Tiga bulan berlalu.
Nasita berkali-kali membawa Biu untuk memeriksa kandungannya. Wanita itu kecewa setiap kali dokter mengatakan bahwa pelayannya tidak dalam keadaan hamil.
"Nona.."
"Diam dulu." Nasita menatap Biu tajam. Perilakunya berubah semenjak Bible menjauhinya, ia menjadi lebih keras dan kejam.
Nasita berlaku sesuka hati pada Biu, padahal pria kecil tidak melakukan kesalahan apapun.
"Bulan depan akan ada pertemuan keluarga, aku harus sudah hamil atau aku akan kehilangan suamiku," Nasita mengigiti kukunya cemas. "Sial, kenapa kau tidak hamil juga?!" Wanita itu membentak, membuat beberapa pengunjung coffe shop menatap kearah mereka.
"Tidak ada pilihan lain, kau tinggalah di rumahku. Sepertinya satu kali sex tidak berfungsi dengan baik."
"Maaf?" Telinga Build seolah menolak apa yang baru saja ia dengar.
"Dengar, aku tidak bisa mundur lagi. Hanya ini satu-satunya cara yang aku punya. Kau harus menurut Biu."
"Tapi nona, bagaimana bisa aku tinggal denganmu?"
Nasita menatap pria kecil itu tajam. "Jangan membantah, ingat, kau sudah setuju."
***
Perasaan Biu campur aduk. Ia sangat tidak nyaman dengan ide tinggal satu atap hingga dirinya hamil. Bayangkan serumah dengan pria yang memiliki istri, lalu ia harus berada di sana untuk melakukan hubungan intim dan menghasilkan anak.
"Aku lelah sekali." Pria kecil itu menyeret koper masuk ke dalam kamar yang disediakan oleh Nasita. Setelah mengunci pintu, Biu merebahkan dirinya di atas ranjang. "Apa benar pria yang bisa hamil itu anugerah? Kenapa aku mulai merasa ini kutukan?"
Biu menghela nafas dalam, matanya menatap langit-langit kamar.
"Apa aku benar-benar sanggup melakukannya?"
Tok Tok Tok
Biu buru-buru bangun, ia lalu turun dari ranjang untuk membuka pintu.
"Nyonya Nasita berpesan untuk mengatakan padamu bahwa beliau akan pergi."
"Pergi? Tapi kami baru tiba.." Biu merasa bingung. "Nona Nasita kemana?"
Bukannya menjawab, pelayan senior di rumah Nasita itu justru menepuk bahu Biu. "Para pelayan juga diminta untuk libur selama satu minggu. Jika butuh sesuatu, kau selalu bisa menghubungiku."
Mata Biu membulat. "Ke—kenapa bibi?"
Wanita paruh baya itu menggeleng. Bukannya menjawab ia justru memberikan buku catatan kepada Biu. "Ini adalah daftar hal yang harus kamu siapkan untuk tuan Bible. Lakukan sesuai intruksi."
Sekali lagi wanita itu menepuk pundak pria kecil.
"Kalau begitu, bibi dan pelayan lain pamit."
"Bibi tunggu.." Biu yang sudah mengenal pelayan itu sejak lama, menahan tangannya. "Aku tidak mengerti. Ada apa ini sebenarnya?"
"Nyonya akan menelpon, dia sendiri yang akan menjelaskan padamu."
***
Hampir pukul tujug malam dan belum ada telpon masuk. Biu termenung di meja makan menatap benda persegi yang diletakan dihadapannya.
Sesuai intruksi dibuku catatan, ia telah menyiapkan makan malam dan juga air hangat untuk suami majikannya.
Perut Biu sangat perih, meski ia telah memasak, ia tidak berani menyentuh makanan sama sekali.
"Kapan nona akan menelpon? Aku tidak tau harus melakukan apa sekarang.."
Deru mobil terdengar dari kejauhan, Biu terkesiap. Ia dengan gemetaran menuju pintu, sebelum Bible masuk, Biu telah membukanya.
Mata keduanya bertemu, Bible terbelalak kaget. "Kau?"
"Tuan maaf saya—"
Keterkejutan Bible luntur dalam waktu singkat. Pria itu berjalan masuk melewati tubuh Biu.
Pria kecil menutup pintu kemudian segera mengejar Bible.
"Apa yang istriku lakukan sekarang?" Tanyanya sembari menatap sekeliling rumah yang terasa sepi. "Kemana semua orang?" Bible duduk di atas sofa. Matanya melihat Build dari atas ke bawah. "Wajahmu seperti melihat hantu." Komentar Bible santai. Tidak peduli jika Biu semakin memucat.
"Jadi ada apa? Kenapa diam saja?"
"Nyonya pergi.."
Bible mengangkat alis. "Pergi? Ke mana?"
Biu menggeleng lemah, ia tidak tau harus berkata apa.
Dering ponsel membuat Bible mengalihkan perhatiannya. Setelah membaca pesan yang masuk, wajah pria itu berubah menjadi lebih keras.
"Sepertinya dia benar-benar menyerahkan seluruh rumah padamu." Bible tertawa sumbang. "Dia benar-benar melewati batas kali ini."
"Tuan, apa saya boleh pergi?"
"Untuk apa pergi? Apa kau tidak tertarik menjadi nyonya di rumah ini? Nasita memberikan peluang begitu besar padamu." Bible menepuk pahanya. "Duduk di sini. Aku ingin melihat wajah orang yang setuju melahirkan anakku. Sepertinya kau tidak terlalu buruk."
Biu bergeming, enggan beranjak.
Bible lagi-lagi tertawa, mengejek. "Terakhir kali aku sudah mengatakannya, jangan memainkan kartu korban."
Kekecewaan Bible pada istrinya membuat ia menjadi sangat kejam.
"Setelah melahirkan anakku, apa rencanamu?" Pria itu berdiri, kini berhadapan dengan Biu. "Uang? Apa kau mau uang?"
"Tidak tuan."
"Munafik sekali. Orang miskin memang sangat menyebalkan." Bible berdecak malas. "Katakan saja nominalnya, aku akan memberikannya padamu asal kau enyah dari hidupku selamanya."
Pria kecil meremas samping celananya.
"Menangis? Huh?" Bible mengulurkan tangan untuk mengangkat dagu Biu. Air mata menggenang dipelupuknya, Biu siap menjatuhkannya kapan saja.
"Jadi apa yang kau inginkan? Kenapa orang sepertimu sangat tidak tahu malu. Mengandung bayi orang lain? Buat ini masuk akal jika kau tidak mengincar sesuatu. Apa kau akan menusuk istriku suatu hari nanti?"
"Saya orang miskin, seperti yang tuan katakan." Biu menahan isakannya. "Saking miskinnya saya, saya tidak memiliki pilihan. Orang yang hidup atas belas kasihan orang lain, kami harus mengabdikan seluruh hidup."
"Saya tidak ingin melahirkan anak siapa pun. Saya hanya ingin membantu nona yang telah saya layani sejak kecil. Nona yang berbaik hati pada orang rendahan seperti saya."
Biu menghapus air matanya, pria itu lalu berlutut dihadapan Bible. "Anda bisa mengatakan apa saja, saya akan menerimanya. Tapi jangan ragukan kesetiaan saya pada nona Nasita."
Wajah angkuh Bible sangat kentara, ia lalu ikut berjongkok dihadapan Biu. "Wajah terluka ini, aku sudah melihatnya ratusan kali dalam hidup. Orang-orang mungkin tertipu, tapi aku tidak akan pernah."
Bible mencengkram dagu Biu dengan erat, membuat pria kecil meringis kesakitan. "Wajah polos ini, aku sangat membencinya. Aku sendiri yang akan membuatmu membuka topengmu."
"Tuan, sakithhh.."
"Satu minggu tinggal denganku akan menjadi nerakamu."
***
Halo 🙌🏻🙌🏻🙌🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrogate
Fanfic"Kita coba dulu, kalau tidak berhasil kau boleh pergi." Ucapan Nasita adalah ketentuan yang tidak akan pernah bisa Biu bantah. Pemuda yang jauh lebih muda dari nyonya kaya yang dilayaninya sejak kecil itu akhirnya hanya bisa menggangguk pasrah. "B...