8. Surat perjanjian

289 19 0
                                    

Aleena terkejut saat baru akan keluar dari kamarnya mendapati sosok Alfa sudah berdiri di depan pintu. Seperti biasa wajahnya selalu tampak datar saat berada di depan Aleena. Tanpa mengatakan apapun Alfa menyodorkan kartu ATM, membuat Aleena terkejut sekaligus bingung.

"Meskipun saya tidak menganggapmu sebagai istri saya, tapi di dalam agama kita tetaplah suami istri. Sudah menjadi kewajiban saya untuk memberikan kamu nafkah, jadi ambil ini untuk memenuhi semua kebutuhan kamu." Kata Alfa, masih menyodorkan kartu ATM.

"Terimakasih." Ucap Aleena, ia segera mengambil kartu ATM itu dari tangan Alfa. Meskipun ia tidak membutuhkan apapun dari Alfa karena ia sudah memiliki penghasilan sendiri. Tapi ia harus tetap menerima apa yang suaminya berikan agar tidak melukai harga diri sang suami.

Setelah Aleena menerima pemberiannya, Alfa segera pergi dari sana. Ia harus segera pergi ke kantor, karena nanti ada jam mengajar di universitas tempat istrinya kuliah.

Dari ujung tangga Elsa menatap jenis pada Aleena, ia sudah mengatakan pada sang kakak untuk tidak memberikan apapun kepada gadis itu. Karena Alfa menikahi Aleena hanya untuk membuat gadis itu merasa sakit. Jadi menurutnya akan lebih baik Alfa tidak memberikan apapun kepada wanita yang sudah menjadi istrinya. Apalagi nafkah yang seharusnya bukan untuk gadis itu.

"Enak ya udah numpang di sini, nggak berguna juga, eh malah dapat jatah bulanan. Bener-bener nggak tau malu!" Sindir Elsa.

"Aku menerima nafkah yang sudah seharusnya suami ku berikan, jadi kenapa aku harus malu?" Ujar Aleena,  masih dengan senyum yang selalu ia perlihatkan meskipun sedang sakit hati.

"Inget, kamu nggak di anggap!" Ketus Elsa, lalu berjalan menuju ruang makan menemui kakaknya yang sudah sarapan lebih dulu.

Aleena memilih untuk pergi ke teras rumah, menunggu suaminya selesai sarapan. Ia tidak bisa ikut sarapan, atau Alfa akan kembali marah saat melihat dirinya bergabung. Jadi ia akan sarapan nanti saja setelah suaminya berangkat ke kantor. Sambil menunggu, Aleena memilih untuk membaca koran yang ada di meja. Ia membaca semua berita hari ini dari koran untuk menghilangkan kebosanan menunggu sang suami pergi bekerja.

Aleena menoleh ke arah pintu saat mendengar langkah kaki, yang ia yakini itu adalah suaminya. Segera, ia melipat kembali koran yang tadi ia baca dan diletakkan di atas meja.

"Jangan pernah menyentuh saya, meskipun saya memberikan kamu nafkah. Bukan berarti kamu sudah saya anggap sebagai istri." Desis Alfa, saat melihat Aleena menyodorkan tangannya untuk salim.

Lagi-lagi, Aleena harus menelan pil pahit melihat sikap suaminya yang terlihat jijik bersentuhan dengan dirinya. Ingin rasanya ia berteriak dan meminta pada Alfa untuk menceraikan diri sendiri saja. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan, karena pasti banyak orang yang akan sedih jika pernikahannya yang masih terhitung satu Minggu sudah hancur.

Lihat Aleena untuk sarapan sekarang hilang, ia memilih untuk langsung berangkat ke tempat kerja tanpa sarapan. Tiba-tiba perutnya terasa kenyang saat melihat sikap Alfa padanya. Ketika baru duduk di kursi yang biasa ia gunakan saat bekerja, Aleena harus kembali berdiri karena dirinya dipanggil ke ruangan CEO.

"Jangan tegang gitu, Pak Alfa sebenarnya baik kok. Cuma dia sekarang menjadi orang yang tertutup karena masih merasa kehilangan tunangannya." Bisik Ema, dia adalah teman Aleena sejak gadis itu masuk ke dalam perusahaan. Ia adalah gadis baik yang tidak mau bersaing dengan siapapun dalam hal pekerjaan.

Aleena mengangguk, lalu ia segera pergi menuju ruangan CEO yang tak lain adalah suaminya sendiri. Ia merasa deg-degan saat memasuki ruangan itu. Ini pertama kalinya ia dipanggil ke ruangan CEO, pikirannya bertanya apakah dia melakukan kesalahan yang sangat fatal, sehingga harus dipanggil ke ruangan CEO.

Aku yang tak diinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang