11. Sebenarnya

1.1K 192 54
                                    

Kini Gibran dan Maudy sudah duduk di salah satu sofa dekat jendela besar yang langsung memperlihatkan gemerlap kota yang masih di guyur hujan. Posisinya tak jauh dari ranjang pesakitan tempat dimana Senan terbaring tak sadarkan diri dengan di temani oleh kedua wanita cantik yang Maudy tak tau siapa mereka, namun melihat keduanya yang begitu khawatir pada sang adik serta tangan salah satu dari kedua wanita itu yang tak melepas genggamannya dari tangan Senan cukup membuat hati Maudy sedikit tercubit karena seharusnya yang berada di posisi itu sekarang adalah Maudy bukan kedua wanita cantik itu yang tak lain adalah Nadine dan anak cantiknya Aletta.

"Maudy.." panggil Gibran lembut berhasil mengalihkan perhatian Maudy yang sejak tadi hanya diam seraya memperhatikan sang adik.

"Ada yang mau saya bicarakan sama kamu nak," lanjut Gibran.

Maudy hanya diam tak merespon apapun, namun tatapannya seolah-olah menyetujui ajakan bicara Gibran.

"Begini.." Gibran nampak berpikir sejenak untuk memulai obrolannya.

"A-ada apa pak? Apa yang mau b-bapak bicarakan sama saya?" Maudy akhirnya memberanikan diri untuk mengeluarkan suaranya.

Gibran menarik napas sejenak lalu menghembuskannya perlahan, "boleh saya menanyakan satu hal sama kamu? Ini tentang Senan."

Maudy mengernyit mendengarnya, namun perlahan ia mengangguk tanda memperbolehkan Gibran untuk bertanya meski anggukan tersebut terlihat ragu.

"Pertanyaan saya mungkin akan membuat kamu tersinggung.. Apa Senan adik kandung kamu?"

Deg! Apa itu? Kenapa pria paruh baya yang duduk di depannya saat ini tiba-tiba menanyakan hal tersebut pada Maudy yang tentu membuat sang empunya langsung tertegun dan tak langsung menjawab malah memalingkan wajahnya untuk menatap sang adik yang ada di ranjang pesakitan sana hingga tanpa di sadari air matanya pun turun seketika.

"Maaf Maudy, bukannya saya ingin bersikap tidak sopan, saya hanya ingin semuanya menjadi jelas. Maaf kalau ucapan saya menyakiti hati kamu," ucap Gibran seraya menatap wanita cantik yang seumuran dengan anak sulungnya ini dengan lembut.

Maudy buru-buru menyeka air matanya lalu memberanikan diri untuk menatap Gibran, "Senan adik saya, pak."

Napas Gibran tercekat saat mendengar ucapan Maudy.

"Atas dasar apa bapak menanyakan hal itu pada saya? Siapa kalian sebenernya? Kalian hanya orang-orang yang menolong adik saya kan? Tolong jangan bertindak di luar batas, Senan itu adik saya," ucap Maudy tegas.

Gibran mengangguk paham seraya menunjukan senyumnya yang bermaksud untuk menenangkan Maudy. Lalu ia pun mulai mengeluarkan sesuatu dari balik saku jas nya. Sebuah surat yang membuat Maudy mengernyit heran saat Gibran memberikan surat itu padanya.

"A-apa ini?"

"Lihat surat itu nak, dan kamu akan mengerti."

Dengan tangan yang gemetar Maudy pun perlahan mengambil surat tersebut dari tangan Gibran.

"Maaf bukannya saya bertindak di luar batas, saya hanya ingin mengetahui keberannya," ucap Gibran saat Maudy fokus membaca isi surat tersebut.

"B-bagaimana bisa.." lirih Maudy setelah selesai membaca surat tersebut dengan air matanya nya yang lagi lagi turun membasahi pipinya.

"Di surat itu menyatakan bahwa test DNA Senan dan juga adik saya hasilnya cocok. Adik saya adalah ayah biologisnya Senan, jadi apa benar Senan itu adik kandung kamu atau bukan?" tanya Gibran hati-hati karena melihat reaksi Maudy yang seperti ini Gibran sudah tau pasti jawabannya, selain itu ia juga sudah mengetahui banyak informasi tentang Maudy dan Senan, hanya saja Gibran ingin tau kebenarannya dari mulut orang yang bersangkutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Senan [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang