“Perjodohan? Nggak waras. Cheryl nggak mau.” Gadis berusia 17 tahun itu menatap kedua orang tuanya. Dia menolak berkali-kali saat orang tuanya memintanya untuk mengikuti perjodohan yang mereka buat.
“Kenapa nggak mau? Ini juga buat kebaikan kamu,” kata Sandi, menatap sang anak yang berkali-kali mengatakan 'tidak' pada rencananya.
“Sekarang udah jaman apa, sih, Pa? Emang masih dibutuhin perjodohan nggak jelas begitu? Cheryl bisa cari suami sendiri,” kata Cheryl. Dia benar-benar menentang permintaan orang tuanya.
“Bukan soal jamannya. Papa cuma mau Cheryl menikah sama orang yang tepat,” kata Sandi. Sementara Rika hanya menatap percakapan anak dan suaminya.
“Cheryl bisa cari orang yang tepat buat Cheryl, dan orang yang bener-bener Cheryl mau.” Cheryl menatap kedua orang tuanya dengan tatapan tidak percaya. Di jaman modern seperti ini, orang tuanya masih saja memikirkan soal perjodohan.
“Cheryl, hitung-hitung juga buat Mama Papa seneng,” kata Rika, memutuskan untuk membuka suara karena sifat keras kepala sang anak. “Mama Papa juga nggak sembarangan pilih suami buat kamu, dia baik, Cheryl.”
Cheryl menyipitkan matanya menatap sang ibu, "Mama seneng sama orang itu? Kalau begitu Mama aja yang nikah sama orang itu!"
“Watch your tongue, Cheryl!!” Sandi meninggikan suaranya, mendengar hal tidak sopan yang keluar dari mulut anaknya.
Cheryl tetaplah Cheryl yang keras kepala. Dia tetap menolak rencana orang tuanya. “Cheryl nggak mau, Pa! Cheryl nggak mau terima perjodohan nggak jelas ini!” Cheryl berdiri dari sofa, melangkah pergi dari sana sebelum suara tegas milik papanya membuatnya berhenti melangkah.
“Sit down, Cheryl.”
Cheryl tidak bergerak, dia hanya berdiri sambil memunggungi orang tuanya yang masih duduk di sofa. Sang ibu menatap punggungnya, sementara sang ayah tidak menatapnya sama sekali.
“I said sit down, Cheryl Xendricka.” Sandi kembali menegaskan agar anaknya duduk kembali di sofa.
Cheryl menghentakkan kakinya, dia mengepalkan tangannya dan matanya berkaca-kaca. Lalu dia duduk di sofa, tidak menatap ke arah orang tuanya.
“Terima perjodohannya, bulan depan kamu menikah. Be a good girl. Kamu udah sering menentang orang tua kamu, jangan menentang suami kamu nanti.”
***
“Woi!! Setaaaaannnn!!”
Kehidupan sekolah baru saja akan dimulai, tapi suara yang menggelegar di koridor sekolah itu membuat orang-orang yang ada di sekitar koridor terkejut sampai menutup telinga mereka.
Gevan dan Ethan menoleh ke belakang, melihat temannya yang menyengir sambil merentangkan tangannya, seolah ingin mendapatkan pelukan. Lalu dia berlari mendekati Gevan dan Ethan dengan tangannya yang masih direntangkan.
Sadar apa yang akan terjadi, Ethan melangkah mundur, dia menyilangkan tangannya di depan dadanya untuk menghindari pelukan dari temannya yang gila itu. Sementara Gevan hanya bergeser dua langkah ke samping dan berhasil menghindari pelukan temannya itu.
Ethan kewalahan menghadapi sifat Riki yang sudah membuatnya mual di pagi hari yang indah nan cerah ini. Tapi karena adanya Riki, paginya berubah menjadi suram.
“Sialan! Lepasin!” Ethan berontak meminta untuk dilepaskan dari pelukan Riki.
“Kangen!!” Riki masih memeluk Ethan bahkan mempererat pelukannya walaupun temannya berteriak bahkan berontak agar terlepas darinya.
Gevan menatap dua temannya dengan tatapan lelah. Jika orang-orang mengatakan awali pagi dengan senyuman, atau awali pagi dengan sarapan, tapi tidak dengan Gevan. Karena tiap paginya selalu diawali dengan keributan dari teman-temannya.
“Kangen apaan?! Baru semalem ketemu! Lepas!!” Ethan menjerit lagi, dia menjambak rambut Riki, dan melakukan segala cara agar dia tidak dipermalukan di sekolah seperti ini.
Alih-alih melepaskan, justru Riki ikut menjambak rambut Ethan sebagai balasan. “Kecup dulu dong,” kata Riki.
“Bangsat! Geleuh anj...!!!!”
Akhirnya keributan itu berhenti setelah mendengar suara bel berbunyi. Riki melepaskan pelukannya pada Ethan, juga Ethan ikut melepaskan tangannya dari rambut Riki. Rambut keduanya kini sudah berantakan karena aksi jambak-jambakan tadi.
Ethan mengerang sebal, dia menatap ke jendela kelas untuk bercermin. Dia tidak sudi wajah tampannya ini menjadi lecek karena kelakuan Riki. Ethan merapikan tatanan rambutnya kembali. Percuma dia berdiri lima belas menit di depan cermin hanya untuk membuat rambutnya terlihat sempurna agar dapat mencerahkan pandangan adik-adik kelasnya, tapi dirusak begitu saja oleh Riki.
Riki ikut bercermin di jendela kelas entah kelas siapa itu, dia ikut merapikan rambutnya di sebelah Ethan. Sadar banyak murid-murid perempuan yang jelas adalah adik kelasnya yang menatap dia dari dalam kelas, Riki menyisir rambutnya ke belakang dengan tangannya, sengaja tebar pesona. Murid-murid perempuan di dalam kelas itu menjerit kegirangan karena Riki melambaikan tangan pada mereka dari luar kelas.
Tak mau kalah, justru Ethan membuka dua kancing atas seragamnya, membuat dadanya menjadi sedikit terlihat. Para gadis dibuat mabuk oleh dua cowok yang kini masih tebar pesona di depan kelas mereka.
Muak, para murid cowok muak dengan tingkah kakak kelasnya itu.
Gevan, murid teladan nan kalem tidak ikut serta dengan kedua temannya yang masih sibuk tebar pesona. Gevan menatap seorang gadis yang sedang duduk di depan kelasnya bersama teman-temannya.
Percaya atau tidak, gadis itu secara tidak langsung adalah tunangannya sendiri. Cheryl Xendricka, atau biasa dipanggil Cheryl, anak dari Sandi yang dijodohkan dengannya.
Sudah sekitar dua Minggu lamanya Gevan dan Cheryl menjalani perjodohan ini, tapi tidak membuahkan hasil. Gevan dan Cheryl tidak berkomunikasi dengan baik. Lebih tepatnya Cheryl yang masih saja menolak adanya perjodohan ini, tidak mau berhubungan dekat dengan Gevan, dengan tujuan agar perjodohan ini secepatnya dibatalkan.
Gevan masih menatap Cheryl. Alih-alih mendekat dan menyapa tunangannya, justru Cheryl menatap Gevan dengan tatapan dingin dan tajam lalu dia berdiri dan masuk ke dalam kelasnya tanpa mengatakan apa-apa.
Gevan sadar kalau kehadirannya membuat Cheryl merasa tidak nyaman, dan bisa saja gadis itu membencinya sekarang. Gevan hanya menghela napas, menatap ke bawah dan melangkah untuk pergi ke kelasnya.
Sementara Riki dan Ethan masih menyombongkan wajah tampan keduanya. Seorang guru memergoki tingkah mereka, rotan yang selalu ada di tangannya, ia goyang-goyangkan di udara sambil menatap dua muridnya itu.
“Baru sehari jadi kelas dua belas, udah mau masuk ke ruang BK?” tanya guru itu membuat Riki dan Ethan mengerjap.
Riki terkikik, “Sayang, Pak, kalau wajah ganteng nggak disebar begini. Rasanya kayak kosong gitu,” kata Riki.
Sementara Ethan berlagak tidak tau sambil mengancingi seragamnya kembali sebelum rotan itu mendarat di bokongnya.
Guru itu menatap Ethan yang sedang mengancing seragamnya. “Ethan, gerah?”
Ethan menatap guru itu, sambil menyengir. “Lumayan, Pak. Pagi ini cerah doang, tapi angin nggak sepoi-sepoi,” jawab Ethan.
“Di ruang BK ada AC, mau masuk? Ayo kalian berdua ikut Bapak sekarang,” kata guru itu, hendak mengambil langkah.
Riki dan Ethan mundur selangkah, “Oh tidak, Pak! Saya ada ulangan harian pagi ini, cabut dulu, Pak!” Setelah mengatakan itu, Riki langsung mengacir ke kelasnya meninggalkan Ethan yang masih berhadapan dengan guru itu.
“Masih gerah? Ayo ke ruang BK,” kata guru itu sambil menatap Ethan yang masih cengengesan.
“Anu... Nggak perlu, Pak. Di kelas saya juga ada AC, jadi saya ke kelas dulu! Permisi, Pak!” Ethan kabur dengan cepat sebelum guru itu memanggil namanya lagi.
Sementara sang guru hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua muridnya yang menjadi biang masalah itu.
***
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆𝐄𝐕𝐀𝐍
Fanfiction❝Bukan kamu yang nggak pantas untuk bahagia, Gevan. Tapi dunia yang terlalu jahat buat kamu.❞ Gevan Sarendra, remaja yang didewasakan oleh kehidupan sebelum waktunya. Memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk orang-orang di sekitarnya ♛♛♛ A teenf...