pertanyaan.

Behind The Shadows [Lee Taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang