Parade Hujan ¹²

292 44 2
                                    

Sebelum pagi datang, malam panjang akan terasa lebih dulu. Dua remaja lelaki yang masih santai duduk di kursi kayu teras depan rumah dengan secangkir kopi dan teh milik mereka masing-masing terletak di atas meja antara keduanya. Rintik hujan yang begitu tidak deras, terdengar gemericik nya. Dingin nya angin malam bertambah hembusan bersamaan turunnya bulir-bulir air dari langit.

Abyan, memetik asal senar gitar akustik nya menciptakan melodi lagu yang pelan terdengar begitu sayup dan menenangkan. Baru pukul delapan malam, komplek perumahan daerah Dago atas sana lumayan sepi, seperti biasanya, memang tidak terlalu banyak orang kompleks rumah sana keluar di malam hari. Apalagi saat ini tengah sedikit turun hujan, sunyi yang malah terasa menenangkan.

Sibuk dengan buku sketsa kesayangannya, memberi garisan-garisan tidak beraturan membentuk sebuah siluet. Anteng dengan pikirannya, dan tangan yang sibuk bergerak begitu lihai tahu membuat apa.

Mobil Rubicon putih berhenti di halaman parkir rumah sana, dan menampakkan seorang lelaki setengah paruh baya dengan seragam lengkap penerbangan turun dari dalamnya, membuat Arka mengembangkan senyumnya. "Beli kanvas gak? " ributnya, berdiri begitu semangat menyambut kepulangan Abahnya yang ditunggu-tunggu.

Hasan berlari kecil segera menuju teras rumahnya, dan tersenyum penuh menatap anak sulungnya itu, "lupa, " cengirnya, menampilkan deretan gigi rapih bapak hampir tua itu.

"... besok beli sama Abyan aja ya? Nanti Abah kasih uang lebih, Abah capek banget mau tidur, " tenang Hasan, dan menatap penuh ramah ke arah Abyan yang tentunya anak itu spontan diam dari acara bermain gitarnya, menatap kedua orang di depannya dengan bingung bergantian.

Arka menggeleng cepat kepalanya, "nggak, males sama dia mah, tadi aja Arka jalan dari depan komplek sana sama dia, capek, " lapornya dengan nada begitu mengeluh.

"Oke Om, nanti Abyan temenin Jenggala beli kanvas, " jawab cepat Abyan, mengacaukan kedua jempolnya sekaligus.

Hasan tersenyum penuh kepuasan, lalu ikut mengacungkan kedua jempolnya sebelum meninggal kedua remaja di teras sana. Sedangkan Arka, malah memasang muka datarnya dengan sedikit mendelik ke arah Abyan di sebelahnya yang begitu tersenyum puas.

"Anggap sebagai imbalan lo, gue nganterin lo kemana aja, " kata Abyan, begitu Arka duduk kembali dengan muka yang tidak bersahabat itu.

"Jangan sampe lo ajak gue jalan kaki lagi, " tekannya, lalu kembali dengan buku sketsa melanjutkan gambarnya.

Abyan menyeruput kopi miliknya yang sudah sedikit hangat itu perlahan, "selain suka band indie lokal, Ana suka apa? " tanyanya, lalu meletakkan gitarnya di samping dan menyandarkan tubuhnya di kursi begitu santai.

"Buat lo, " Arka menyobek kertas sketsa yan baru ia buat, dan menyodorkannya ke arah Abyan.

Abyan mengambil nya, dan mengamatinya dengan seksama. Siluet tanpa wajah yang jelas itu tengah memangku gitar di gambarnya, "gue? "

Arka mengangguk.

"Ana bukan tipe cewek ribet, gak kayak cewek lainnya, dia suka martabak keju, dia nggak suka di rumah, anak nongkrong banget, temennya banyak, dan dia kerja part time jadi barista di cafe sepupunya, " jelas Arka, ikut menyandar kan tubuhnya di kursi lalu menatap ke arah plafon rumah yang masih begitu banyak air karena genangan air hujan di atasnya.

Abyan tersenyum, melipat menjadi dua kertas sketsa gambar dari Arka dan meletakkan di atas meja, "lo yakin gak suka sama dia? "

Spontan Arka menoleh menatap Abyan yang juga  ternyata sudah menatapnya, "nggak, " jawabnya cepat 

"... gue malah lebih minder sama dia, Ana itu cewe, tapi lebih berani daripada gue yang notabenenya cowo, " lanjut Arka, dan menatap langit malam yang masih di barengi rintikan hujan  yang saat ini lumayan mereda.

Abyan mengangguk sedikit, mendongakkan kepalanya dalam menatap langit malam, yang sama sekali tidak ada bintang maupun bulan yang terlihat. Suhu udara yang semakin dingin karena angin malam dan hujan juga, membuat bulu-bulu tubuhnya agak sedikit berdiri.

"Gak ada yang mau lama-lama ngobrol sama gue, sekalipun temen cowo kelas gue, mereka yang gak nyaman sama gue, karena gue kurang asik? Ditambah gue yang keburu males sama mereka, gue lebih suka sendiri aja, "

"... tapi Ana, dia mau jadi temen yang bertahan ngobrol lama sama gue, dan sampe sekarang kita jadi temen deket? Gak ada rasa lebih sama sekali selain temen, gak tau deh kenapa dia mau temenan sama gue yang katro gini, " jelas Arka lagi, agar orang disebelahnya itu yakin dan tidak berpikiran lebih terhadap nya saja.

Arka menyeruput teh manis hangat miliknya nikmat, apa gue kasih tau tentang Ana yang sebenernya ya? batin Arka.

Abyan mengambil kembali gitarnya, menyetelnya sebentar dan siap akan memetik senar dengan melodi buatannya, "gue nyaman sama lo, " ucapnya.

Tak di jawab sama sekali, Arka malah mendelik ke arah Abyan dengan sesekali menyeruput kembali teh manis hangat di tangannya.

"Gue bisa jadi temen lo, " lanjut Abyan, dan sama sekali tidak di gubris oleh Arka.

"Gue serius, Jenggala, " tekan Abyan, lagi.

Arka hanya berdeham dan kembali meletakkan gelas cangkir teh manis hangatnya di meja.

Terdengar kembali melodi irama bunyi dari senar yang Abyan petik, sangat menenangkan dengan dipadu tidak sengaja dengan suara gemercik hujan. Menambah kesan ketenangan yang membuat rasa aneh di benak beberapa saat.

"Kalo lo udah dapetin Ana, gue gak yakin lo bakalan terus mau deket sama gue, " celetuk Arka, nampak dengan matanya yang memejam, dan jari lengan kanannya yang sibuk memutar-mutar pensil gambar nya.

Abyan terkekeh, dan menghentikan petikan senar gitarnya, "sok tau, haha, " jawabnya, dan sedikit menoyor perlahan pelipis samping Arka.

"Nanti kita double date, gue sama Ana, lo sama pacar lo itu yang sering anterin lo pulang, " asal Abyan, yang mana malah membuat Arka sontak menegakkan tubuhnya dan menatap kearah Abyan serius.

Arka menghela nafasnya, "Danta bukan pacar gue, dia cuma temen kecil, " sarkas Arka cepat, nampak juga mukanya yang terpasang ketus.

"Ciaelah, malu-malu, tapi lo suka kan sama dia? " goda Abyan, sambil asik menyetel gitarnya yang terasa agak sedikit menjadi fals itu.

"Gak, " cepat Arka.

Abyan tersenyum, sama sekali tidak menatap Arka di sampingnya itu, "gue tau lo suka sama dia, iyakan? " yakinnya.

Arka menggeleng.

"Gak usah bohong, Jenggala, " Abyan kini menatap Arka, dan keduanya saling tatap untuk beberapa detik.

Arka membuang mukanya malas, "bukan urusan lo, "ketusnya, lalu menyandarkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di depan dada dan perlahan memejamkan matanya.

Sedangkan yang menggoda, hanya terkekeh kecil melihat tingkah ketus Arka itu. Lucu, asik juga menggoda nya. Bahkan lihatlah, wajahnya agak sedikit memerah, pasti malu. Haha, gemas.
Kembali melanjutkan bermain gitarnya, bersama gemercik rintikan hujan yang ikut mengalun beriringan. Beserta suara hewan-hewan malam, yang ikut terdengar suaranya. Dan tercium pula, wanginya tanah yang tergenang air hujan beserta wangi-wangian bunga yang tengah bermekaran di malam itu.

•••


HARUS DI DENGERIN!

Kepada JenggalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang