10. Juliet

54 5 1
                                    

"Pa,"

"Ada apa, Gevan?"

"Gevan batuk berdarah lagi, Pa."

Orang di seberang sana membeku, belum mengatakan apa-apa karena hanya bisa memijat keningnya. Sandi cemas, khawatir, dan takut kejadian dulu akan terjadi lagi. "Udah ke dokter?"

"Udah. Dan..." Gevan diam sejenak, menggigit jarinya karena cemas. Dia masih belum menjawab pertanyaan Sandi lantaran tidak tau harus mengatakan apa pada Sandi. Gevan memajamkan matanya, menghentak-hetakkan kakinya ke lantai sambil mencabuti kulit bibirnya.

Fisiknya lelah, mentalnya dibuat cemas oleh keadaan. Bagaimana caranya mengatakan tentang tumor? Pikiran buruk yang berkeliaran di kepalanya menggerogoti fisik juga batinnya.

Hal itu justru membuat Sandi semakin cemas, diamnya Gevan membuat pikirannya memikirkan hal-hal yang buruk dan membuat ketakutannya menjadi-jadi.

"Gevan positif tumor lagi, Pa.. Lagi... dan sekarang udah stadium empat..."

Bahu Sandi merosot, ia menyandarkan punggungnya pada sofa sambil memejamkan matanya. Ketakutannya terjadi. Sandi tau apa yang Gevan pikirkan dan rasakan saat ini. Sementara Gevan masih mencabuti kulit bibirnya sampai membuat luka.

"Nggak apa-apa, Gevan... Nggak apa-apa... Kita bakal usaha, ya, nanti. Nggak perlu khawatir, Papa yakin Gevan pasti kuat buat hadapin ini semua."

"Udah nggak bisa sembuh, Pa. Gevan udah cek ke tiga rumah sakit, dan jawabannya tetep sama. Stadium empat nggak bisa sembuh." Gevan mengulum bibir bawahnya, merasakan darah di bibirnya. Dia cemas dan takut. Gevan benar-benar tidak mau merasakan hal yang sama seperti terakhir kali.

Di seberang sana Sandi terdiam, mendengar suara Gevan yang menyampaikan kabar ini dengan nada sedih. Sandi berdeham sembari tersenyum walaupun senyuman itu tidak bisa dilihat oleh Gevan saat ini.

"Hey, Jagoan."

Panggilan itu membuat Gevan tersentak, dia terdiam saat Sandi memanggilnya "Jagoan". Apa Gevan benar-benar bisa disebut sebagai jagoan, di saat jemarinya bergetar ketakutan seperti ini? Di saat kepalanya terus memutarkan memori-memori buruk tentang masa lalunya? Di saat dia berkeringat dingin karena memikirkan apa yang akan terjadi jika dia benar-benar tidak bisa sembuh?

"Gevan udah pernah sembuh, 'kan? Gevan sakit lagi saat ini bukan berarti Gevan nggak bisa sembuh lagi. Walaupun dokter bilang nggak bisa sembuh, tapi Tuhan punya rencana yang lebih baik," Sandi menjeda beberapa detik, dia mengambil napas dan melanjutkan bicaranya.

"Nggak ada satu pun orang yang tau tentang rencana Tuhan, Gevan, termasuk dokter. Papa bukan Papa kandung kamu, tapi Papa kenal kamu dari kamu kecil. Papa bakal temenin Gevan ke mana-mana, oke? Jangan khawatir, Nak.. Gevan masih punya keluarga..."

Mereka membuat perbincangan panjang sore itu. Sandi terus membuat Gevan merasa lebih baik, walaupun hanya dengan kata-katanya. Sandi ingin membuat Gevan bangkit, berada di titik teratas di saat kenyataannya dia berada di titik paling bawah.

Gevan mengusap peluh di keningnya, setidaknya berbicara dengan Sandi dapat membuatnya merasa lebih baik.

***

Cheryl sedang menyukai olahraga renang.

Belakangan ini, Cheryl meminta izin pada Sandi agar mendaftarkan gadis itu ke tempat les renang. Seperti keinginannya, Cheryl mendapatkan izin itu. Hari ini Cheryl tengah bersiap untuk pergi ke tempat les renang yang tengah ia cintai akhir-akhir ini.

Cheryl bersenandung kecil, sangat menggambarkan semangatnya. Ia berjalan ke arah pintu dan membuka kenop pintu. Hal yang pertama ia dengar adalah suara Gevan. Yang sedang terbatuk-batuk seperti beberapa hari belakangan ini.

𝐆𝐄𝐕𝐀𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang