16.

439 20 3
                                    

Malam ini Alfa bersama keluarganya menginap di ndalem, begitu juga dengan dengan Aleena yang sebelumnya sudah meminta izin. Mereka masih tidak menyangka jika ternyata Aleena sangat dekat dengan keluarga pesantren.

Sejak tadi siang Aleena benar-benar berada di kamar, dia tidak berani keluar karena takut bertemu dengan Alfa dan keluarganya. Sekarang ia merasa terjebak karena tidak mencari tahu lebih banyak lagi tentang keluarga suaminya.

"Apa seharusnya Aku mencari tahu tentang keluarga mereka?" Ia hanya bisa bergumam, entah mengapa setelah menikah dengan Alfa membuatnya tidak bisa berbicara dengan leluasa.

Suara pintu kamar diketuk membuat Aleena yang tadinya akan duduk di sofa kamar itu mengurungkan niatnya. Ia berjalan menuju pintu dan segera membuka untuk siapa yang datang ke kamarnya. Matanya melebar karena kaget ternyata Alfa yang datang ke kamarnya. Laki-laki itu langsung menelepon masuk ke dalam kamar Aleena.

"Apa yang sedang merencanakan untuk keluarga saya selanjutnya?" Pertanyaan itu langsung terlontar saat Alfa sudah terbalik menatap sang istri dengan tajam.

"Aku sedang tidak merencanakan apapun." Jawab Aleena dengan jujur.

Alfa terkecil mendengar jawaban gadis di depannya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu. Karena tidak mungkin semua yang terjadi di antara mereka selama ini sebuah kebetulan semata saja. Alfa yakin jika istrinya sedang merencanakan sesuatu sejak lama.

"Tidak mungkin semua terjadi karena sebuah kebetulan, pasti ada sesuatu yang sedang kamu rencanakan. Meskipun kamu tidak memberitahu saya sekarang, saya akan menghancurkan semua rencana yang sudah kamu susun saat saya sudah tahu nanti. Dan ingat jangan pernah sekali-sekali untuk mencoba membocorkan pernikahan ini." Setelah mengatakan hal itu Alfa langsung pergi keluar dari kamar Aleena. Suasana dalam sangat sepi karena semua orang sudah bersiap ke tempat di mana akan diadakan acara tampilan dari para santri.

Aleena, lagi-lagi harus membuang nafas pelan dan berusaha sabar saat mendengar perkataan suaminya yang tidak bisa ia mengerti. Selama ini ia hanya berusaha memaklumi perbuatan Alfa padanya, tapi sekarang ia merasa sangat sakit hati saat dirinya dicurigai tanpa sebab.

"Sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu? Kenapa aku tidak tahu apapun yang dimaksud oleh kak Alfa." Akhirnya Aleena memutuskan untuk bersiap-siap dan keluar dari kamarnya. Ia tidak akan peduli dengan keberadaan keluarga Alfa nantinya dan memilih bersikap tidak saling mengenal.

Niatnya datang ke pesantren untuk memenuhi undangan dari Ning Latifah dan membantu berjalannya acara yang dibuat. Setelah keluar dari dalam Aleena berjalan ke arah para santri pengurus.

Sekarang Aleena duduk bersama para pengurus pesantren wanita, Nabila sempat bertanya tentang keadaannya. Karena Ning Latifah tadi memberitahu jika Aleena tidak bisa ikut dikarenakan sakit. Namun Aleena segera menjawab bahwa dirinya tidak lagi merasakan sakit jadi bisa membantu kegiatan pesantren.

"Mbak coba deh lihat ke sana, sepertinya teman Mas Alfa dari tadi mencuri pandang sama Mbak Alee." Bisik Nabila, Aleena menghembuskan nafasnya pelan. Nabila selalu saja ingin menjodohkan dirinya dengan semua laki-laki yang dia lihat.

"Stt, lebih baik kamu diam. Kenapa sih? hobi banget mau jodoh-jodohin aku sama orang." Balas Aleena sambil berbisik.

"Ya, siapa tahu aja jodoh. Lagian aku mau lihat Mbak Aleena dapat laki-laki yang baik. Jadi kalau lihat ada laki-laki baik itu pasti nggak ingat sama Mbak Aleena terus." Jawab Nabila dengan terkikik geli. Dia dan Aleena memiliki usia yang tidak jauh beda, mereka hanya selisih satu tahun. Namun Nabila memiliki sifat yang sedikit kekanakan dan lebih manja. Berbeda dengan Aleena yang sudah memiliki pikiran dewasa dan sikap bijaksana.

Apalagi Nabila terlahir sebagai anak terakhir satu-satunya perempuan dari 5 bersaudara. Jadi gadis itu sangat dipenjara oleh seluruh keluarganya. Berbeda dengan Aleena yang harus belajar dewasa sejak dini, karena ia tidak memiliki sosok ibu yang menjadi tempatnya bermanja. Walaupun Aleena juga dimanja oleh ayah dan kakaknya, namun mereka tetap mengajari Aleena untuk menjadi lebih dewasa. Gadis itu juga dituntut untuk bisa melakukan segalanya sendirian, dan harus mencoba semua hal dengan kedua tangan dan kakinya sendiri. Jika tidak bisa menyelesaikan sendiri maka ayah dan kakaknya akan membantu Aleena.

Acara yang diselenggarakan pesantren berjalan dengan lancar, hari sudah mulai larut malam dan saatnya semua orang beristirahat. Malam ini Aleena sengaja meminta izin pada Ning Latifah untuk membawa Nabila tidur bersamanya. Ia melakukan hal itu karena takut nantinya akan ada Alfa atau Elsa yang masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak mau keluarga dalam curiga dengan hubungannya yang harus disembunyikan dari publik.

Nabila tanpa senang saat diberikan izin untuk masuk ke dalam dan tidur bersama Aleena. Sekarang kedua gadis itu sedang berbaring di atas ranjang.

***

Alfa bersama teman-temannya duduk di salah satu atap pesantren yang biasanya digunakan untuk berkumpul. Sejak tadi dia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Aleena. Ia terus menaruh curiga pada garis yang sudah berstatus menjadi istrinya itu.

"Kalian lihat nggak tadi cewek cantik yang tinggal di dalam? Gue rasa, sekarang jatuh cinta sama dia." Ujar Malik dengan tersenyum lebar mengingat wajah damai Aleena yang membuatnya ingin terus menatap gadis itu.

"Kalau nggak salah namanya Aleena ya? Dari wajahnya aja udah kelihatan kalau dia itu istri idaman banget." Balas Dion, sejak tadi dia juga tidak bisa melepaskan pandangannya dari Aleena.

"Coba aja gue belum nikah, udah gue lamar itu gadis malam ini juga." Timpal Doni, membuat kedua temannya melempar kulit kacang ke arahnya.

"Ingat bentar lagi mau punya anak, nggak usah mikirin hal yang mustahil." Dengkus Malik.

Alfa hanya diam saja saat teman-temannya membicarakan gadis yang sejak tadi memenuhi pikirannya. Ia tidak peduli dengan pembicaraan mereka, yang harus dipikirkan sekarang bagaimana caranya memberikan penderitaan pada Aleena. Dia tidak mau melihat gadis itu merasakan sedikitpun kebahagiaan.

"Eh kenapa diam aja? Jangan bilang diam-diam lo juga sedang mengincar Aleena ya?" Dion baru sadar jika sejak tadi Alfa hanya diam saja tak berniat mengeluarkan suaranya.

"Nggak ada yang bisa menggantikan miranda di hati gue." Setelah mengatakan hal itu Alfa langsung beranjak dari duduknya dan meninggalkan ketiga temannya.

"Dia masih belum bisa move on dari masa lalu." Gumam Malik, sejujurnya ia merasa sedih dengan begitu banyak perubahan yang terjadi dalam hidup Alfa. Sahabatnya itu menjadi orang yang lebih pendiam dan tertutup semenjak kematian sang tunangan.

"Belum juga ada satu tahun Miranda meninggal, Jadi kalau Alfa belum bisa melupakan mandi yang tunangannya itu masih wajar. Mengingat hubungan mereka yang sudah hampir menuju ke pelaminan." Kata Doni yang masih menatap kepergian sang teman baik.

"Pasti susah untuk melupakan Miranda, gue pun kalau jadi Alfa pasti akan merasa sangat kehilangan dan susah untuk melupakan gadis yang sudah hampir menjadi teman hidup." Balas Dion, sebenarnya bukan hanya Alfa yang merasa kehilangan sosok Miranda.

Teman-teman Alfa juga merasa begitu kehilangan atas kepergian Miranda beberapa bulan yang lalu. Mereka sangat kenal dekat dan sering pergi bersama untuk berlibur. Sosok ceria Miranda yang selalu peka terhadap orang yang sekitarnya membuat semua orang merasa nyaman. Apalagi perhatian yang selalu diberikan Miranda pada orang-orang di sekitarnya, pasti akan merasa sangat kehilangan perhatian-perhatian kecil yang diberikan gadis itu.



Aku yang tak diinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang