13. Mama

47 4 0
                                    

Gevan merasa dirinya semakin membaik. Kesibukan sehari-harinya tidak pernah berubah. Ia bangun untuk melakukan aktivitas seperti biasanya, pergi ke sekolah, merapikan rumah lalu ia masih menyempatkan diri untuk belajar. Dan Gevan tidur untuk mencari ketenangannya.

Rasa sesak yang Gevan rasakan semakin berkurang dalam berjalannya waktu. Walaupun ada masanya di mana rasa sesak itu kembali seperti akan merenggut nyawanya.

Namun lingkar hitam di matanya mulai terlihat, karena Gevan selalu memaksakan diri untuk belajar. Sebenarnya bukan memaksakan diri, justru Gevan memanfaatkan itu dengan belajar untuk mengisi waktunya kala ia tak bisa tidur di malam hari. Tapi setidaknya dengan cara itu Gevan dapat membuat dirinya lelah dan akhirnya bisa tertidur pulas.

Tapi kalau batuk berdarahnya...

Kringgg!

Gevan menoleh ke arah ponselnya saat mendengar pengingat waktu untuk minum obat. Gevan mematikan alarm itu dan beranjak dari kasur setelah meletakkan pulpen di atas meja.

Gevan membuka laci mejanya, mengambil botol obat dan mengeluarkan tiga butir obat dengan masing-masing memiliki manfaat yang berbeda. Namun saat hendak memasukkan benda pahit itu ke dalam mulutnya, Gevan teringat sesuatu yang membuatnya tidak jadi meminum obatnya.

"Gue belum makan..." lirih Gevan. Ya, dia belum makan siang karena sangat sibuk pada buku-buku tugasnya.

Setelah melihat jam dinding, Gevan meletakkan kembali obatnya ke laci. Lalu dia melangkah keluar kamarnya menuju dapur untuk memasak makanan. Mengharapkan Cheryl untuk memasak seperti halnya tugas seorang istri, itu adalah kesalahan besar. Gadis itu tidak pernah menyentuh dapur jika bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Kasarnya, Cheryl tidak pernah menyumbangkan sedikit tenaganya untuk repot-repot membuatkan Gevan makanan, walaupun hanya sesuap nasi.

Gevan membuka laci yang ada di dapur, mencari bahan-bahan untuk memasak makanan yang simpel tapi setidaknya bisa dinikmati. Mata laki-laki itu melirik ke arah wastafel, kosong. Tidak ada piring atau gelas kotor di sana. Gevan tau kalau itu artinya Cheryl belum makan siang juga.

Gevan tidak pernah membalas perbuatan tidak baik istrinya dengan perbuatan yang sama. Kebencian Cheryl terhadap dirinya ia maklumi sepenuhnya. Cheryl yang tidak bisa menerima kehadirannya juga benar-benar ia maklumi. Karena semua sifat dan perbuatan Cheryl terhadapnya juga terjadi karena Gevan sendiri.

Gevan sibuk memasak di dapur, ia memutuskan untuk membuat dua porsi makanan. Mau atau tidaknya Cheryl menerima makanan darinya, itu hak Cheryl sendiri. Gevan tidak pernah memaksa sesuatu yang nantinya akan membuat istrinya semakin membenci dirinya.

Juga, berterimakasih pada ibunya yang dulu selalu mengajarkan tentang cara memasak.  Ibunya selalu bilang jikalau suatu saat Gevan akan tinggal sendiri, ia tidak akan kesulitan untuk menjalani hidupnya. Tak disangka semua perkataan ibunya terjadi saat ini. Gevan bisa menjalani hidupnya sendiri di bawah nasihat dan ilmu dari ibunya.

Walaupun Gevan kecil dengan pikiran polosnya saat itu selalu berkata bahwa memasak adalah tugas perempuan. Dan jika dia menikah, yang memasak bukanlah dia, melainkan istrinya. Tapi lagi-lagi tak disangka ternyata yang ia lontarkan itu tidak terjadi dalam hidupnya. Menikah atau pun tidak, Gevan mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan tangan dari istrinya.

Makanan siap, dua piring nasi goreng sudah tersaji di atas meja. Gevan membuka kulkas untuk mengambil sebotol air. Kebetulan saat itu juga suara langkah kaki terdengar menuruni tangga. Gevan melirik dan melihat Cheryl datang dengan setelan baju yang rapi.

Tak butuh banyak bertanya, hanya dengan melihat jam saja Gevan sudah tau ke mana istrinya akan pergi. "Mau ke tempat les?"

"Hm," Gadis itu menjawab dengan acuh. Tampak enggan bersuara sedikit pun untuk menjawab pertanyaan Gevan dengan benar.

𝐆𝐄𝐕𝐀𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang