Gibran melangkahkan tungkainya memasuki rumah mewah Nataprawira dengan perasaan yang sangat campur aduk antara senang, sedih, bingung semuanya bercampur menjadi satu. Jantungnya terus saja berdetak dengan cepat, karena saat ini ia tidak hanya sendirian, melainkan ada Senan yang kini tengah berjalan mengekor di belakangnya.
Ingin sekali rasanya Gibran berjalan memasuki rumah berdampingan dengan Senan, namun hal itu tak mungkin terjadi, karena anak itu nampaknya masih sangat menjaga jarak dengan dirinya. Tak terasa air mata pun menetes di kedua pipi Gibran. Ingatannya beberapa tahun silam kembali berputar di otaknya, ingatan dimana saat si bungsu masih berada di tengah tengah mereka, memberi kehangatan bagi keluarga kecil Gibran dan Nadine. Si bungsu yang akan bergelayut manja ketika berjalan di samping Gibran.
Terlihat sesekali Gibran menoleh ke belakang untuk melihat Senan. Anak itu, mirip sekali dengan putra bungsunya, Orion. Hanya saja Senan di penuhi dengan banyak misteri yang sepertinya harus Gibran pecahkan satu persatu atau mungkin perlahan misteri tentang siapa Senan sebenarnya akan terpecah atau terkuak dengan sendirinya?
'Apa kamu hidup dengan baik, nak? Kamu mirip sekali dengan Orion. Dia kakak kembar mu, Rigel.'
Senan sendiri, anak yang beberapa kali Gibran perhatikan pun hanya terdiam sembari mengikuti langkahnya, ia tak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya diam dan diam sungguh itu yang membuat perbedaan jelas antaranya dirinya dan Orion.
Keduanya terus berjalan menyusuri kediaman Nataprawira. Beberapa maid yang kebetulan sedang berlalu lalang terlihat membulatkan kedua matanya saat melihat kedatangan Senan. Mereka menatap tak percaya pada Senan yang sejak tadi terlihat tengah fokus mengamati beberapa spot indah yang ada di kediaman Nataprawira lebih tepatnya kediaman Gibran dan Nadine.
"S-selamat datang tuan Gibran.." sambut salah satu maid gugup dengan tatapannya yang sesekali tertuju pada Senan.
'Apaan sih nih ART ngeliatin gue mulu, bukan cuma satu, tapi semua ART disini natap gue aneh! Kenapa sih padahal mah gue ganteng ganteng aja ya meskipun keliatan gembel.'
"Hm, siapa saja yang saat ini ada di rumah?" sahut Gibran bertanya pada maid yang baru saja menyambutnya.
"Nyonya Nadine ada di kamar masih bersiap-siap, nona muda Aletta juga ada di kamar begitu juga dengan tuan muda Zayn. Kalau nyonya eyang ada di halaman belakang bersama tuan Arsen," jawab sang maid.
"Bagus, tolong suruh mereka semua ke ruang keluarga sekarang juga."
"B-baik tuan Gibran."
Setelah itu maid pun berlalu dari hadapan Gibran. Senan yang sedari tadi diam pun masih asyik dengan lamunanya. Sebenarnya siapa om-om yang ada di depannya saat ini? Kenapa ia mau repot-repot membawa Senan ke rumah mewah nan besarnya yang bak istana ini? Sebenarnya apa tujuan utama Gibran membawanya kemari? Apa benar ia adalah orang baik yang dengan tulus menolongnya kabur dari ketiga teman kakak iparnya itu? Ah memikirkannya saja sudah membuat kepala Senan berdenyut nyeri.
Karena terlalu fokus dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya, Senan sampai tak menyadari bahwa kini langkahnya sudah berhenti tepat di area ruang keluarga, dan karena itu pula lah Senan tidak menyadari dengan adanya sebuah foto berukuran besar yang ada di dinding ruang tamu utama yang ia lewati tadi.
Sebuah foto yang mungkin saja bisa menjadi jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak Senan sekarang.
"Rige– ah maksudnya Senan," panggilan lembut dari Gibran berhasil membuyarkan lamunan Senan.
"E-eh iya om?" sahut Senan seraya menatap Gibran membuat atapan keduanya kembali bertemu, dan saat itu lah dapat Gibran lihat dari sorot netra fox itu menyiratkan kesakitan yang begitu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Senan [HIATUS]
Fanfiction[Sequel of He Is Orion] Aku ingin dianggap ada tapi bukan sebagai pengganti. Aku ingin di sayang tapi bukan sebagai dia. Kami memang sama, tapi aku bukan dia. Aku Senan yang ingin bahagia.