Sosok yang Terlupakan

2.1K 49 0
                                    

Di sudut ruangan kecil, di tengah keributan, di antara segala antusias, dia tetap tenang sambil membaca buku kesukaannya. Tertera jelas nama Woody Allen di cover depan buku yang sedang dipegangnya itu. Buku memang mampu mengalihkan perhatiannya terhadap dunia di sekitarnya. Tidak ada satupun yang ia pedulikan kecuali benda kertas berisikan tulisan itu di hadapannya. Bahkan, dia sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan yang dari tadi membuat satu sekolahan cukup gempar, hingga pada akhirnya salah satu teman sekelasnya mencoba menarik perhatiannya.

"Andi..Lo udah denger belum kabar tentang anak baru yang katanya keren parah itu? Tadi anak-anak pada ngeliat dia lagi di ruang pak Kepsek loh." Kata teman cewek sebangkunya itu, Amanda. 

Dengan mata berbinar-binar, Amanda menceritakan semua gosip yang lagi hangat, tapi percuma saja. Andi masih tetap asik dengan buku kesukaannya itu. Sejauh ini Andi cuma me-respon antusias Amanda dengan satu jenis kata, "Oooh..."

"Ih...Lo kok gitu sih Ndi. Gak asik amat jadi orang." Amanda menggoncangkan badan Andi supaya Andi cepat-cepat beralih fokus terhadapnya.

"Iyadeh iyaa... Terus? Emangnya kalau tu anak keren, gue mesti teriak histeris gitu? Udah ah... Gue mau ke toilet bentar."

Kemudian Andi berjalan menjauhi Amanda yang masih cemberut karena dicuekin. 

Sepanjang Andi berjalan, memang benar ternyata, orang-orang sibuk membicarakan tentang anak baru yang keren parah 'katanya'. Ada yang berbisik-bisik membicarakannya, ada pula yang teriak-teriak membising gak jelas, kayak geng-nya si Nina. Padahal Andi berada pada jarak yang cukup jauh dari mereka, tapi suara mereka yang tengah menggosip sanggup didengar Andi secara jelas.

Di dalam hatinya, Andi sebetulnya sangat penasaran dengan sosok yang dielu-elukan oleh teman-temannya, terutama yang cewek.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

WC mana WC... Duh, sial... Kenapa di saat seperti ini aku harus terdesak untuk buang air.  Mana ini tempatnya baru pertama kali aku kesini. Apa harus kuputuskan untuk bertanya? Kepada siapa? Aku juga enggak kenal siapa-siapa disini... Ah sudahlah. lebih baik aku keliling aja dulu, itung-itung jalan-jalan. Ntar juga ketemu...

Terhitung sudah 20 menit yang lalu sosok itu berputar-putar mengelilingi sekolah barunya itu setelah minta izin sebentar dari pak Mundari, kepala sekolah barunya. Dia lupa untuk menanyakan keberadaan tempat terpenting itu tadi. Dia terlalu terburu-buru.

Nah! Ini dia tempatnya, akhirnya ketemu jugak. Yeaaaaah!!!"

Tanpa menunggu apa lagi, secepat kilat dia masuk ke tempat yang dinantinya itu, WC. 

Di dalamnya berjejer 6 urinoir dan 4 kamar kecil yang bersekat. Di salah satu urinoir itu telah diisi oleh seseorang, yang tentunya belum dia kenal. 

"Currrr........" Suara urine-nya menggelegar ke seluruh penjuru ruangan. Mengagetkan orang yang ada disebelahnya, sosok pemakai urinoir di ujung tadi yang sudah terlebih dulu ada di tempat ini. Sosok itu melirik ke arahnya tepat pada saat dia juga melirik si pemakai urinoir ujung. Mata mereka bertemu. Sungguh ini memang kejadian canggung antara dua lelaki yang saling menatap, di depan urinoir masing-masing, dengan senjata yang saling tengah dikeluarkan. Absurd...

Si pemakai urinoir ujung tadi terlihat tersenyum ke arahnya, dan membuka percakapan,

"Punya lo gede juga ya. Bunyinya maksud gue.. hahaha." si pemakai urinoir ujung tadi tertawa. "Boleh juga tu lo punya. Muehehehe..." Kembali tertawa.

"Haaaaah...?" Ia ketakutan. Apa gue mau disodomi? Sial. Dia pasti homo. Gue mesti nyelamatin diri gue sekarang.

Dengan langkah seribu, dia berlari terbirit-birit meninggalkan WC itu. Entah kemana arah tujuannya yang jelas nalurinya berkata ia harus menyelamatkan diri.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Andi tengah termenung ketika ia melihat sosok yang baru dikenalnya tadi berlari cepat meninggalkannya tanpa meninggalkan sepatah katapun. 

"Wah...jangan-jangan tu anak nyangkain gue homo nih. Padahal kan gue cuma bercanda, semua orang juga tau kalau gue ini humoris. Eitttsss..Tunggu. Gue belum pernah liat dia, berarti dia anak baru itu? Pantas dia gak tau sifat gue yang humoris ini. Sial... Gue harus cepat-cepat menyusul dia." 

Masih tampak jelas olehnya punggung laki-laki tadi yang tengah berlari menuju ruang majelis guru. Keadaan darurat. Andi mesti cepat-cepat. 

BRUKK!! Suara tubrukan anak baru itu dengan seorang wanita berjilbab berumur 30-an. 

Andi yang melihat kejadian itu dari kejauhan, kaget bukan main. Itu Bu Anita, wali kelasnya. Bisa bahaya kalau anak baru itu ngomong yang macam-macam tentangnya kepada Bu Anita. 

"Eh..Tunggu. Anak itu kan gak tau nama gue. Jadi gue aman. AHAHAHA. Mending gue kabur dulu ke kelas." Andi berlari menjauh supaya gak terlihat oleh mereka berdua. Perlahan akhirnya ia sampai juga ke kelas.

"Aaaah...AMAN..." Andi menghela nafas lega.

Belum puas ia merasa lega, kembali ia dikejutkan dengan suara pengumuman dari speaker kelasnya. Yap suara itu pasti dari ruang TU. Alat itu emang sering digunakan guru untuk memanggil siswa  yang sulit dicari. 

"Panggilan kepada Septian Arifandi kelas X.1 untuk segera menghadap Ibu Anita di ruang majelis guru." 

Yak! Namanya dipanggil. Spontan, Andi langsung panik setengah mati. Pikirannya cuma satu, pasti karena masalah di WC tadi. Siaaaaal.... Aaaargh...

Sambil menarik dan menghela nafas, Andi mencoba untuk rileks dan berpikir positif, semoga bukan karena itu. 

Sesampainya di majelis guru, dilihatnya di samping meja Bu Anita berdiri anak lelaki tadi, tepat di sebelah Bu Anita duduk. Yap.. Perkiraan Andi benar. "Tamatlah gue..." Pikirnya.

Kekagetan bukan kepalang tampak dari raut wajah anak baru itu saat melihat Andi menghampirinya dan Bu Anita tentu saja. "Ini kan si homo tadi.."

"Ya bu? Ada apa?" 

"Begini nak. Ibu memanggil kamu karena ibu ingin kamu membawa teman sekelas kamu yang baru ini ke kelas, terus kamu perkenalkan sama teman-teman kamu lainnya. Kamu kan ketua kelasnya. Mau ya?" Perlahan dengan ramah bu Anita menjelaskan.

"Dia bu?" Tanya Andi sedikit ragu.

"Iya dia. Kenapa? Apa kalian udah saling kenal?"

"Mmm.. Tadi sempat ketemu sih bu, di toilet. Tapi.."

"Yasudahlah. Ayo, kamu antar dia ke kelas. Nah Zaki, ini teman kamu, ketua kelas kamu sekarang. Silahkan pergi dengannya." Bu Anita mempersilahkan mereka berdua dengan menebarkan senyum.

Mereka kemudian berjalan berdua menyusuri koridor-koridor sekolah, persis seperti...homo. Canggung memang...

Andi memanfaatkan situasi ini untuk meminta maaf dan memberi penjelasan atas kejadian tadi di WC.

"Emm.. siapa nama lo? Zaki ya? Iya gini Zak, tadi gue itu niatnya cuma bercanda kok sumpah. Itu refleks gue, soalnya bawaannya gue emang humoris dan becandaan. Sekali lagi, maaf ya kalau itu membuat lo takut dan nganggap gue aneh-aneh."

"Eeerrr..Oh gitu iyadeh. Sori gue sempet ngira yang enggak-enggak tadi. Nama lo siapa?"

"Andi." 

"Gue Zaki." Katanya sambil mengulurkan tangan ke arah Andi.

"Mulai sekarang kita teman. Anggap aja kejadian tadi adalah bumbu penyedap awal mula  pertemanan kita. Gue yakin lo gak bakal lupa tragedi kita hari ini."

Yap...Begitulah awal pertemuan mereka. Pesing. Persis kayak bau kencing mereka masing-masing. 

Namun siapa sangka, justru karena kejadian inilah mereka menjadi teman baik, akrab, hingga menjadi sahabat. Memori indah dua sejoli yang tak akan punah dibunuh oleh waktu . . .

Friendshit and RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang